Pejuang Literasi Itu Telah Pulang

 

In Memorian, Bapak Hernowo Hasim Bin Thoyyib.

Bulan Ramadan tahun ini beberapa orang yang kukenal mangkat meninggalkan dunia fana ini, pulang ke rumah keabadian yang niscaya. Satu diantaranya adalah seorang penulis yang gigih mengajak masyarakat untuk membaca dan menulis, Hernowo Hasim bin Thoyyib. Beliau telah menulis puluhan buku yang mayoritas tentang motivasi membaca dan menulis. Buku-bukunya yang best seller di antaranya, Mengikat Makna, Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza, Quantum Reading, Quantum Writing, dan yang terakhir Free Writing. Dari konsep mengikat makna, beliau terinspirasi oleh kata-kata Sayyidina Ali Bin Abi Thalib KW, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.”

Mengenalnya sebagai penulis produktif dan kreatif sesungguhnya sudah cukup lama sekira tahun sembilan puluhan. Lalu kemudian di suatu waktu aku ke Bandung dalam sebuah hajatan kantor, di waktu jeda hajatan itu aku berusaha menemuinya yang selama ini komunikasiku dengannya hanya lewat sms dan telponan. Kantornya cukup jauh dari pusat kota Bandung, di bilangan jalan Cinambo Bandung di mana penerbit Mizan berlokasi.

Kesan pertama kala menyambutku di pintu kantornya, aku langsung jatuh cinta pada sikapnya yang sangat ramah dan hangat. Menyambutku seolah-olah seorang sahabat yang lama tak bersua. Setelah ngobrol sejenak lalu aku diperkenalkan dengan tim editor dan kreatif Mizan yang rata-rata masih muda belia. Di ruang tamu ngobrol berbagai hal tentang kepenulisan dan tips-tips membaca yang menyenangkan. Lebih dari setengah hari waktunya dia buang untuk melayaniku.

Jelang sore sebelum pamitan dengan beliau, aku dihadiahinya buku dan kuberikan pula novel dan kumpulan cerpen putri keduaku. Selebihnya aku kalap memborong buku-buku berdiskon tinggi yang sedang berlangsung di pelataran penerbit besar itu. Itulah pertemuan pertamaku secara langsung yang sangat berkesan dan sulit kulupakan hingga saat ini. Dan pertemuan itu pulalah yang memotivasiku untuk kembali menulis lebih intens dan menyusul membaca buku-buku beliau.

Hernowo Hasim Bin Thoyyib, telah pulang ke rumah keabadiannya. Ia membawa bekal amal jariyah yang melimpah. Meninggalkan jejak harum mewangi untuk negerinya yang ia cintai. Harumnya menyemai keseluruh pelosok Nusantara. Dari puluhan buku-buku yang mencerahkan dan memotivasi serta menginspirasi telah ia tuliskan. Ratusan pelatihan, workshop, seminar dan sejenisnya berkenaan dengan membaca dan menulis telas Ia tunaikan.  Bukankah kerja-kerja membaca dan menulis adalah kerja-kerja kemuliaan, kerja-kerja memanusiakan manusia, kerja-kerja membangun peradaban beradab.

Hanya segelintir orang yang mengerjakan jalan-jalan yang selama ini ditempuhnya. Iqra kata Jibril kepada Nabi mulia Muhammad SAW kala pertama kali beliau sua di Gua Hira sekaligus sebagai persaksian kenabian Muhammad SAW yang ditandai perintah membaca. Inilah laku mulia yang terus menerus berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Membaca adalah kata kunci dari seluruh elemen pembangunan peradaban manusia.

Di bulan Ramadan yang mulia dan di saat gencar-gercarnya gerakan literasi didengungkan dan diejawantahkan di seluruh pelosok negeri dengan beragam modus dan caranya. Penyebaran gerakan literasi yang sedang menuju ranum di pelosok-pelosok negeri ia berpulang ke rumah abadi-Nya. Pegiat literasi berduka, negeri berduka, dan sahabat-sahabatnya berduka.

Setelah berbagai buku menginspirasi dan memotivasi untuk membaca dan menulis ditulisnya, buku yang terakhir Ia wujudkan sebelum berpulang adalah free writing, menulis bebas tanpa hambatan dan menulis saja apa yang terbetik dipikiran. Sebagian teman mengikuti pesannya itu dengan hampir setiap hari menulis catatan-catatan pendek di media social khusunya facebook (FB) yang juga menjadi perhatianku. Latihan-latihan menulis dengan bebas sebagaimana pesan di buku terakhirnya itu diejawantahkan banyak generasi muda maupun kawan-kawan yang memang menulis telah menjadi bagian dari hidupnya.

