Lelaki Labu

Seorang lelaki yang telah lama hidup sendiri sangat gemar memakan labu kuning. Aneka jenis hidangan selalu ada unsur labu yang ia masukkan. Seperti sayur, sup, jus, kue maupun roti. Suatu waktu ia harus meninggalkan rumahnya di desa dan memulai hidup baru di kota seberang. Harta yang ia miliki hanyalah rumah dan labu-labunya. Rumahnya pun sudah terlampau tua bahkan nyaris ambruk, namun untuk merenovasi rumah tersebut ia tak mampu. Maka ia pun meninggalkan rumahnya itu. Sebagai rasa terima kasih kepada desanya, pekan berikutnya ia sudah memanen seluruh labu di kebunnya, dan membagikan kepada para penduduk desa. Dan yang ia bawa ke kota hanyalah biji labu, sebagai bekal kehidupannya yang baru.

Setibanya di kota seberang, lelaki tersebut mencari lahan yang bisa ia huni sekaligus bisa dipakai untuk menanam biji-biji labunya. Lucunya, labu kuning itu bisa beraneka rasa. Tergantung bagaimana emosi lelaki itu. Jika saat ditanam dengan perasaan gembira, maka akan manis hasilnya. 

Seperti salah satu kisah antara ia dan labunya, ia mendapat yang manis. Betapa beruntungnya! Karena labu tersebut ditanam ketika ia sangat gembira merayakan hari lahirnya. Waktu itu hujan turun dengan lebat, setelah berhari-hari tidak turun hujan. Segera ia menyambut hujan yang turun dengan menyiapkan bak-bak penampungan airnya untuk penyiram tanamannya nanti. Ia kemudian membuat teh hangat di tungku sembari mengambil roti kering di lemarinya. Aroma tanah, udara yang dingin, suara gemuruh hujan dan hangatnya tungku membuat hatinya sangat gembira. Setelah hujan reda, barulah ia menanam biji labunya.

Begitu pun ditanam dengan perasaan yang bersungut-sungut, ketika ia kehilangan arloji kesayangannya, ia mencoba mengalihkan perasaan dongkolnya dengan menanam labu. Namun apa yang terjadi? Rasanya pahit seperti tidak sengaja menggigit biji buah!

Dan ketika ia meratapi kepergian anjingnya, sambil menanam labu, rasanya bisa asin seperti air mata jika ditanam dengan perasaan duka.

Mungkin suatu waktu nanti ia akan menemukan rasa baru pada labunya.

Yang membuat lelaki tersebut kebingungan, ia tidak bisa mengetahui mana labu yang rasanya manis, asin dan pahit.

Seakan bisa membaca pikirannya, seekor monyet hitam muncul dan menawarkan bantuan. Ia megatakan, bahwa ia memiliki kawan yang ahli akan labu. Lelaki itu pun menanyakan imbalan dan monyet hitam hanya menginginkan topi kebun miliknya. Lelaki tersebut heran, ia tak menyangka topi kebun miliknya yang telah usang akan berharga. Monyet hitam itu berjanji akan kembali bersama kawan-kawannya yang lain untuk membantunya. 

Keesokan harinya monyet hitam sudah ada bersama dengan kawannya, kuskus dan burung pelikan. Siap dengan atribut kerja mereka — ember, keranjang dan sekop kecil. Mereka berbagi tugas. Kuskus mendeteksi rasa-rasa labu, burung pelikan akan menyirami kebun dari tampungan air di paruhnya. Dan monyet hitam menanam biji-biji labu. 

Tiba-tiba, alangkah terkejutnya ia ketika menemukan labu yang amat sangat besar — seukuran balon udara — tumbuh di pekarangan lelaki itu. Ketika dibelah labu itu berisikan anak-anak labu. Anak-anak labu itu melompat ke sana kemari. Lelaki itu bertepuk tangan kegirangan seperti melihat pertunjukan, monyet hitam, kuskus dan burung pelikan menari serta berjingkrak-jingkrak. Namun pertunjukan tersebut hanya berlangsung setengah hari, sebelum anak-anak labu tergeletak kembali. 

Dengan cepat kabar mengenai lelaki itu tersebar ke penjuru kota. Tanpa butuh waktu lama ia pun mendapati julukan ‘Lelaki Labu’. Saat Lelaki Labu ke kota berbelanja kebutuhan harian, semua penduduk kota menyapanya. Oh, tentu saja mereka melakukan itu karena berharap diberi dan bisa mencicipi kelezatan labu miliknya. Bahkan terselip di hati mereka ingin melihat pertunjukan anak-anak labu yang menari. Penduduk kota bahkan memberi tawaran bahwa labu bisa ditukar dengan jualan mereka.

