Kader Promkes dan Pentingnya Literasi dalam Penanganan Covid-19

Membaca buku Kader Promkes untuk Literasi Kesehatan terbitan Liblitera membuat saya sadar, jika ada hal yang selama ini luput dari pembicaraan tentang isu Covid-19. Yakni peran kader promkes (promosi kesehatan) dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pola hidup bersih dan sehat (PHBS), khususnya dalam penanganan Covid-19.

Buku hasil gotong royong Boetta Ilmoe dan Dinas Kesehatan Bantaeng itu seperti jendela bening dan bersih yang memperlihatkan dengan jelas, peran penting kader promkes dalam membuka cakrawala berpikir masyarakat tentang vaksinasi dan pola hidup sehat untuk meminimalkan penularan Covid-19.

Selama ini kita sibuk saling menyalahkan atas semua keadaan terpuruk akibat makhluk renik mematikan ini. Namun lupa bahwa, ada kelompok orang memilih aksi nyata dalam menyelesaikan problem yang telah melanda dunia selama dua tahun ini. Mereka ke desa-desa terpencil,  menghadapi bebalnya masyarakat, semata-mata untuk meningkatkan literasi kesehatan masyarakat agar terhindar dari penyakit, terutama Covid-19.

Membaca buku ini membuat keadaan emosi saya campur aduk. Sesekali tersenyum, sesekali mengernyitkan dahi, dan sesekali bersedih atas lelahnya perjuangan para kader promkes Bantaeng dalam merevolusi mental masyarakat tentang kesehatan. Hal tersebut sekaligus menjadi penegasan jika Bantaeng memiliki kader promkes yang tangguh, telaten, dan berintegritas.

Pun melalui buku ini, kita mendapatkan satu poin penting: peran literasi tak bisa diabaikan dalam penanganan Covid-19. Secanggih apapun strategi dan teknologi medis untuk menghadapi Covid-19. Semua itu tidak berguna jika masih banyak masyarakat yang tidak percaya keberadaan mikroorganisme ini. Semua itu tidak ada artinya jika banyak masyarakat enggan mematuhi protokol kesehatan, enggan disuntik vaksin, dan meremehkan kondisi kesehatannya sendiri.

Selama dua tahun Covid-19 menyusahkan masyarakat dunia, saya akhirnya menyadari, hal yang paling sulit dihadapi di masa krisis adalah mentalitas manusia. Mudah terprovokasi dan dimanipulasi. Tapi susah sekali disembuhkan. Fenomena demikian nampak jelas selama wabah Covid-19 berlangsung.

Di awal Covid-19 mewabah di Indonesia, berita provokatif, hoaks, dengan segala teori konspirasi yang mengikutinya, juga sudah bermunculan. Informasi demikian sangat mudah dipercaya oleh masyarakat. Sekali terjangkit, sangat susah dibersihkan dari kesadaran masyarakat. Akhirnya banyak masyarakat yang menolak vaksin, tes antigen, enggan menerapkan 3 M, bahkan tak meyakini keberadaan Covid-19 karena terhasut oleh informasi hoaks.

Keadaan tersebut memberi dampak besar bagi suksesi penanggulangan Covid-19. Sejauh yang saya ketahui, berdasarkan pengalaman observasi saya dalam mengamati fenomena Covid-19,  penanganan virus tersebut terhambat karena sulitnya mengedukasi masyarakat tentang bahaya Covid-19, pentingnya vaksin, dan menjaga protokol kesehatan. Karena ada semacam krisis kepercayaan terhadap hal ikhwal terkait Covid-19, yang sedikit banyak terbentuk akibat informasi abal-abal yang mereka konsumsi di ruang digital.

Meski sulit mengubah mindset masyarakat mengenai Covid-19. Bukan berarti tidak mungkin. Covid-19 dapat ditangani dengan vaksin. Sementara virus hoaks dapat ditangani dengan literasi. Olehnya itu peran kader promosi kesehatan (promkes) tak bisa disepelekan dalam penanganan Covid-19. Bahkan, memberi sumbangsih yang besar dalam penanganan Covid-19 jika literasi kesehatan yang mereka perjuangkan berjalan efektif.

