Perempuan Tangguh

Catatan pendek mengenang, Zohra Andi Baso

Awal tahun ini aku merasa terberkati, sebab oleh teman-temannya di KPI (Koalisi Perempuan Indonesia, istriku diajak menghadiri kongres ke V KPI yang mereka gelar dengan tema besar “Festival Kepemimpinan Perempuan dan SDG’s (Sustainable Development Goals)” di Surabaya. Bisikan pertama mengajakku aku bergeming, sebab aku merasa tidak ada urgensinya hadir, walaupun banyak di antara aktivis perempuan yang bergabung di KPI adalah teman-temanku, baik yang aktif di Makassar maupun di Seknas (sekretariat nasional). Tapi bujukannya luluhkan hatiku, kala beberapa teman dan istriku, menambahkan bahwa kehadiran kita di sana dalam rangka mengenang Kak Zohra, begitu sapaan sehari-hari kami buat Zohra Andi Baso.

Kemudian istriku menambahkan, bagaimana kalau kita mengikut sertakan sepeda, gowes keliling-keliling Surabaya, Madura via jembatan Suramadu, dan kalau bisa kita gowes dari Surabaya ke Malang, untuk marayai hari pernikahan kita yang ke 32. Dengan alasan-alasan itulah aku rasanya tak berkutik. Sebab yang terbayang adalah kenangan buat Kak Zohra, ketemu perempuan tangguh yang lain seperti Khofifah Indarparawansa gubernur Jawa Timur saat ini. kemudian melihat-lihat dan menyaksikan langsung hasil karya seorang perempuan tangguh lainnya lagi, yakni Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.

Kongres ke V KPI dihelat di asrama Haji Jawa Timur, Sukolilo Surabaya, pada 19–24 Februari 2020. Peserta dari seluruh Indonesia berjumlah sekira delapan ratusan orang. seperti biasanya, even-even seperti ini yang dikelola oleh kawan-kawan dari gerakan c[vil society selalu dihelat dengan “sederhana”. Ada persembahan pagelaran tari “padduppa” oleh peserta dari Sulawesi Selatan dan beberapa hiburan lainnya dari provinsi yang berbeda-beda.

Pembukaan kongres ke V KPI ini ditandai dengan pemukulan gong oleh Khofifah Indarparawansa selaku Gubernur Jawa Timur, sekaligus tuan rumah, dilanjutkan dengan penyajian materi sebagai keynote speaker. Beliau mengurai dan mejelaskan substansi dan penjabaran program-program turunan MDG’s, termasuk target dan capaian program-programnya di Propinsi Jawa Timur yang beliau pimpin.

Selama pembukaan kongres ke V ini berlangsung, kenangku tak hentinya melanglang jauh. Terbayang kegigihan, Kak Zohra memperjuangkan kemandirian kaum perempuan di ranah domestik dan publik, hingga akhir hayatnya. Bila berkenan dengan issu-issu gerakan kesetaraan gender, Kak Zohra adalah sosok terdepan di Sulsel dan di negeri ini. Lihatlah kiprahnya, yang ternyata beliau adalah salah satu perintis berdirinya organisasi ini beberapa tahun silam. Beliau masuk pada jajaran terdepan di organisasi ini, saat awal berdirinya atawa pada kongres koalisi perempuan ini pertama kali dan kedua kalinya dihelat di Jogyakarta dan Jakarta.

Namun, Kak Zohra tidak berhenti di situ, selain tumbuh dan besar sebagai kuli tinta di zamannya, beliau juga adalah pejuang lingkungan dan pembelaan pada kaum tertindas. Jadi, pada sosoknya terhimpun kejuangan komplit untuk tidak mengatakan hampir semua usianya dijalani untuk perjuangan kemanusiaan. Sosoknya sangat keras tapi tetap bijaksana pada hal-hal yang dianggapnya prinsip dalam perjuangannya. Kerap kali aku dilibatkan atawa dimasukkan dalam tim kala melakukan advokasi atawa pembelaan pada masyarakat tertindas.

