Takut

Maka tersingkaplah fajar setelah jelajahi gulita malam. Mentari seolah mematuk-matuk kulit ariku hingga menusuk tembus sadarku yang baru saja siuman dari lelapnya. Aku bergegas berkejaran dengan mentari menuju kerumunan mahluk di semesta. Di luar sana kompetisi meraih dunia fana nampaknya takkan pernah redup, malah semakin gempita saja menggunakan segala cara dan menafikkan aura-aura etis dan estetis sekalipun. Jadilah, lomba perjalanan menuju cahaya beralih memasuki ruang-ruang buram dan gelap baik sengaja maupun tidak.

Dalam sebuah perjalanan panjang melintasi bentang katulistiwa di sebuah pesawat komersial yang sarat penumpang, sesekali berguncang dan kerap kali guncangannya keras. Spontan sekejap para penumpang hampir bersamaan menyapa tuhannya dengan ekspresi yang takut akut. Penumpang yang tadinya berwajah gelap karena berasal dari etnis tertentu berubah rupa menjadi pucat pasi dan berwajah tak lagi hitam walau tak juga putih nampaknya. Takut tak mengenal agama, etnis, dan jenis kelamin. Semua orang pernah merasakan takut. Sebab, rasa takut dalam perspektif psikologi merupakan reaksi manusiawi yang secara biologis merupakan mekanisme perlindungan bagi seseorang pada saat menghadapi bahaya. Ketakutan adalah emosi yang muncul pada saat orang menghadapi suatu ancaman yang membahayakan hidup. Biasa juga dibilangkan dengan tanda peringatan terhadap hidup.

Dalam perjalanan panjang manusia meniti hidupnya di dunia fana ini banyak peristiwa yang menyandungnya membuatnya lupa pada hal-hal yang subtansial akan tujuan hidup yang telah diikrarkannya entah sengaja atawa tak. Bergelimang pada hal-hal yang profan. Para ahli psikologi sosial menengarai masyarakat seperti ini tertelan pengaruh materialisme yang sedang merajai dunia dan tak berdaya membendungnya. Mungkin seperti yang dibilangkan Emile Durkheim, seorang sosiolog, bahwa pola interaksi karakteristik fakta sosial yang secara substansial memaksa individu melepaskan diri dari kehendaknya, karsa dirinya melebur secara adaptif dengan kehendak fakta sosial struktural yang ada secara ekternal di dalam dirinya. Jika proses sosialisasi fakta sosial struktural ini berhasil, maka individu menikmatinya sebagai kehendak sendiri.

Sedianya manusia hanya takut pada zat yang maha tunggal penciptanya tapi dalam berbagai situasi tanpa sadar dan mungkin juga sadar manusia diselimuti rasa takut dengan beragam alasan, dan didominasi alasan-alasan tak hendak berpisah dengan berbagai kesenangan materi yang telah lekat pada tubuhnya. Perangkap materialisme yang telah jauh merasuk hingga jasad dan jiwa menumbuhkan rasa takut yang akut. Takut terpisah dengan dunia fana yang gemerlap. Manusia menjadi rapuh dalam kepribadian sebab tidak jelas orientasi dan tujuan hidup yang hendak dituju kecuali hanya bersiliweran pada kehidupan fana yang tak pasti. Sayyidina Ali berpesan “bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutanlah yang membuat kita sulit, karena itu jangan pernah mencoba untuk menyerah dan jangan pernah  menyerah untuk mencoba. Dan jangan katakana pada Tuhan aku punya masalah, tetapi katakanlah pada masalah bahwa aku punya Tuhan yang maha segalanya”.

Dalam sebuah dialog kecil, dua orang teman kantor yang beberapa bulan lagi akan memasuki masa purna bakti. Rupanya keduanya berbeda jalan mempersiapkan masa istirahatnya dalam bekerja. Satunya telah mempersiapkan beberapa petak tanah kebun sebagai peralihan kerja dan mencari nafkah kelak bila tiba waktunya dia istirahat total dari perusahaan tempatnya mengais nafkah selama ini. Satunya lagi telah menyiapkan toko sederhana sebagai tempatnya mencurahkan waktu kelak sembari menimang cucu, candanya. Tapi, di ujung dialog kecil itu masih tersirat dan tersurat kekhawatiran-kekhawatiran untuk tidak mengatakan takut pada realitas kehidupan paska purna bakti nantinya. Yang ingin berkebun mengungkapkan rasa gundahnya, aku masih kuat tidak, masih mencukupi hasil untuk kebutuhan keluarga kami nantinya dari hasil kebun itu. Masih cukup tidak, keuntungan dari toko kami untuk membiayai kehidupan keluarga kami kelak. Kekhawatiran dan ketakutan seperti inilah yang banyak menghantui manusia di hari-harinya yang mesti ia nikmati dan berjuang untuk saling memuliakan diantara sesama manusia.

