Hypatia, Perempuan Filosof Pecinta Ilmu Pengetahuan

“Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton.

Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu atas manisnya sebuah ilmu, getirnya perjuangan, dan kerasnya risiko dari sebuah perbedaan paham. Di kota ini, hidup seorang perempuan bernama Hypatia, putri matematikawan handal, Theon. Hypatia dilahirkan sekitar tahun 370 M dan meninggal sekitar 415 M di Alexandria. Ia adalah seorang filosof dan ilmuwan yang sangat cerdas. Hypatia terkenal pada keahliannya dalam bidang matematika terutama soal kerucut dan astronomi. Sejarah mencatat bahwa ia pernah membuat astrolab dan hidrometer, tetapi perlu digarisbawahi bahwa dia bukanlah penemu awal kedua alat ini.

Hypatia adalah seorang paganisme, meskipun begitu ia adalah gadis yang sangat menjunjung tinggi toleransi. Ia sangat toleran pada orang-orang Kristen, Yahudi, dan yang lainnya. Bahkan beberapa muridnya beragama Kristen seperti Synesius. Hypatia mengambil alih akademia Alexandria dan memiliki banyak murid, ia disenangi oleh murid-muridnya karena kecerdasan dan sikapnya yang tidak membeda-bedakan. Pernah suatu ketika kedua muridnya sedang terlibat perdebatan, Hypatia menjadi penengah dan kalimat yang ia ucapkan sangat berkesan bagi saya:

“Banyak hal yang bisa menyatukan kita ketimbang yang menceraikan kita. Jadi, apa pun yang terjadi di luar sana, kita adalah saudara. Kita adalah saudara.”

Fantastic, sangat sesuai dengan apa yang terjadi di Alexandria kala itu. di mana di Agora (sebuah tempat pertemuan) sedang terjadi pertentangan sengit. Perang berkecamuk antara pemeluk Kristen dan penganut paham Yunani Kuno. Jika kalian pernah menonton film “Agora”, begitulah kira-kira gambaran yang terjadi di Alexandria, bahkan mungkin bisa saja jauh lebih sadis.

Hypatia mengajar di Alexandria selama bertahun-tahun, ia telah mengembangkan pemikiran filsafat terutama filsafat Plotinus. Ia terkenal dengan aliran Neo-Platonisme, kuliah-kuliahnya banyak disenangi orang tetapi juga tak sedikit yang membenci. Hypatia menjadi simbol kebebasan berpikir, dan bagi saya juga menjadi simbol kebebasan perempuan. Bisa kita bayangkan bersama, ia hidup di era di mana perempuan hanya memiliki sedikit kesempatan berbicara dan dianggap tak ubahnya sebuah barang. Tetapi, Hypatia ini dengan beraninya bergerak bebas di tengah lingkungan yang didominasi oleh budaya patriarki.

Neo-Platonisme disebut-sebut sebagai sintesis dari semua ajaran filsafat sampai saat itu. dan sebagai penerus Neo-Platonisme, Hypatia berpandangan bahwa agama-agama formal dan dogmatis itu semuanya keliru, tak semestinya diterima begitu saja sebagai sesuatu yang sudah final oleh mereka yang tahu menghargai dirinya. Demikianlah seorang Hypatia dalam menanggapi sesuatu di sekitarnya dengan sangat kritis dan rasional. Di dalam film Agora, sosok Hypatia dilakonkan sebagai seorang yang lincah, tidak bisa tenang (dalam arti selalu ingin mencari tahu sesuatu), ia tidak akan tinggal diam tanpa memikirkan tentang alam semesta, lalu mengambil alat peraga untuk uji coba. Hypatia adalah seorang pembaca yang ulung, ia lebih memilih untuk menyelamatkan buku-bukunya dibanding melarikan diri tanpa membawa ilmu-ilmu itu. 

Saat itu, umat Kristiani secara terang-terangan menyinggung tentang penyembah patung-patung atau berhala, karena keyakinan mereka bahwa Tuhan itu satu. Keluarga besar akademia Alexandria yang banyak menyembah patung ini akhirnya naik pitam dan mengumpulkan pasukan untuk menyerang umat Kristen. Perang terus berkecamuk hingga banyak nyawa yang berjatuhan, mereka pun saling menyandra. Alexandria ternyata telah didominasi oleh orang-orang Kristen, hingga pemerintah menengahi persoalan ini dan dengan sangat terpaksa membuat Hypatia bersama kawan-kawannya harus mengalah meninggalkan akademia. Di tengah kepanikan itu, Hypatia meminta tolong kepada Orestes untuk membawa Theon, ayahnya, yang tengah terluka agar pergi meninggalkan tempat mereka. Sementara Hypatia masih sibuk memasukkan buku-buku di perpustakaan ke dalam karung.