Suatu waktu yang aku sudah lupa waktu tepatnya, terjadi “perseteruan” antara masyarakat dengan pemilik perkebunan karet di Kabupaten Bulukumba. Kala itu gesekannya sangat keras sehingga memakan korban. Satu di antara penggerak dari protes warga kepada perusahaan pengelola kebun karet di kejar-kejar oleh pihak keamanan, oleh beliau dibelanya dengan full power. Teman aktivis itu kami lindungi di sebuah tempat agar tidak tertangkap oleh pihak keamanan. Aku termasuk yang mengawalnya. Sembari beliau melakukan lobby-lobby kepada pihak-pihak yang berkompoten, termasuk pada Kapolda Sulsel ketika itu.

Alhamadulillah atas lobby-lobby beliau setelah piha korps baju coklat itu melakukan investigasi kasus secara cermat maka mereka mendapati kekeliruan tindakan di luar SOP yang ada sebagai sangsi pada pimpinannya diberi sangsi mutasi. Kawan kami pun yang semula di kejar-kejar itu kembali bisa beraktivitas melakukan pendampingan masyarakat seperti semula yang dilakukannya. Ini bahagian peristiwa “perjuangan” yang sangat berkesan bagiku dan kawan-kawan aktivis NGO (Non Government Organisation) atawa kerap dibilangkan pula LSM (Lembaga Swasdaya Masyarakat) kala itu. perjuangan yang heroik tanpa menggunakan bedil.

Peristiwa kedua yang sangat berkesan adalah pecahnya pertikaian massal atawa konflik antar agama dan etnis di di Ambon secara khusus dan Maluku secara umum. Seperti biasanya, konflik seperti ini tidaklah berdisi sendiri, tapi selalu saja saja terprovokasi oleh kepentingan politik para elit politik, baik yang ada di pusat (Jakarta) maupun kepentingan elit politik di daerah. Dan sumbuh konflik yang paling sensitif dan mudah terbakar ditataran masyarakat adalah isu-isu agama dan etnis.

Setelah melihat dan mengamati eskalasi konfliknya yang bisa saja berkelindan ke daerah-daerah lain seperti Makassar dan sekitarnya, maka oleh Kak Zohra pun melakukan inisiatif mengumpulkan para aktivis LSM untuk ketemu dan mendiskusikan membantu penanganan konflik di Maluku itu yang sudah mulai tak terkendali, sebab korban yang berjatuhan sudah terbilang banyak, baik yang terlibat langsung maupun yang tidak mengerti sebab-sebab konflik itu terjadi.

Setelah beberepa kali pertemuan dilangsungkan yang difasilitasi langsung oleh beliau di kantornya, maka dibentuklah sebuah koalisi adhock yang kami bilangkan “Koalisi Masyarakat Sulsel Untuk Perdamaian” yang kami singkat (KMSP), dan secara aklamasi mendaulat aku sebagai koordinatornya, dengan beberapa anggota yang harus bekerja secara cepat. Setelah melakukan mapping secara luas, maka langkah-langkah strategis lebih awal kami lakukan adalah melakukan sosialisasi dalam berbagai bentuk berkenaan dengan konflik dan perdamaian di tengah-tengah masyarakat luas.

Kampanye dengan baliho-baliho besar di ruang-ruang publik di Kota Makassar dan sekitarnya, membagikan panflet-panflet tentang pentingnya perdamaian di masyarakat. Mencetak sticker dan baju kaus untuk kampanye perdamaian. Melakukan langsung seminar-seminar, baik yang berskala kecil (terbatas) maupun secara besar-besaran. Pertunjukan kesenian di beberapa tempat hingga di tingkat kelurahan. Dari aktivitas-aktivitas langsung di masyarakat, kami juga menggalang dan mengajak lembaga-lembaga lain dan tokoh-tokoh masyarakat Sulsel untuk bergabung mengawal misi perdamaian dan kemanusiaan ini, seperti FKUB (Fotum Kerukunan Ummat Beragama), Forum Rektor, dan lembaga-lembaga lainnya. Kami pun mengundang Raja-raja yang ada di Maluku untuk mendiskusikan jalan keluar perdamaian konflik di Maluku itu.

