Menyentuh Hati Remaja

Dalam suatu diskusi di hadapan beberapa pasang mata orangtua, seseorang mengajukan satu pertanyaan, “Bagaimana agar anak-anak mereka di rumah mau mendengarkan kata-kata orangtuanya?” Sebentuk kegundahan yang umum kita jumpai menghinggapi hati dan benak banyak orang dewasa selama ini. Dalam usaha mencari jawabannya, orangtua telah mencoba berbagai trik dan metode pendekatan yang diperkirakan akan efektif memberikan hasil. Ada yang gagal total, ada yang berhasil di awal, namun tidak berumur panjang, ada pula yang telah membuktikan keberhasilannya dalam jangka panjang. Bagi kelompok terakhir patutlah bersyukur karena telah berhasil mengatasi masalahnya dengan cara yang ia yakini keampuhannya. 

Hal terberat yang mesti kita pikul pada masa ini, orangtua membesarkan anak dipenuhi dengan persaingan dari pelbagai penjuru. Mereka bukan satu-satunya suara Tuhan yang harus didengarkan di bumi ini. Tuah mereka tidak lagi sama dengan masa dulu sewaktu mereka masih kanak-kanak. Kini, berbagai jenis media telah mengepung di sana-sini, hidup berdampingan siang dan malam dengan anak-anak. Mulai bangun hingga tidur kembali. Media maya yang telah membungkam dan mencocok hidung mereka, yang tanpa sadar meniru dan mengikuti segala yang mereka saksikan setiap saat nyaris tanpa jeda. Hubungan orangtua-anak tinggal berbatas hak dan kewajiban saja. Sebagai orangtua, mereka mampu memenuhi hak anak namun sebatas fisik dan lahiriah saja. Rumah tempat berteduh, pakaian, makanan, kesehatan fisik, dan sesekali hiburan. Sebagai anak pun seperti itu. Bersekolah, membantu pekerjaan rumah sehari-hari, diceramahi, disuruh, dan dimarahi. Ikatan yang terjalin di antara keduanya tampak sejuk namun sesungguhnya meranggas.

Sampai batas usia tertentu, hubungan ini akan cenderung lancar, karena tingkat kepatuhan anak masih tinggi. Sebab segala kebutuhannya masih harus mengandalkan uang dan keterlibatan orangtua. Sehingga tanpa kepatuhan, hidup anak akan sangat berisiko berkekurangan. Tetapi ketika usianya mulai menginjak remaja, seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman yang ia lalui, sikap kritis dan ingin tahunya pun akan semakin besar. Mereka bahkan sudah cenderung suka memberontak terhadap segala tatanan yang tidak sesuai dengan pemahamannya. Sampai di sini, apakah orangtua sudah mempersiapkan semua kemungkinan tersebut? Kemungkinan anak-anak akan memalingkan wajah ke dunia lain yang penuh pesona dan daya tarik? 

Jika bersaing dengan teknologi manusia tentu akan kalah telak. Sementara manusia adalah pencipta semua kecanggihan tersebut. Olehnya itu hindari bermain di ranah yang sama dengan yang bisa diberikan oleh dunia teknologi. Manusia perlu melakukan hal-hal berbeda yang tidak mampu dilakukan oleh dunia digital dengan memberikan sentuhan pada hati dan jiwa mereka. Sebuah kutipan yang menarik untuk dicermati dari buku Cara-Cara Efektif Mengasah EQ Remaja, hal 32:

“Masa yang paling sarat tuntutan adalah ketika kita menjadi orangtua seorang remaja. Barangkali, satu-satunya hal yang lebih sulit adalah menjadi remaja itu sendiri! Dewasa ini, pengaruh dan sumber gangguan terhadap mereka semakin banyak. James Comer, M.D., pendidik terkemuka dan penulis Waiting for a Miracle: Schools Can’t Solve Our Problems, but We Can, mengamati bahwa belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah manusia, begitu banyak informasi sampai langsung kepada anak-anak tanpa melalui saringan orangtua. Ini berarti bahwa orangtua sekarang menghadapi persaingan berat untuk mendapatkan perhatian anak-anak. Dan usaha kita untuk memengaruhi mereka terus-menerus dilemahkan oleh banyak pesan yang mendorong mereka bertindak dan berpikir lain dengan yang kita inginkan.”