Suasana semakin genting, para parabolani (persaudaraan Kristen) telah berhasil mendobrak gerbang dan memasuki kawasan mereka. Davus, budak dari ayah Hypatia yang masuk Kristen itu, diminta untuk membawa karung-karung berisi buku. Hanya sedikit yang bisa ia selamatkan, karena pasukan Kristiani semakin dekat dan mencekam. Akhirnya, perpustakaan itu dibumihanguskan, buku-buku berhamburan dibakar oleh parabolani, patung-patung dihancurkan. Hari itu, menjadi babak awal dari kegentingan hidup filsuf perempuan ini.

Hypatia sempat menulis tafsir untuk Aritmetika karya Diofantos  dan juga tafsir untuk risalah Apolonios mengenai irisan kerucut. Hypatia sangat berpengaruh di kalangan elite politik Alexandria kala itu. Selain cerdas, Hypatia juga digambarkan sebagai sosok berparas cantik. Ia sempat menasehati Orestes, muridnya yang sekaligus juga prefek Romawi di Alexandria, yang saat itu tengah terlibat persaingan politik dengan Cryil, seorang uskup. Sehingga timbullah cerita yang mengatakan bahwa Hypatialah yang telah memengaruhi Orestes. Akhirnya, pada Maret tahun 415 M, ketika Hypatia sedang dalam perjalanan pulang ke perpustakaan, ia diadang oleh serombongan parabolani. Hypatia ditarik paksa lalu dibunuh dengan keji. Dalam film Agora digambarkan sosok hypatia ditelanjangi oleh sekelompok laki-laki parabolani kemudian dilempari batu hingga mati. Kemudian ada penjelasan di akhir film yang mengatakan bahwa tubuh Hypatia dimutilasi lalu diseret keliling kota Alexandria.

Nah, beberapa sumber yang lain termasuk tulisan Cak Nur mengatakan bahwa Hypatia dikuliti layaknya binatang kemudian dibakar. Dialah Hypatia, perempuan yang dibunuh karena kecerdasannya, karena kegigihannya dalam mempertahankan apa yang ia yakini (filsafat Neo-Platonisme). Pembunuhan terhadap Hypatia telah mengguncang kekaisaran dan disematkanlah Hypatia sebagai martir untuk filsafat. Akhirnya, tokoh Neo-Platonisme sesudahnya menjadi semakin pedas dalam mengkritik Kristen.

Pada abad Renaissance, Hypatia menjadi simbol perlawanan terhadap agama Kristen. Pada abad ke-19 karya-karya sastra Eropa menjadikan Hypatia sebagai orang Helen terakhir. Jadi Hypatia juga dikatakan sebagai Neo-Helenisme. Lalu pada abad ke-20, Hypatia menjadi simbol dalam pergerakan hak perempuan. Sebenarnya sangat banyak yang membahas Hypatia dengan versi yang berbeda-beda. Untuk itu, saya berusaha menyajikan sesuatu yang cukup familiar tentang beliau. Oh ya, saya hampir lupa memberikan informasi ini, bahwa salah seorang muridnya yang menuliskan tentang beliau mengatakan bahwa Hypatia adalah seorang perawan. Ia tidak memiliki pasangan dan keturunan, dan kurang lebih meninggal pada usianya yang ke- 45 tahun.

Nama Hypatia dinobatkan sebagai seorang cendekiawan perempuan, dan menjadi teladan bagi wanita setelahnya. Sebagai bentuk penghargaan, beberapa jurnal feminis  internasional mengambil nama dari nama Hypatia, seperti Yunani Hypatia: Feminis Studies, dsb. Juga terdapat sebuah yayasan bernama Hypatia Trust. Dan di bidang astronomi, nama Hypatia diabadikan sebagai nama asteroid sabuk utama yaitu 238 Hypatia, kawah bulan Hypatia juga dinamai dari namanya.