Lalu beberapa kali beliau ke Makassar memberi pelatihan dan workshop membaca dan kepenulisan. Tahun 2017 dua kali beliau ke Makassar bersamaan waktu cutiku dari mengais nafkah di kampung seberang, dan aku menemuinya. Sekali di antaranya aku berdiskusi panjang di sebuah lobi hotel berkenaan dengan fenomena semangat gerakan literasi, dari semangat membaca, menulis, hingga penerbitan.

Dalam pertemuan itu pula kusampaikan bahwa, aku sedang merampungkan sekumpulan esai yang kutulis selama sebulan Ramadan yang lalu dengan judul Dari Langit Dan Bumi : Catatan-catatan Ramadan. Dan sesungguhnya calon bukuku itu terinspirasi dari buku beliau Spirit Iqra : Menghimpun Samudra Makna Ramadan. Sekaligus aku meminta ke beliau untuk memberi pengantar bukuku itu, ya kirim dulu naskahnya aku baca, tukasnya.

Hanya dalam tempo seminggu setelah naskah bukuku kukirim ke beliau, beliau langsung menelponku dari Semarang dalam perjalanannya memberi materi kepenulisan pada sekelompok guru-guru kelas menengah atas di sana. Itu telpon terakhir beliau yang kuterima yang sangat membahagiakanku. Beliau mengapresiasi buku tersebut dengan sangat baik dan bersedia memberi pengantar. “Anda telah menjadi kaya, mengutip pesan, Walt Disney, buku adalah ‘kekayaan’ : There is more treasure in books than in all the pirate’s loot on treasure island, menutup pembicaraan kami, yang dikutipnya juga dalam pengantar buku itu.

Pengantar buku Dari Langit Dan Bumi : Catatan-catatan Ramadan ditulisnya dengan sangat apik. Hatiku berbunga-bunga. Dan beliau mangkat di bulan Ramadan setahun kemudian, hatiku sedih mengantarnya dengan doa dan salat hadiah (wahsya). Selamat jalan Mas Hernowo, insha Allah Engkau husnul khotimah, kuburmu di lapangkan. Cahaya-cahaya literasi yang telah engkau ukir selama dalam perjalanan singkatmu di bumi fana ini. Amal jariyah menemanimu di alam barsah hingga di hari kebangkitan kelak. Amiin ya Rabbal alamin.

Pejuang literasi itu telah pulang.

 

  • Ketika bersepakat akan memiliki anak. Pasangan saya sudah jauh-jauh hari memikirkan pendidikan anak. Ia hendak menabung, bahkan ketika si calon murid ini belum ditiupkan roh oleh Tuhan. Pengalaman bertahun-tahun sebagai kepala sekolah di homeschooling, bertemu dan mendengar kisah anak-anak yang ‘terluka’ akibat sekolah, membuatnya skeptis terhadap pendidikan di sekolah formal. Ia tidak ingin kelak anak…

  • Gattaca sebuah cerita lama. Sebuah fiksi ilmiah yang dirilis 1997. Anredw Niccol sang sutradara seperti sedang meramal akan masa depan. Melalui aktor Ethan Hawke berperan sebagai Vincent,  Niccol ingin menggambarkan masa depan manusia. Masa depan genetika yang bisa direkayasa. Gattaca film yang bercerita tantang Vincent yang terlahir tak sempurna. Gennya mengalami cacat sejak lahir. Tak…

  • Cadarmu menyembunyikan rahasiamu. Menyembunyikan siapa dirimu. Cadarmu menyamarkan dirimu dengan teka-teki yang tersisa bagi diriku. Berlapis-lapis cadarmu yang tak berbilang menguliti lapisan upayaku menggapaimu hingga terhempas pada ketakberdayaan dan kenisbian. Kehabisan napas, kehabisan darah, kehabisan nyawa. Telah sirna segala yang ada pada diriku ditelan upaya, namun lapis-lapis cadarmu belum jua tersibak tuntas. Cadarmu telah banyak…

  • Jelang salat Zuhur di satu masjid, saya bersua dengan seorang kepala desa, yang pasangannya menjabat komisioner KPUD. Iseng-iseng saya bertanya, “Kapan lebaran Pakde?” Sembari tersenyum ia berujar, “Nyonyaku sudah lebaran besok, Jumat. Ia sudah izin ikut penetapan Majelis Tarjih Muhammadiyah. Kalau saya menanti pengumuman pemerintah, kemungkinan Sabtu.” Saya segera bisa memahami pasutri tersebut. Maklum saja,…

  • Meniada artinya menjadi tiada, mengakui ketiadaan diri, atau menerima bahwa diri seseorang bukan saja tidak berharga namun memang tidak ada. Bukan sesuatu yang mudah untuk merendahkan diri, apatah menyatakan ketiadaan diri. Namun dalam khazanah para pejalan menuju Tuhan diskursus tentang eksistensi manusia seperti ini sudah cukup akrab. Beratnya pengakuan ketiadaan diri sangat terasa di kalangan…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221