VoB: Melawan dan Berpihak Lewat Suara Berisik Musik Metal

God, Allow me (Please) to Play Music. Demikian judul lagu utama Voice of Baceprot (VoB), band metal asal Garut yang beranggotakan tiga perempuan berhijab: Firdda Marsya Kurnia (vokal dan gitar), Widi Rahmawati (bass), dan Euis Siti Aisyah (drum).

Dalam lagu tersebut, “god, allow me please to play music” diucapkan sebanyak delapan kali oleh Marsya. Seperti menyiratkan sebuah tekad dan permohonan tulus kepada Tuhan, meski disampaikan dengan cara yang aneh: Berdoa meminta restu bermain musik sambil diiringi keberisikan total progressive metal.

Tiga gadis umur 20-an tahun itu memang punya cerita yang cukup miris mengenai penerimaan masyarakat terhadap hobi mereka. Hidup di lingkungan masyarakat yang konservatif, membuat mereka mendapatkan banyak stigma buruk saat menekuni dunia musik cadas.

Akidah mereka sebagai anak madrasah mulai dipertanyakan, dianggap tidak bermoral, musikalitasnya dicibir, hingga pernah diperlakukan kasar secara fisik. Lingkungan keluarga yang tidak merestui pilihan hidup mereka sekaligus memperkeras dinding penghalang untuk berkarir di industri musik.

Mereka cerita atau tidak, kita pasti akan mafhum, jika perempuan berhijab yang bermain musik cadas adalah anomali bagi sebagian masyarakat muslim di Indonesia. Hijab, perempuan, dan musik metal hingga saat ini masih dianggap sebagai dua hal yang bertentangan.

Musik metal yang maskulin dianggap tidak cocok ditekuni oleh perempuan yang feminim. Sementara hijab sebagai identitas muslimah mustahil dipadukan dengan musik metal yang haram. Namun, secadas-cadasnya musik metal yang mereka ciptakan, prinsip dan pendirian mereka jauh lebih keras lagi.

Hati yang keras itu bukan sekadar ego anak-anak yang tak mau diatur. Namun sepertinya buah dari gagasan dan pikiran yang cukup matang. Berdasarkan foto-foto di Instagram Marsya, sang vokalis ternyata pembaca yang tekun dan meminati karya tokoh feminis Nawal El Sadaawi. Tak heran jika lirik-lirik lagu VoB tak hanya mengandung perasaan dan pengalaman personal, namun juga gagasan.

Saya tak tahu apakah Widi dan Siti punya tradisi yang sama dengan Marsya. Namun, kesatuan visi dan kesepahaman dalam pemikiran dari ketiganya, mungkin saja terjalin karena adanya tradisi intelektual yang berkembang di lingkungan pergaulan mereka. Meskipun hingga saat ini, saya masih bingung dari mana tradisi intelektual itu dan dengan siapa mereka bergaul.

Terlepas dari itu, pada akhirnya VoB tetap lanjut meski harus melewati banyak rintangan. Pelan demi pelan VoB menanjaki karir di industri musik. Hingga “God, Allow me (Please) to Play Music” lahir. Berharap Tuhan mengizinkan menekuni dunia musik, sekaligus menjadi suara berisik untuk melawan stigma dan diskriminasi terhadap perempuan. Gagasan kritis mereka terus berlanjut di lagu-lagu lainnya seperti “ School Revolution”, “(Not) Public Property”, dan “The Other Side of Metalism”.

Entah mereka sadar atau tidak. Namun cara berdoa mereka yang aneh dalam “God, Allow me (Please) to Play Music” ternyata belum ada apa-apanya dibanding cara Tuhan yang tak terduga dan di luar nalar dalam mengabulkan keinginan umatnya. Usaha mereka diijabah. Lingkungan keluarga masing-masing personil VoB mulai menerima pilihan hidup mereka. Masyarakat pun mulai simpati, empati, dan antusias menerima kehadiran mereka di dunia musik cadas. VoB bahkan sudah punya fanbase garis keras: Balaceprot.

