Sekeping Ilusi untuk Afrizal Malna dan Puisi-puisi lainnya

Sekeping Ilusi untuk Afrizal Malna

wahai, wahai, wahai: tuhan!

mengekal bagi kami abdi-abdi

bijak melamun sambil berenang

dengan sajian paling murni

sambil menari menjadi mimpi

membatasi kematian dengan kecantikan

panutan bagi kami, sekejab azali

 

wahai, wahai, wahai!

bahkan lautan kering dibakar

nafsu jelaga kami dari abdi

abdi. tuhan, tontonlah kami

bahkan kami lebih liar dari ilusi

ya, tuhan.

kami.

Medan, 25-9-2016 (09:22 p.m.)

 

Rekayasa Waktu

  1. papan reklame menyinar waktu yang ditempuh beribu-ribu debu dari roda segala rasa dalam deru laju ––#save your time! pukul 20.00 waktu indonesia membelah barat. pesawat diterpa hujan dan kilat menggeletarkan sayap antara roda berputar atau hujan menggilas.
  2. udara menyekap gigil dalam impian anak berumur lima tahun membaca majalah sriwijaya airlines dan beberapa angry birds. sementara telepon genggam in turn off. cobalah membaca pesan whatsapp yang langsung kukirimkan kesanubari ––> u.
  3. berkoneksi dengan waktu yang menutorial cahaya-cahaya gedung bagai hendak melilit tuhan yang selalu memandang matahari dan purnama bergantian. dari balik kaca mobil berwarna krem dengan supir kami berenam tak mampu menggilas waktu yang tak mau tahu hati tengah memburu. sehingga sauce yang aku kira tomat begitu tumpah tak terkira. jelas bersisa antara smartphone dan ingatan tentang apa saja yang aku lindas tetap memandang lepas. kadangkala lewat kamera 2 megapixels titik hujan dikaca mobil memotret patung yang gulita ditelan gigil (apa aku tak tahu) diantara hujan dan petir. dan saat itu aku paling menyesali.
  4. mengapa–aku–tak–mampu merekayasa waktu.

 Jakarta, 2016

 

Pada Garis Peta

i.    tak seharusnya kita dipisahkan oleh batas-batas berwarna merah, biru, bintik-bintik hitam memagut kenangan dalam kecupan pulau yang terlampau padat dihimpit robot-robot berantena dikepalanya (apakah ruh mengendap jiwa) melingkupi berbagai kendaraan dengan roda berbentuk persegi yang sehari-hari melindas udara: tak tertangkap melampaui batas-batas.

ii.   antara batas yang memisahkan ada perjalanan yang arahnya ibarat lingkaran -[berputar]- kembali ketempat dimana aku akan berangkat bersama mimpi, ilusi, imajinasi yang telah aku eratkan pada ransel bergambar wajah cerlangmu. tapi, sebaiknya kau tak usah menunggu, sebab ada saja cahaya yang akan mengganggu: mengerlap-mengerlip pada mata biru lazuardimu.

iii.   selayaknya aku tak hanya membawa abjad {i} dalam ingatan, tapi waktu tak mau tahu apa aku harus menelan soda atau tembagapura. padahal seharusnya batas-batas itu sudah terformat dalam ingatan senantiasa: lampiran nama-nama pengunjung –mencoba menghapus batas hingga pupus.

Jakarta-Medan, 2016

 

Petualangan Ilusi

 benua__asia)(afrika

awan-awan memberi aba-aba akan ada burung besi bersayap api pada suatu pagi. angin utara kembali menuju selatan meneruskan taifun yang akan singgah sebentar ditengah gurun.

 kutub__utara)(selatan

kembali ke alaska, bercengkrama dengan beruang-beruang kutub, bulunya setebal rimbun begitu anggun. dibalik itu cakarnya mengintai! hai, grizzly hari sudah pagi, tidurkan kembali mimpi.

 samudera__pasifik)(hindia

menyelam dalam lautan dalam menguyah rumput laut dan cumi-cumi. Hati-hati ada hiu disini, taringnya dapat melumatkan jari-jari. jadikan insang pada tubuhmu, menyatu air tanpa udara.

 Medan, 2015

 

Ilustrasi: http://www.collective-evolution.com/

  • “ Dahulu kita saling menyatu, tatkala cinta dunia, kita saling melupakan, Dahulu kita saling menjaga, tatkala keserakahan, kita saling berbalah, Dahulu kita saling mencinta, tatkala kepongahan, kita saling membenci, Dahulu kita saling menyapa, tatkala berbeda pilihan, melirik pun enggan, Akankah Ramadan menghapus gulma-gulma diri?  Dan, kita kembali seperti dulu.” Memasuki hari-hari terakhir bulan Ramadan, dikeheningan…

  • “Entah kenapa,  dua hari terakhir ini jadi rajin berwudu. Apakah ini tanda kalau aku tidak kuat puasa?” Ngintip status teman di whattsapp, kemarin, menjelang hari kedua puasa Ramadan. Mau komentari, tapi tiba-tiba ngerem “Puasa…puasa…puasa”. Takut panjang kali lebar. Suasana puasa tahun ini, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Apalagi masih maraknya pandemi yang belum usai. Jaga jarak,…

  • Pada sore yang ranum, saya menulusuri jalan menuju mukim sang guru, yang berada dalam kompleks sekolah bekas sebuah pesantren. Sore itu, hujan deras menemani perjalananku menuntut ilmu, sambil mengingat petuah gurutta di kampung kami yang telah berkalang tanah, setahun lalu. Petuah-petuahnya telah meneguhkan jiwaku untuk  menutut ilmu selama hayat melekat di badan. Sang guru, menyambut…

  • Belajar membaca huruf hijaiah menjadi keharusan bagi seorang muslim. Sejak kecil orang-orang tua kita sudah memasukan anak-anaknya ke taman pendidikan Al-Qur’an (TPA). Dahulu, orang tua saya sangat menginginkan anaknya bisa membaca Al-Qur’an sejak dini. Seingat saya ada dua TPA tempat saya belajar membaca Al-Qur’an, masing-masing TPA tersebut mempunyai metode pembelajaran yang beda, yang lebih dulu…

  • Emosi saya ikut meluap saat seorang psikopat bernama Kyung Chul, dalam film I Saw the Devil (2010) menyiksa Joo Yeon dengan sangat kejam. Kepala perempuan itu dipukul. Tengkoraknya pecah. Membuat air matanya mengalir bersamaan dengan mengucurnya darah, melumuri tubuhnya yang mungil. Siapapun akan merinding bercampur geram melihat penyiksaan yang menimpa Joo Yeon yang tanpa sebab,…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221