Hal tersebut terlihat jelas dalam buku ini. Bagaimana para promkes tak hanya menginformasikan tentang pola hidup sehat, namun juga berjuang memperbaiki pola pikir masyarakat tentang Covid-19, meski mereka dituding main proyek, dianggap menjadikan penyuluhan Covid-19 sebagai ladang uang.

Beberapa kader promkes dalam kisah yang ditulisnya, menceritakan tentang keadaan masyarakat yang tak percaya Covid-19 hingga terang-terangan menolak vaksin. Namun dengan cara yang humanis, pelan demi pelan kader promkes berhasil membangun pola hidup sehat masyarakat Bantaeng.

Tudingan miring atas fungsi dan peran kader promkes tak menyulutkan semangat mereka dalam membangun literasi kesehatan masyarakat. Yah, kita tahu, setiap perjuangan selalu ada aral melintang yang menghadapinya di tengah perjalanan. Jika para kader promkes berhasil melewati ujian itu, maka kita patut bertepuk tangan atas perjuangan mereka dalam membantu membantu penanganan Covid-19: kontribusi yang tak bisa disepelekan.

  • Ketika bersepakat akan memiliki anak. Pasangan saya sudah jauh-jauh hari memikirkan pendidikan anak. Ia hendak menabung, bahkan ketika si calon murid ini belum ditiupkan roh oleh Tuhan. Pengalaman bertahun-tahun sebagai kepala sekolah di homeschooling, bertemu dan mendengar kisah anak-anak yang ‘terluka’ akibat sekolah, membuatnya skeptis terhadap pendidikan di sekolah formal. Ia tidak ingin kelak anak…

  • Gattaca sebuah cerita lama. Sebuah fiksi ilmiah yang dirilis 1997. Anredw Niccol sang sutradara seperti sedang meramal akan masa depan. Melalui aktor Ethan Hawke berperan sebagai Vincent,  Niccol ingin menggambarkan masa depan manusia. Masa depan genetika yang bisa direkayasa. Gattaca film yang bercerita tantang Vincent yang terlahir tak sempurna. Gennya mengalami cacat sejak lahir. Tak…

  • Cadarmu menyembunyikan rahasiamu. Menyembunyikan siapa dirimu. Cadarmu menyamarkan dirimu dengan teka-teki yang tersisa bagi diriku. Berlapis-lapis cadarmu yang tak berbilang menguliti lapisan upayaku menggapaimu hingga terhempas pada ketakberdayaan dan kenisbian. Kehabisan napas, kehabisan darah, kehabisan nyawa. Telah sirna segala yang ada pada diriku ditelan upaya, namun lapis-lapis cadarmu belum jua tersibak tuntas. Cadarmu telah banyak…

  • Jelang salat Zuhur di satu masjid, saya bersua dengan seorang kepala desa, yang pasangannya menjabat komisioner KPUD. Iseng-iseng saya bertanya, “Kapan lebaran Pakde?” Sembari tersenyum ia berujar, “Nyonyaku sudah lebaran besok, Jumat. Ia sudah izin ikut penetapan Majelis Tarjih Muhammadiyah. Kalau saya menanti pengumuman pemerintah, kemungkinan Sabtu.” Saya segera bisa memahami pasutri tersebut. Maklum saja,…

  • Meniada artinya menjadi tiada, mengakui ketiadaan diri, atau menerima bahwa diri seseorang bukan saja tidak berharga namun memang tidak ada. Bukan sesuatu yang mudah untuk merendahkan diri, apatah menyatakan ketiadaan diri. Namun dalam khazanah para pejalan menuju Tuhan diskursus tentang eksistensi manusia seperti ini sudah cukup akrab. Beratnya pengakuan ketiadaan diri sangat terasa di kalangan…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221