Keletah Saat Wabah

Akhirnya apa yang saya khawatirkan terjadi. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeluarkan pernyataan sikap terkait keterbatasan Alat Pelindung Diri(APD). Banyak pihak mendukung. Tidak sedikit juga jadi bingung dengan itu.

Seperti telah saya tulis (secara tersirat), problem terbesar dalam dunia kesehatan kita adalah infrastruktur pendukung. Makanya kata “keterbatasan” dalam beberapa tulisan, saya masukkan. Itu baru sebagian kecil. Masih banyak persoalan lain menghantui. Termasuk juga suprastruktur dalam dunia kesehatan di Republik ini.

Ambillah contoh jumlah rasio dokter dan penduduk di Indonesia. Dalam sebuah wawancara pada salah satu media cetak tiga tahun silam, anggota DPR RI (Partai GOLKAR) mengatakan; antara banyaknya dokter dan jumlah penduduk (calon pasien), terjadi ketidak-seimbangan. Ditambahkan juga, perbandingan ideal antara dokter seharusnya 1:1000. Fakta di lapangan satu orang dokter kita hanya sanggup melayani sebanyak dua ribu lima ratus orang. Jumlah ini diperparah dengan kecendrungan tenaga medis bidang kuratif/rehabilitatif ini, lebih banyak berada di kota dibanding desa. Meskipun, tidak sedikit kebijakan sudah lahir dari pemerintah daerah dalam rangka mengatasi jumlah jomplang dokter di desa dan kota, Tetap saja pilihan para dokter untuk di Kota, lebih besar.

Ah, sialan.

Antara APD dan kecendrungan dokter untuk mengais rejeki di Kota (saja) memang tidak berhubungan secara langsung. Satu yang pasti, kedua hal itu secara nyata memberi gambaran kepada kita; ada masalah dengan sistem kesehatan yang berlaku di Indonesia.

Apalagi jika kita hubungkan dengan kondisi penyebaran wabah belakangan ini. Kepanikan menjalar laiknya bunga Bugenvil. Indah, merambat, tapi menjadi keras batangnya saat sudah tua. Tidak terkecuali pada tenaga kesehatan kita. Lebih-lebih terkait APD. Yang menjadi salah satu poin penting dari pernyataan sikap tersebut.

Sejak hari pertama pengelola negara bersatu padu menyatakan perang terhadap Korona dan berjibaku  menghilangkannya dari bumi Pertiwi dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, persoalan pemenuhan APD sudah mencuat. Teristimewa untuk daerah yang berpotensi penyebaran terinfeksi cepat. Kota besar, jalur transportasi lancar dan beragam, serta tingkat kepadatan tinggi adalah cirinya.

Di lain pihak, tidak sedikit yang telah menyadari itu. Urunan menjadi pilihan solusi. Lihat saja bagaimana upaya beberapa orang hebat dalam melakukannya. Meski ada juga dari mereka bukan berlatar kesehatan. Untuk ini, saya sangat salut dengan semangat positif mereka.

Namun apa lacur, penyebaran semangat positif ini, belum mampu jadi jalan keluar keterbatasan APD. Sampai-sampai, saat negara dalam keadaan genting, organisasi profesi yang berdiri sejak 1950 ini mengeluarkan pernyataan sikap (per tanggal 27 Maret 2020). Bahkan mereka menggandeng empat organisasi profesi (sekaligus) sejawat mereka. Meskipun yang tanda tangan hanya perwakilan IDI (saja). Satu bagian dari pemikiran saya coba mengira-ngira surat pernyataan tersebut; sejak kapan IDI menjadi pemimpin dari empat organisasi profesi tersebut? Entahlah.

Kita kembali pada kondisi hari ini dan surat pernyataan tersebut. Meskipun saya akui bahwa keterbatasan (APD) akan muncul sebagai masalah, pernyataan sikap tersebut sangat disayangkan.