Suatu waktu, masih berkenaan dengan konflik Ambon atawa Maluku, Gubernur Sulsel, kala itu dipimpin Zainal Basri Palaguna, mengundang tokoh masyatakat Sulsel dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan agama, etnis, dan NGO. Aku dan Kak Zohra hadir berdua. Karena sesuatu hal kami agak terlambat datang setelah para undangan telah hadir semua di rumah jabatan gubernur kala itu. Melihat Kak Zohra datang, bapak gubernur berdiri menyambutnya dan mempersilahkan ajudan mengambil kursi agar Kak Zohra bisa duduk di sampingnya (gubernur), tapi beliau menampiknya bila hanya satu kursi, harus dua dan kursi itu untuk aku juga.

Aku kaget dan membisikinya, “Kak Zohra saja yang di depan biar aku di belakang saja” tapi lagi-lagi beliau menampiknya dan tetap bersikukuh agar aku duduk di depan, kemudian beliau menjelaskan kepada hadirin bahwa ini adik saya yang kami daulat sebagai koordinator “Koalisi Masyarakat Sulsel Untuk Perdamaian” untuk membantu tercapainya perdamaian di Maluku dan juga agar konfliknya tidak merembet kemana-mana, termasuk di Makassar dan sekitarnya. Itu salah satu sisi egalitarian dan kesetaraan Kak Zohra pada sesiapa saja.

Peristiwa yang lain adalah, ketika sebuah perusahaan berskala internasional yang bergerak di bidang perkebunan dan penyediaan bibit (kapas) transgenik ingin mereka pasok ke Indonesia termasuk di Sulawesi Selatan. Maka Kak Zohra pun berinisiatif menghimpun kami untuk melakukan perlawanan agar bibit transgenik ini tidak masuk di Sulawesi Selatan. Dari seminar dan lokakarya untuk semua pihak yang terlibat hingga aksi langsung di lapangan, termasuk menghalang-halangi kedatangan bibit tersebut di bandara yang di kawal ketat oleh pihak keamanan hingga berkejar-kejaran di jalan raya, hehehe… Untuk case ini memang terlalu berat kami hadapi, sebab kebijakannya dari pemerintah pusat di bawah istana yang sangat otoriter kala itu.

***

Kongres KPI yang pertama di Jogyakarta, pada  14-17 Desember 1998 mendeklarasikan 15 presidium yang mewakili sangat beragam kelompok kepentingan perempuan. Antarini Arna sebagai koordinator presdiun Nasional, dan Nursyahbani Katjasungkana sebagai sekretaris Jenderal. Nanti pada kongres ke II yang diselenggarakan pada Januari 14–18 2005 di Jakarta, memilih Kak Zohra Andi Baso sebagai Koordinator Presidium Nasional yang sebelumnya sebagai anggota, dan Masruchah sebagai Sekretaris Jenderal KPI.

Melihat dari beragam organisasi yang digelutinya, pemihakannya pada kelompok-kelompok masyarakat yang terpinggirkan dalam durasi waktu yang cukup panjang, maka tidak terlalu berlebihan bila kami menganggapnya sebagai perempuan tangguh yang menghabiskan usianya untuk semua gerakan yang dianggapnya jalan kebenaran. Semoga beliau diberi jalan yang lapang di sisi Tuhannya. Oleh seorang perempuan tangguh lainnya dari negeri nun jauh, pernah menyampaikan pesan indah tentang gerakan kemanusiaan penuh cinta, Bunda Tresa, “Berbuatlah mesti dengan hal-hal kecil untuk kemanusiaan dengan cinta yang besar”

 


Sumber gambar: Pojoksatu.id

  • Pagi masih buta, saya sudah dijemput oleh mobil angkutan langganan, yang akan membawa balik ke Makassar, setelah berakhir pekan di Bantaeng. Entah yang keberapa kalinya saya melakukan perjalanan ini, yang pasti, saya lebih banyak menggunakan angkutan umum, setelah saya kurang kuat lagi naik motor. Waima begitu, semuanya berjalan lancar, dengan mengeluarkan uang sewa sebesar empat…

  • Manusia hakikatnya tidak dirancang untuk mengerti perpisahan. Manusia hanya mahluk yang mengambil resiko berpisah karena suatu pertemuan. Begitulah alam bekerja, juga di kelas menuli PI. Kemarin pertemuan 13. Tak ada yang jauh berbeda dari biasanya. Kawankawan membawa tulisan, setelah itu sesi kritik. Hanya saja sudah tiga minggu belakangan kuantitas kawankawan pelanpelan menyusut. Barangkali banyak soal…

