Ramalan Gattaca dan Kenyataan Crispr-Cas9

Gattaca sebuah cerita lama. Sebuah fiksi ilmiah yang dirilis 1997. Anredw Niccol sang sutradara seperti sedang meramal akan masa depan. Melalui aktor Ethan Hawke berperan sebagai Vincent,  Niccol ingin menggambarkan masa depan manusia. Masa depan genetika yang bisa direkayasa.

Gattaca film yang bercerita tantang Vincent yang terlahir tak sempurna. Gennya mengalami cacat sejak lahir. Tak punya masa depan. Namun, ia tak mau menyerah pada keadaan. Cita-citanya menjadi astronot dan terbang ke luar angkasa masih tertanam kuat di dalam dirinya. Syarat bahwa hanya “manusia sempurna” yang bisa melakukan semua itu tak membuatnya surut.

Vincent bekerjasama dengan seseorang yang terlahir sebagai “manusia sempurna” Jerome E. Morrow (Jude Law) tapi pada kenyataannya harus hidup cacat akibat kecelakaan mobil dan menjalani hidup dengan bantuan kursi roda.Walau demikian, secara hukum, Jerome, tetap dianggap sebagai “manusia sempurna”.

Vincent Freeman dan Jerome E. Morrow dengan teliti dan dukungan teknologi canggih yang mereka buat dan kembangkan, semua dijalankan secara disiplin, akhirnya berhasil mengelabui segala sistem deteksi gen yang ada.

Vincent bisa memastikan tubuhnya bersih dari kemungkinan unsur tubuh seperti rambut yang bisa dipakai untuk identifikasi saat keluar rumah. Cita-cita Vincent sebagai astronot terbang ke ruang angkasa pun nyaris terwujud. Tapi, pembunuhan di Gattaca–pusat stasiun angkasa tempatnya kerja menunda semuanya.

Roger Ebert kritikus film Chicago Sun-Times, punya catatan menarik tentang Gattaca. Ia memulai catannya dengan pertanyaan “apa itu rekayasa genetika?” Sebuah tanya tentang sesuatu yang dimungkinkan: rekayasa genetika. Lalu ia memberi jawaban atas tanya yang ia ajukan sendiri. “Make the child perfect in the test tube, and save money later. Throw in perfect health, a high IQ and a long life-span, and you have the brave new world of “Gattaca,”….”.

Roger Ebert melihat Gattaca sebagai film memberikan harapan. Harapan akan lahir dengan kesempurnaan gen, kesehatan yang sempurna, intelegensi yang tinggi serta hidup yang panjang. Dan bagi Roger, Gattaca adalah dunia baru yang berani dihadirkan.

***

Jauh dari Gattaca sejak pertama kali dirilis, diputar di bioskop. Di sebuah cafe, Poerto Rico tahun 2011, dua perempuan bertemu setelah mengikuti konferensi ilmuwan. Satu dari Perancis satu lagi dari Amerika. Emmanuelle Chanpentier dan Jennifer Douda. Akhirnya mereka membangun kesepakakatan kerja sama.

Mereka ingin membuat ulang gunting genetik bakteri dalam tabung reaksi. Ini sesarinya untuk melanjutkan apa yang dilakukan oleh Chanpentier sebelumnya. Mereka ingin lebih menyempurnakannya. Mereka sedang merancang sejarah masa depan dunia. Yang dulu mungkin masih fiksi. Masih cerita dalam film-film seperti Gattaca.

Setahun setelah pertemuan itu. Tahun 2012 mereka merilis temuanya dalam makalah. Dan inilah tonggak baru dalam ilmu genetika: gunting genetik Crispr-Cas9. Ini bisa digunakan semua mahluk hidup. Dengan gunting genetik Crispr-Cas9, kita bisa menikmati tumbuhan yang tahan akan hama. Kita akan menanam bibit yang unggul tanpa harus menggunkan lagi racun hama. Makan bisa semakin sehat.