Di tengah dua kekuatan tarik-menarik antara suguhan media yang terus-menerus tanpa henti akan meningkatkan daya pikatnya dengan kekuatan pengaruh orangtua dan rumah yang seharusnya menjadi tempat berpijaknya. Jika pondasinya lemah, maka ia akan mudah jatuh dan terperosok ke dalam jurang yang menganga lebar setiap saat. Jauh lebih sulit untuk menariknya keluar.

Sebagai orangtua, banyak keterampilan yang perlu dimiliki untuk bisa menarik minat dan perhatian mereka. Di antaranya adalah cara kita berkomunikasi sehari-hari dengan mereka memegang peranan sangat penting. Ia harus dipelajari, dilatih, dan akhirnya menjadi sebuah kebiasaan baik sehari-hari. Namun ada satu bagian penting yang semestinya menjadi dasar dari banyak hal baik yang perlu dikembangkan, yakni kesediaan orangtua dalam menerima dan merangkul anak-anak remaja mereka  dalam situasi apa pun. Sebuah sikap yang tampak sepele tapi sangat besar pengaruhnya pada kepercayaan diri anak. Anak-anak yang memiliki rasa percaya diri yang baik tidak akan mudah terombang-ambil dalam pusaran pergaulan yang membahayakan, karena mereka akan berani memutuskan dan menolak pengaruh buruk lingkungan dan pergaulan dalam situasi bagaimanapun jua. 

Sentuhlah hati mereka dengan hati pula. Karena gaungnya akan menggema melintasi lorong dan menembus dinding berbatu sekalipun.

  • Lisan Sebuah getaran keluar dari mulut Dari leher turut decak yang ingin meluap Menggemakan wicara bak pesulap Tadinya dia hanya gesekan paruh dan rongga, Kemudian terluah dalam bahasa Kini gelombang punya rona Sama ketika frekuensi mencipta bahasa pesona Aku ringkih mendengar sebuah suara Pagut memagut, mesti takut Memaksa ikut Itulah lisan yang nista Mencuri hati…

  • Saya lagi mendaras bukunya Taufik Pram, yang bertajuk  , Hugo Chaves Malaikat Dari Selatan. Lalu saya begitu terpesona pada Chaves, yang  menurut  buku ini, “Hugo Chaves adalah pemimpin yang suka membaca. Dari barisan kata-kata yang berderet rapi di dalam sebuah buku itulah dia tahu ada yang salah dengan dunia yang didiaminya. Kesalahan yang dibiarkan langgeng…

  • Harus saya akui, kali ini redaksi Kala teledor soal cetakan edisi 10. Di terbitan tertanggal 27 Maret itu, judul kolom khusus kepunyaan Sulhan Yusuf salah cetak. Tulisan yang seharusnya berjudul Arsene, Arsenal, dan Arsenik, malah jadi Arsene, Arsenal, dan Arsenal. Ini gawat, malah justru fatal. Saya kira, di sini harus diakui, redaksi Kala belum punya…

  • Pada penghujung putaran kompetisi sepak bola di daratan Eropa, bulan Maret 2016 ini, salah satu klub sepak bola ternama, Arsenal yang bermarkas di London Utara, Inggris, negeri leluhur asal muasal sepak bola modern mengalami nasib yang kurang beruntung. Arsenal, yang dimanejeri oleh Arsene Wenger -yang digelari Profesor- pelatih berkebangsaan Perancis, sesarinya adalah satu-satunya klub yang…

  • Parasnya lelah. Mukanya sendu, keringatnya cucur. Di penghujung pukul sembilan malam suaranya berubah parau. Awalnya, perempuan ini bersemangat memimpin forum. Namun, waktu berderap, energi banyak dikuras, forum masih panjang. Di waktu penghabisan, Hajrah merapal karya tulisnya. Kali ini gilirannya. Satu persatu huruf diejanya. Tulisannya agak panjang. Kali ini dia menyoal masyarakat tanpa kelas perspektif Marx.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221