Kala senja datang lagi menjenguk bumi, hempaskan takutmu hingga ke pojok-pojok kehidupan fanamu. Hanya jalan itu yang dapat membuka tabir kegelapan semesta yang merajai jejak-jejak hidupmu. Pertarungan ini memang tak akan selesai hingga semesta sementara ini akan mengubur dan melanjutkan kehidupnya selanjutnya di mana di sana tak ada lagi rasa takut dan khawatir yang menghinggapi manusia.

Kata para bijak, bila engkau mengenal Tuhanmu dengan baik maka engkau akan menjadi bagian dariNya sepanjang jejakmu. Ketika kesadaran itu sampai pada tahap paripurna, pada saat semua jalan-jalan kebajikan tersingkap, yang oleh para pejalan cinta membilangkannya tajalli. Proses perjalanan ke sana tak boleh berhenti sepanjang usia fana kita. Bahwa, di jalan-jalan yang kita jejak terdapat onak dan duri di situlah upaya-upaya kita terus diuji. Oleh Mohammad Iqbal, mengibaratkan perjalanan kita di bumi fana ini ibarat ujian membakar jalan-jalan kita di tungku dunia.

 

sumber gambar: merdeka.com

  • Sewaktu putri pertama kami berusia tiga tahun, ia mengalami serangan kegagapan dalam berbicara. Ia aslinya ceriwis, banyak tanya, bahkan banyak mempertanyakan segala sesuatu yang ia lihat aneh atau tidak sesuai dengan pemahaman yang ada di kepalanya. Misalnya kenapa tante A begini, sedangkan tante B begitu. Kenapa teman-temannya memanggil orangtuanya dengan bapak dan ibu, sementara ia…

  •   Iduladha memiliki makna kembali berkurban, ditandai dengan penyembelihan sejumlah hewan ternak sebagai simbol pengorbanan seseorang. Kurban dan korban berbeda menurut KBBI. Kurban diartikan persembahan kepada Allah seperti biri-biri, unta, dan sebagainya yang biasa dilakukan saat lebaran haji. Sedang arti korban adalah pemberian untuk menyatakan kebaikan, kesetiaan, dan sebagainya. Makna lainnya, orang/binatang yang menderita/mati akibat…

  • Tradisi nyekar merupakan laku purba pada sebagian besar masyarakat kita. Tradisi ini makin kuat pengaruhnya manakala dotrin agama ikut menguatkan.  Di sebagian masyarakat, utamanya di kampung-kampung menjadikan nyekar sebagai wahana memelihara kualitas spritualitas, tentu dengan ragam ritual di dalamnya. Tradisi  berabad-abad lamanya ini, sudah menjadi denyut kehidupan masyarakat kita, hingga dipercaya membawa keberkahan hidup. Dari…

  • Ada apa dengan perempuan menulis? Apakah ada sesuatu yang istimewa? Dalam pemahaman saya, potensi laki-laki dan perempuan dalam hal kemampuan menulis itu sama saja. Meskipun budaya dan lingkungan setempat tetap berpengaruh pada seberapa pesat berkembangnya potensi tersebut. Bersyukurnya saya termasuk kelompok penganut paham “senang bergerak dengan semangat yang ada di dalam diri, tidak mau dipengaruhi…

  • Kemarin Pancasila dirayakan kelahirannya. Begitulah kebiasaan sebuah bangsa yang gemar dengan seremonial. Segalanya mesti dirayakan, meskipun seringkali tampak kering makna. Sebetulnya tidak salah, namun persoalannya setelah perayaan itu segalanya kembali ke setelan pabrik “lupa pancasila”. Faktanya kita mesti terus terang mengakui bahwa Pancasila seringkali kalah dihadapan kekuasaan, kapital, korupsi, intoleransi, kekerasan, perusakan alam, dan beragam…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221