Hal buruk dari manusia bisa dibuang. Bisa digunting. Gen buruk bisa dipotong dan akan lahir manusia yang lebih sempurna. Penyakit manusia bisa diatasi. Kanker semakim mudah disembuhkan. Penyakit turunan bisa diputus. Gen bisa lagi tak diwariskan turun menurun seperti selama ini. Evolusinya bisa dibelokkan sesuai dengan yang kita inginkan.

Hadirnya gunting genetik Crispr-Cas9 kita bisa bayangkan bila nasib manusia sebenarnya sudah ditentukan sejak ia lahir. Elemen genetikal dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Semua bisa dideteksi oleh teknologi secara tepat dan akurat. Dan lalu bisa menjadi standar paten nasib seseorang. Kita tak lagi berharap pada pendidikan dan kemampuan–apa pun itu. Tapi semuanya pada elemen genetikal.

***

Pada laju temuan yang kian pesat. Sains dan teknologi semakin terang benderang. Dulu, di tulisan yang lain, saya pernah menuturkan bahwa untuk abadi bagi sains tak mesti mensyaratkan kematian. Keabadian bisa sekarang dan di sini. Di dunia ini. Ini adalah proyek besar sains yang makin kesini semakin laju.

Saya tidak tahu persis memosisikan agama pada laju ini. Keyakinan seolah mulai terbentuk dengan apa yang ditawarkan sains dan teknologi. Entah kedepan seperti apa. Tapi, sepertinya kejutan akan terus hadir bersama rasa penasaran manusia “menaklukkan” yang selama ini disebut keterbatasan. Mengatasi ketidaktahuan manusia dan keinginan lebih banyak untuk menyingkap misteri semesta.

  • Lisan Sebuah getaran keluar dari mulut Dari leher turut decak yang ingin meluap Menggemakan wicara bak pesulap Tadinya dia hanya gesekan paruh dan rongga, Kemudian terluah dalam bahasa Kini gelombang punya rona Sama ketika frekuensi mencipta bahasa pesona Aku ringkih mendengar sebuah suara Pagut memagut, mesti takut Memaksa ikut Itulah lisan yang nista Mencuri hati…

  • Saya lagi mendaras bukunya Taufik Pram, yang bertajuk  , Hugo Chaves Malaikat Dari Selatan. Lalu saya begitu terpesona pada Chaves, yang  menurut  buku ini, “Hugo Chaves adalah pemimpin yang suka membaca. Dari barisan kata-kata yang berderet rapi di dalam sebuah buku itulah dia tahu ada yang salah dengan dunia yang didiaminya. Kesalahan yang dibiarkan langgeng…

  • Harus saya akui, kali ini redaksi Kala teledor soal cetakan edisi 10. Di terbitan tertanggal 27 Maret itu, judul kolom khusus kepunyaan Sulhan Yusuf salah cetak. Tulisan yang seharusnya berjudul Arsene, Arsenal, dan Arsenik, malah jadi Arsene, Arsenal, dan Arsenal. Ini gawat, malah justru fatal. Saya kira, di sini harus diakui, redaksi Kala belum punya…

  • Pada penghujung putaran kompetisi sepak bola di daratan Eropa, bulan Maret 2016 ini, salah satu klub sepak bola ternama, Arsenal yang bermarkas di London Utara, Inggris, negeri leluhur asal muasal sepak bola modern mengalami nasib yang kurang beruntung. Arsenal, yang dimanejeri oleh Arsene Wenger -yang digelari Profesor- pelatih berkebangsaan Perancis, sesarinya adalah satu-satunya klub yang…

  • Parasnya lelah. Mukanya sendu, keringatnya cucur. Di penghujung pukul sembilan malam suaranya berubah parau. Awalnya, perempuan ini bersemangat memimpin forum. Namun, waktu berderap, energi banyak dikuras, forum masih panjang. Di waktu penghabisan, Hajrah merapal karya tulisnya. Kali ini gilirannya. Satu persatu huruf diejanya. Tulisannya agak panjang. Kali ini dia menyoal masyarakat tanpa kelas perspektif Marx.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221