Bahagia dengan Puasa

 

Hari sudah mulai ditinggal terangnya cahaya sudah mulai meredup, senja mulai menyambangi kampung di atas bukit tempatku berdomisili dan bekerja mangais nafkah jauh dari keluarga. Ramadan tahun ini adalah Ramadan tahun ketiga aku menjalani puasa di kampung sejuk ini. di kampung ini perusahaan membangun masjid dan gereja dengan ukuran masing-masing mungil terbuat dari kayu atau bangunan khas Minahasa Sulawesi Utara yang terbuat dari kayu cempaka yang endemik Sulawesi utara. Walaupun masjid dan gerejanya tetap mengikuti desain dan arsitektur lazimnya masjid dan gereja di Indonesia.

Kampung ini tempat menjalankan ibadah puasa yang cukup ideal, di samping karena penghuninya tidak terlampau banyak. Toleransi kerukunan penganut beragama menurutku sangat bagus. Mungkin salah satu penyebabnya karena terpengaruh oleh tradisi perusahaan yang terbuka dan kompetitif secara profesional. Selain itu, juga cuaca di kampung ini sejuk, kalau kita tidak sengaja berolahraga jangan berharap keringat ditemukan mengaliri pori-pori. Ketinggian dan hutan-hutan kecil yang mengelilingi mes dan kantor kami itulah salah satu penyebabnya. Waktu-waktu tertentu malah penghuni kampung ini bermain-main dengan kabut yang menyelimutinya.

Selain suasana yang kulukis sekilas di atas, di kampung kami ini juga terdapat masjid yang bangunan terbuat dari kayu serupa rumah panggung. Selain ruang salat di depannya terdapat semacam koridor yang tak terlampau luas cukup memuat sekitar dua puluhan orang duduk bersila. Di koridor inilah setiap harinya kami bersama kawan-kawan sejawat dan penghuni lainnya menunaikan buka puasa bersama. Di tempat ini tidak jarak anatara bos dan anak buah tak ada, antara menejer dan office boy semua lebur dalam kebahagian jelang buka puasa. Sesekali kebahagiaan itu dalam bentuk canda tawa, yang tentu tidak menjerumuskan pada hal-hal yang membatalkan puasa. Semua teraktualisasi dalam persaudaraan yang karib.

Sebagaimana sabda Nabi mulia Muhammad SAW yang diriwayatkan, Imam Muslim sebagai berikut ;“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan yaitu kegembiraa ketika dia berbuka dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”

Kegembiraan pertama, kegembiraannya ketika berbuka, yaitu kegembiraan dengan nikmat yang telah Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepadanya dengan menyempurnakan puasanya. Ibadah ini termasuk amal shalih yang paling utama, namun betapa banyak orang yang terhalang dari puasa. Selain itu, ia juga bergembira dengan apa yang kembali dihalalkan Allah untuknya, berupa makanan, minuman dan persetubuhan (jima’) mengingat hal-hal tersebut sebelumnya diharamkan baginya pada saat sedang berpuasa.

Kegembiraan kedua, kegembiraannya ketika berjumpa dengan RobbNya dengan keridaan dan kemurahanNya. Ia gembira dengan membawa pahala puasanya. Ketika dia mendapatkan pahalanya di sisi Allah SWT yang telah disediakan untuknya, ketika dikatakan kepadanya “Mana orang-orang yang berpuasa, hendaklah dia masuk sorga dari pintu Ar-Royyan, yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa”.

Di koridor masjid mungil itu, semua orang menyambut buka puasa dengan penuh kebahagiaan tak ada yang datang dalam duka cita, tak ada yang datang dengan berbagai masalah yang nampak di raut wajahnya, tak ada yang datang dengan ekspresi gundah. Senyum bertebaran di wajah-wajah kami, sebab walaupun kami bersal dari kampung-kampung nun jauh yang berbeda-beda namun hati kami telah diikat oleh bulan pengampunan ini. Bulan yang penuh dengan kasih sayang, bulan yang penuh dengan berkah, bulan mulia yang mengikat hati-hati kami.

Semua bentuk peribadatan yang diperintahkan oleh Allah SWT bukanlah semata-mata praktek-praktek ritual agama seperti yang disalahtafsirkan banyak orang. Seluruh peribadatan tersebut merupakan suatu bentuk rinci dari pendidikan ruhani, psikologis, fisik dan sosial.