  • Setiap  keluarga,  mestinya punya  ritus. Ritual yang bakal menjadi tali pengikat untuk merawat keawetan kasih sayang, solidaritas, kekompakan dan tenggang rasa. Dan, setiap keluarga boleh memilih dan menentukan jenis ritus-ritusnya. Waima ritus itu biasanya terkait langsung dengan aktivitas keagamaan, namun dalam sebuah keluarga yang telah mementingkan suasana spiritual, maka apapun geliatnya, selalu berkonotasi spiritualitas. Demikian…

  • Scribo Ergu Sum—Aku Menulis, Aku ada (Robert Scholes) Kelas menulis sudah sampai pekan 12.  Sampai di sini kawankawan sudah harus memulai berpikir ulang. Mau menyoal kembali hal yang dirasa juga perlu; keseriusan. Keseriusan, kaitannya dengan kelas menulis, saya kira bukan perkara mudah. Tiap minggu meluangkan waktu bersama orangorang yang nyaris sama kadang tidak gampang. Di sana akan banyak kemungkinan, bakal banyak yang bisa terjadi sebagaimana lapisan es di kutub utara mencair akibat global warming. Di situ ikatan perkawanan bisa jadi rentan musabab suatu soal sepele misalkan perhatian yang minim, perlakuan yang berlebihan, atau katakata yang menjemukan, bisa mengubah raut wajah jadi masam. Makanya di situ butuh asah, asih, dan tentu asuh. Agar semua merasai suatu pola ikatan yang harmonik. Sehingga orangorang akhirnya bisa membangun kesetiaan, tentu bagi keberlangsungan kelas literasi PI. Begitu juga diakhir pekan harus menyetor karya tulis dengan kemungkinan mendapatkan kritikan, merupakan juga aktifitas yang melelahkan. Menulis, bukan hal mudah di saat dunia lebih mengandalkan halhal instan. Menulis butuh kedalaman dan waktu yang panjang. Menulis membutuhkan daya pikiran dan pengalaman yang mumpuni agar suatu karya layak baca. Karena itu kawankawan harus punya persediaan energi yang banyak. Biar bagaimana pun tujuan masih panjang, bahkan tak ada terminal pemberhentiaan. Walaupun tujuan selama ini hanya mau menghadirkan penulispenulis handal. Akibatnya hanya ada satu cara biar punya stamina besar; rajin bangun subuh. Saya kurang yakin apakah memang ada hubungan antara keseriusan dengan bangun di waktu subuh? Tapi, sampai pekan 12, keseriusan itu mesti terwujud di dalam karya kawankawan. Keseriusan yang mau membina diri. Keseriusan memamah berbagai bacaan, mau melibatkan diri di berbagai forum diskusi, dan banyak berlatih menulis. Kalau tiga hal ini disiplin dilakukan, saya harap dari komunitas sederhana kita bisa tumbuh orangorang yang tulisannya bakal ditunggu kedatangannya. Belakangan cara kita membangun komitmen sebagai penulis pemula ditandai dengan menerbitkan blog pribadi. Hal ini satu kemajuan menyenangkan sekaligus menyakitkan. Blog itu semacam buku harian. Akan membahagiakan jika di situ kawankawan rajin mengisinya dengan berbagai tulisan. Melihatnya dibaca banyak orang pasca diterbitkan. Juga melihatnya dapat membuat orang senang membacanya. Menulis begitu menyakitkan karena prosesnya sama dengan kelahiran seorang anak. Di situ ada ide yang dikandung, tersedimentasi sekaligus. Akibatnya, tiap tulisan dirasa punya masa kandungan. Kapan dia lahir tergantung lamanya waktu di dalam kandungan. Tulisan sebagaimana takdir sang anak, tak bisa dipaksakan…

  • Salah seorang putri saya,  yang masih duduk di sekolah menengah pertama, mengenakan seragam porseninya, T-Shirt yang bertuliskan Exiurose. Semula saya menduga itu adalah suatu slang yang belum ramah di pengetahuan saya. Maklum saja, anak-anak muda sekarang cukup kreatif melahirkan istilah-istilah baru. Rupanya, Exiurose adalah kependekan dari Experience of Our Purphose, yang dimaknakan kurang lebih, pengalaman…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221