Sebab, Ketiga anak muda itu bisa membuktikan jika mereka bisa sukses meniti karir di industri musik. Lagu-lagu mereka cukup laris di platform digital. Kesempatan manggung di beberapa konser dan tur Eropa semakin menggaungkan nama VoB baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kini, bocah metal itu bisa menghasilkan uang dan membanggakan orang tuanya.

Pun, keterampilan bermusik yang tidak ecek-ecek membuat masyarakat terpesona dan akhirnya mulai menerima keberadaan VoB. Tapi kita tahu, setiap orang tak bisa menyenangkan semua pihak. Di tengah popularitas yang meroket, tetap saja ada kalangan yang masih belum siap menerima perempuan berhijab bermain musik metal.

Justru karena itu, VoB lahir menciptakan karya bukan sekadar sebagai seni. Namun juga sebagai jalan politik. Melalui musik metal, VoB melawan stigma dan diskriminasi. Pun, melalui musik metal, VoB menyuarakan keberpihakannya terhadap perempuan dan orang-orang yang tersingkirkan karena dianggap berbeda.

Suara berisik VoB yang berbunyi dari panggung ke panggung bukan sekadar membuat penonton jingkrak-jingkrak. Namun juga sebagai tinju untuk menghancurkan belenggu patriarkisme yang mengekang perempuan, dan sebagai aksi pembelaan terhadap orang-orang yang terpinggirkan. Pada akhirnya, VoB memandang musik sebagai alat pembebasan.

  • Sewaktu putri pertama kami berusia tiga tahun, ia mengalami serangan kegagapan dalam berbicara. Ia aslinya ceriwis, banyak tanya, bahkan banyak mempertanyakan segala sesuatu yang ia lihat aneh atau tidak sesuai dengan pemahaman yang ada di kepalanya. Misalnya kenapa tante A begini, sedangkan tante B begitu. Kenapa teman-temannya memanggil orangtuanya dengan bapak dan ibu, sementara ia…

  •   Iduladha memiliki makna kembali berkurban, ditandai dengan penyembelihan sejumlah hewan ternak sebagai simbol pengorbanan seseorang. Kurban dan korban berbeda menurut KBBI. Kurban diartikan persembahan kepada Allah seperti biri-biri, unta, dan sebagainya yang biasa dilakukan saat lebaran haji. Sedang arti korban adalah pemberian untuk menyatakan kebaikan, kesetiaan, dan sebagainya. Makna lainnya, orang/binatang yang menderita/mati akibat…

  • Tradisi nyekar merupakan laku purba pada sebagian besar masyarakat kita. Tradisi ini makin kuat pengaruhnya manakala dotrin agama ikut menguatkan.  Di sebagian masyarakat, utamanya di kampung-kampung menjadikan nyekar sebagai wahana memelihara kualitas spritualitas, tentu dengan ragam ritual di dalamnya. Tradisi  berabad-abad lamanya ini, sudah menjadi denyut kehidupan masyarakat kita, hingga dipercaya membawa keberkahan hidup. Dari…

  • Ada apa dengan perempuan menulis? Apakah ada sesuatu yang istimewa? Dalam pemahaman saya, potensi laki-laki dan perempuan dalam hal kemampuan menulis itu sama saja. Meskipun budaya dan lingkungan setempat tetap berpengaruh pada seberapa pesat berkembangnya potensi tersebut. Bersyukurnya saya termasuk kelompok penganut paham “senang bergerak dengan semangat yang ada di dalam diri, tidak mau dipengaruhi…

  • Kemarin Pancasila dirayakan kelahirannya. Begitulah kebiasaan sebuah bangsa yang gemar dengan seremonial. Segalanya mesti dirayakan, meskipun seringkali tampak kering makna. Sebetulnya tidak salah, namun persoalannya setelah perayaan itu segalanya kembali ke setelan pabrik “lupa pancasila”. Faktanya kita mesti terus terang mengakui bahwa Pancasila seringkali kalah dihadapan kekuasaan, kapital, korupsi, intoleransi, kekerasan, perusakan alam, dan beragam…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221