Namun tanpa penduduk kota minta pun, Lelaki Labu dengan murah hati akan membagikannya kepada mereka. Ia hanya perlu waktu beberapa hari untuk memotong-motong labu raksasa tersebut. Bahkan monyet hitam, kuskus dan burung pelikan sudah bekerja keras. Anehnya, dengan begitu cepat labu raksasa tersebut akan tumbuh kembali keesokan harinya. 

Maka karena berlimpah ruah, pada awal bulan berikutnya dibuatlah festival labu oleh walikota. Aneka jajanan, pertunjukan dan pameran seni yang bahan utamanya —  tentu labu — dijejerkan di sepanjang jalan kota. Semua mengelu-elukan akan Lelaki Labu, ia bahkan digadang-gadang oleh penduduk kota sebagai walikota selanjutnya. 

Namun sayang, pada musim tahun berikutnya badai memorak-perandakan kebun labu miliknya. Hingga yang tersisa hanyalah cerita dari mulut ke mulut penduduk kota bahwa labu terbesar pernah ada di kota itu. 

“Ah, sedih sekali kita sudah tak punya kebun yang bisa kita garap” ungkap Lelaki Labu.

“Apa kau ingin tinggal bersama kami?” Tawar monyet hitam. “Mengingat kau sudah tak punya tempat tinggal”.

“Kau bisa tidur di tempatku” kuskus menimpali.

“Dan bisa memancing bersamaku di danau” sambung burung pelikan. “Aku juga masih menyimpan sekeping biji labu. Jadi kita bisa berkebun di dalam hutan!”

“Hebat!” Mereka bersorak-sorai

Mata Lelaki Labu berbinar-binar mendengar tawaran monyet hitam, kuskus dan burung pelikan. Tanpa pikir panjang, Lelaki Labu lalu ikut masuk ke hutan bersama kuskus serta burung pelikan. Dan tak pernah kembali ke kota lagi. Jika kau melihat labu berukuran balon udara terbang dari arah hutan, itu berarti Lelaki Labu mengadakan festival kecil bersama kawan-kawannya. 

  • Sewaktu putri pertama kami berusia tiga tahun, ia mengalami serangan kegagapan dalam berbicara. Ia aslinya ceriwis, banyak tanya, bahkan banyak mempertanyakan segala sesuatu yang ia lihat aneh atau tidak sesuai dengan pemahaman yang ada di kepalanya. Misalnya kenapa tante A begini, sedangkan tante B begitu. Kenapa teman-temannya memanggil orangtuanya dengan bapak dan ibu, sementara ia…

  •   Iduladha memiliki makna kembali berkurban, ditandai dengan penyembelihan sejumlah hewan ternak sebagai simbol pengorbanan seseorang. Kurban dan korban berbeda menurut KBBI. Kurban diartikan persembahan kepada Allah seperti biri-biri, unta, dan sebagainya yang biasa dilakukan saat lebaran haji. Sedang arti korban adalah pemberian untuk menyatakan kebaikan, kesetiaan, dan sebagainya. Makna lainnya, orang/binatang yang menderita/mati akibat…

  • Tradisi nyekar merupakan laku purba pada sebagian besar masyarakat kita. Tradisi ini makin kuat pengaruhnya manakala dotrin agama ikut menguatkan.  Di sebagian masyarakat, utamanya di kampung-kampung menjadikan nyekar sebagai wahana memelihara kualitas spritualitas, tentu dengan ragam ritual di dalamnya. Tradisi  berabad-abad lamanya ini, sudah menjadi denyut kehidupan masyarakat kita, hingga dipercaya membawa keberkahan hidup. Dari…

  • Ada apa dengan perempuan menulis? Apakah ada sesuatu yang istimewa? Dalam pemahaman saya, potensi laki-laki dan perempuan dalam hal kemampuan menulis itu sama saja. Meskipun budaya dan lingkungan setempat tetap berpengaruh pada seberapa pesat berkembangnya potensi tersebut. Bersyukurnya saya termasuk kelompok penganut paham “senang bergerak dengan semangat yang ada di dalam diri, tidak mau dipengaruhi…

  • Kemarin Pancasila dirayakan kelahirannya. Begitulah kebiasaan sebuah bangsa yang gemar dengan seremonial. Segalanya mesti dirayakan, meskipun seringkali tampak kering makna. Sebetulnya tidak salah, namun persoalannya setelah perayaan itu segalanya kembali ke setelan pabrik “lupa pancasila”. Faktanya kita mesti terus terang mengakui bahwa Pancasila seringkali kalah dihadapan kekuasaan, kapital, korupsi, intoleransi, kekerasan, perusakan alam, dan beragam…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221