Saya paham kekhawatiran tersebut adalah upaya pencegahan diri sendiri, terutama bagi mereka yang menempati “garda terdepan” perang terhadap Korona, tapi, apakah dengan begitu pemenuhan APD jadi terwujud? Saya kira tidak juga. Ketersediaan APD saat ini, terutama di Indonesia memang masih jadi masalah. Tapi, saya kurang yakin jika sedemikian parah terbatasnya APD menjadi latar keluarnya surat pernyataan. Bukankah sudah seperti jamur upaya bahu-membahu dari banyak pihak untuk mengatasi itu? Mulai dari arahan, imbauan, pesan bergambar, hingga dorongan untuk tidak panik membeli APD bagi yang awam dalam suasana pembatasan (aktifitas) fisik ini, sudah dilakukan. Belum lagi, pengelola negara sedang berjuang. Dan, memasukkan pemenuhan APD di dalamnya?

Kami, sebagai orang kebanyakan tentu menjadi bingung, khawatir, dan takut. Apalagi ikatan profesi yang (katanya) tergabung dalam pernyataan sikap tersebut adalah mereka yang dipercaya mampu jadi penentu menang-kalahnya Republik ini dalam pertarungan melawan COVID-19. Jika betul mereka akan melakukan mogok, pada siapa lagi kita bisa menaruh harapan pada kemenangan ini.

Sampai pada titik ini, saya menyayangkan keluarnya surat pernyataan ini. Saat semua pihak satu gendang sepenarian dalam orkestra perang bela negara, surat pernyataan ini muncul. Laiknya penari lupa gerakan atau pemusik bermain sendiri, surat pernyataan tersebut cukup mengganggu indahnya penampilan di atas panggung.

Semoga surat pernyataan ini hanya keletah saja. Karena jika selain itu, sangat menyesal saya telah memandikan mereka dengan puja dan sanjung pada waktu lalu.

Ah, semua sama saja. Masih suka cari perhatian. Mirip barisan para mantan.

 

Sumber gambar: KabarOnline.Com

 

 

  •   Iseng-iseng mengintip akun Instagram AMI Awards, yang baru-baru ini mengumumkan nominasi AMI Awards 2020 di salah satu stasiun TV swasta. Ternyata, untuk kategori Album Terbaik Terbaik, Sahabat Noah (sebutan untuk fans Noah) dan Isyananation (sebutan untuk fans Isyana Sarasvati) berdebat hebat tentang album siapa yang pantas mendapatkan penghargaan bergengsi itu. Apakah Lexicon-nya Isyana atau…

  • Pandemi yang berlangsung di Indonesia ibarat malapetaka yang datang tanpa disangka-sangka, sudah 8 bulan lamanya pandemi ini berlangsung. Setiap hari menghantui masyarakat perkotaan hingga ke pelosok negeri. Perlahan dengan pasti mengikis sendi-sendi pertahanan di negara ini. Dampak yang ditimbulkan selama masa pandemi merambah ke berbagai bidang yakni, bidang ekonomi, sosial, kesehatan, dan bidang pendidikan. Masyarakat…

  •   Jumat berkah, adakah? Jelas ada. Paling tidak saya sudah membuktikannya. Tatkala saya bertanya pada penunggu salah satu warkop sederhana, tapi punya jaringan internet. Ia menjawab, “jumatberkah, tanpa spasi dan huruf kecil semua,” sebagai sandi, jika ingin berinternet ria. Cuman, uniknya warkop ini, pemiliknya nyaris setiap hari mengganti sandi. Mungkin karena terlalu sering anak-anak berkerumun…

  •   Di India, jika Anda terlahir dari keluarga kasta rendah sudah pasti hidup anda bakalan nahas. Peluang hidup sejahtera, terlebih lagi bahagia, besar kemungkinan tidak bakal Anda alami. Di sekolah, anak Anda kesulitan belajar karena berkasta Sudra, sama seperti betapa susahnya Anda memperbaiki tangga nasib hanya karena sehari-hari Anda bekerja sebagai tukang bersih-bersih. Kehidupan ekonomi…

  •   Saffana Mustafani, Saffana berarti mutiara, dan Mustafani berarti yang terpilih. Rangkaian nama itulah yang kami pilihkan untuk dilekatkan sebagai identitas namamu. Tentu saja dengan harapan engkau akan tumbuh menjadi pribadi seindah mutiara serta memiliki akhlak seagung Rasulullah Saw, Sang Mustafa. Alhamdulillah hingga detik ini harapan itu tetap tertanam dengan kuat dalam hati dan benak…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221