Di samping suatu sarana untuk menunjukkan penyerahannya yang total kepada Allah SWT, seluruh peribadatan itu berfungsi dan berperan penting dalam memperbaiki dan mengembangkan jiwa dan kepribadian seseorang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi masyarakat secara positif sebagai suatu kesatuan yang utuh. Seperti puasa bukanlah sekadar menahan makan dan minum dan hubungan seks saja, tetapi juga menahan diri dari semua perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Konsep ini akan membentuk secara langsung sebuah masyarakat yang penuh kebajikan.

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa dalam bulan Ramadan karena iman dan mencari keridaan Allah serta melindungi telinganya, matanya dan lidahnya dari hal yang merugikan orang lain, niscaya Allah akan menerima puasanya, mengampuni kesalahan-kesalahannya di masa lalu.” (Riwayat dari Imam Ali bin Abi Thalib).

Dari Imam Muhammad al-Baqir, bahwa Nabi saw bersabda kepada sahabat Jabir bin Abdillah, “Wahai Jabir, barangsiapa berpuasa pada hari-hari bulan Ramadan, mendirikan shalat pada bagian-bagian malamnya, menjaga hawa nafsu syahwatnya, mengendalikan lidahnya, merendahkan pandangannya dan tidak menyakiti perasaan orang lain niscaya akan terbebas dari dosa seperti pada saat ia baru dilahirkan!”.

Imam Ja’far al-Shadiq, meriwayatkan dari ayah kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apabila seseorang berpuasa menjawab ketika dicerca: “Damai atas kamu, saya tidak akan mencerca seperti yang anda lakukan.” niscaya Allah SWT akan berfirman, “Demi Puasa, hamba-Ku telah menyelamatkan dirinya dari kejahatan hamba-Ku yang lain, maka Aku anugerahkan perlindungan dari siksa Neraka.”.

Rengkuhlah puasamu dengan seindah mungkin. Cerap kebahagian yang menantimu. Bukankah kebahagian yang paling hakiki adalah kebahagiaan yang diraih dari kasih sayangNya. Itulah puncak dari kebahagian.

  • Ketika bersepakat akan memiliki anak. Pasangan saya sudah jauh-jauh hari memikirkan pendidikan anak. Ia hendak menabung, bahkan ketika si calon murid ini belum ditiupkan roh oleh Tuhan. Pengalaman bertahun-tahun sebagai kepala sekolah di homeschooling, bertemu dan mendengar kisah anak-anak yang ‘terluka’ akibat sekolah, membuatnya skeptis terhadap pendidikan di sekolah formal. Ia tidak ingin kelak anak…

  • Gattaca sebuah cerita lama. Sebuah fiksi ilmiah yang dirilis 1997. Anredw Niccol sang sutradara seperti sedang meramal akan masa depan. Melalui aktor Ethan Hawke berperan sebagai Vincent,  Niccol ingin menggambarkan masa depan manusia. Masa depan genetika yang bisa direkayasa. Gattaca film yang bercerita tantang Vincent yang terlahir tak sempurna. Gennya mengalami cacat sejak lahir. Tak…

  • Cadarmu menyembunyikan rahasiamu. Menyembunyikan siapa dirimu. Cadarmu menyamarkan dirimu dengan teka-teki yang tersisa bagi diriku. Berlapis-lapis cadarmu yang tak berbilang menguliti lapisan upayaku menggapaimu hingga terhempas pada ketakberdayaan dan kenisbian. Kehabisan napas, kehabisan darah, kehabisan nyawa. Telah sirna segala yang ada pada diriku ditelan upaya, namun lapis-lapis cadarmu belum jua tersibak tuntas. Cadarmu telah banyak…

  • Jelang salat Zuhur di satu masjid, saya bersua dengan seorang kepala desa, yang pasangannya menjabat komisioner KPUD. Iseng-iseng saya bertanya, “Kapan lebaran Pakde?” Sembari tersenyum ia berujar, “Nyonyaku sudah lebaran besok, Jumat. Ia sudah izin ikut penetapan Majelis Tarjih Muhammadiyah. Kalau saya menanti pengumuman pemerintah, kemungkinan Sabtu.” Saya segera bisa memahami pasutri tersebut. Maklum saja,…

  • Meniada artinya menjadi tiada, mengakui ketiadaan diri, atau menerima bahwa diri seseorang bukan saja tidak berharga namun memang tidak ada. Bukan sesuatu yang mudah untuk merendahkan diri, apatah menyatakan ketiadaan diri. Namun dalam khazanah para pejalan menuju Tuhan diskursus tentang eksistensi manusia seperti ini sudah cukup akrab. Beratnya pengakuan ketiadaan diri sangat terasa di kalangan…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221