Berabad-abad sebelum Kepler dan Galileo, Hypatia sudah berjuang lebih dulu di tengah otoritas gereja. Hypatia adalah cerminan perihal hegemoni dan relasi kekuasaan yang tidak seimbang tentang mayoritas-minoritas. Hypatia adalah simbol sejarah bahwa dari zaman ke zaman perempuan menjadi sosok yang paling sering dijadikan objek kekerasan. Akar budaya patriarki dengan anggapannya  bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah dan bodoh, secara tidak langsung pemikiran ini memberikan sumbangsi pada kesengsaraan kaum perempuan.

Saya tidak ingin terlalu jauh berapi-api melawan tindak kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Tetapi, kita mulai dengan prinsip 3M ala Aa Gym, yaitu: mulai dari diri sendiri, mulai dari sesuatu yang kecil, dan mulai dari sekarang. Hypatia adalah secuil contoh dari perempuan-perempuan hebat yang namanya abadi sepanjang sejarah, seperti Sitti Khadijah binti Khuwailid, Rabi’ah al-Adawiyah, Maryam binti Imran, Asma binti Abu Bakar, Maryam al-Astrolabe, dan masih banyak lagi . Mari meneladani keteguhan mereka, ketegaran, dan semangat mereka dalam belajar dan berjuang.  Kita belajar dari Hypatia bahwa semangat hidupnya untuk tetap mengabdi pada ilmu pengetahuan membuat namanya terkenal dan sangat diperhitungkan hari ini. Kita belajar dari sosok ini tentang bagaimana memupuk semangat untuk mandiri, cerdas, dan memiliki mental yang kuat. Hypatia, di tengah kecaman otoritas gereja, ia tetap berdikari di atas keyakinannya, dan ia tetaplah pengikut Plotinus yang setia. Kesetiannya sangat patut juga untuk ditiru. Termasuk pada karakternya yang tidak mudah mengumbar rasa kepada siapa pun. Karena baginya, logika ikut andil dalam penentuan pasangan, bukan hanya melulu perasaan. Itu yang membuatnya unik dan berbeda.


Sumber gambar: https://labiqbikul.medium.com/filsuf-perempuan-tersebut-bernama-hypatia-4dd5dfd49f71

  • “Persamaan banjir dan marah,meluap kemana-mana. Apalagi jika bersatu: banjir marah, maka sempurnalah derita.” ( Maksim Daeng Litere, 160620) Warga Kota Makassar cemas berjemaah. Air diperkirakan akan menggenangi kota hingga dua meter. Makassar siaga satu. Potongan video Wali Kota Makassar, Dani Pomanto, beredar mengimbau warga kota agar waspada. Kala mengimbau, ia sendiri berada di lokasi ketinggian…

  • Bagi pelajar dan mahasiswa, membaca adalah syariat akademik ‒harus ditunaikan. Pun dalam Islam perintah membaca menyasar semua kalangan (laki-perempuan, tua-muda, miskin-kaya, pelajar-non pelajar). Entah itu membaca dalam arti tekstual (membaca buku, koran, majalah, dll) atau kontekstual (membaca alam, lingkungan, kondisi, atau pola chat si gebetan, apakah ia punya rasa atawa cuma gabut saja), sebagaimana wahyu pertama yang…

  • Tak sedikit kisanak dan nyisanak menohokkan tanya, kala saya mengada di persamuhan literasi, bagaimana proses kreatif menulis buku? Biasanya, saya ajukan respon, empat buku saya tidak pernah direncanakan mewujud buku. Pasalnya, sekotah buku lahir, karena akumulasi dari kumpulan tulisan. Berkat rajin menabung tulisan di celengan minda. Segenap minda, saya ikat lewat tulisan, lalu saya tabung…

  • “Death is the worst. When you close your eyes on this world, this beauty, the wonders of nature, it means you’ll never be coming back” Kali ini The Wind Will Carry Us (1999) lebih memberikan ”ruang”  yang besar kepada perempuan, dan lebih banyak mengedepankan peluang pembacaan yang lebih feministik jika dibandingkan dengan Taste Of Cherry…

  • Beberapa waktu lalu seorang kepala daerah diciduk lembaga pemberantasan korupsi akibat kasus suap yang menyeret namanya. Kendati mengusik hati, sebenarnya diakui atau tidak, fenomena korupsi kini telah jadi lumrah di sebuah negeri antah berantah. Lantas apa yang aneh kalau begitu? Ada kejanggalan di balik peristiwa itu, musabab beberapa hari sebelum penangkapan, kepala daerah tersebut hadir…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221