Baca Buku, Baca Buku dan Baca Buku

Saya lagi mendaras bukunya Taufik Pram, yang bertajuk  , Hugo Chaves Malaikat Dari Selatan. Lalu saya begitu terpesona pada Chaves, yang  menurut  buku ini, “Hugo Chaves adalah pemimpin yang suka membaca. Dari barisan kata-kata yang berderet rapi di dalam sebuah buku itulah dia tahu ada yang salah dengan dunia yang didiaminya. Kesalahan yang dibiarkan langgeng dan akut dalam periode yang terlalu lama. Melalui buku pulalah Chaves menuai banyak inspirasi, yang dibawanya untuk motivasi, metode, dan tujuan perjuangannya membebaskan seluruh manusia dan cengkaraman kanan – yang telah berubah makna menjadi sangat konotatif.”

“Sampai kematiannya 5 Maret 2013, dia suka menyimak karya sastra. Terutama karya-karya yang mengembuskan nafas Sosialisme; paham yang berhasil membuat El Commandante begitu terpesona. Tentang manusia-manusia yang harusnya bahagia. Tentang manusia-manusia yang harusnya tak diinjak. Tentang manusia-manusia yang berbagi. Juga memberi. Dari mana saja dia dapatkan semangat itu? Salah satunya, tak lain tak bukan, melalui inspirasi yang ditularkan sastrawan Prancis Victor Hugo, melalui Jean Valjean; tokoh karismatik yang dihidupkan dalam karya klasik Les Mirables.” Demikian torehan pena Taufik Pram.

Saya ingin mengutipkan apa yang dajukan oleh Raymond Samuel, dalam salah satu situs media online, berdikarionline.com, bahwa sejak berkuasa, Chaves sangat memperhatikan dunia pendidikan. Bukan hanya mendorong pendidikan gratis dan berkualitas untuk memastikan seluruh rakyat Venezuela bisa mengakses pendidikan. Tetapi juga memassalkan pengetahuan melalui produksi massal buku-buku gratis.“Baca, baca, baca, dan baca. Itulah slogan kita setiap hari,” kata Chavez saat meluncurkan gerakan membaca pada April 2009. Sejak itu, jutaan buku-buku gratis dicetak untuk disebarkan kepada seluruh anak negeri. Termasuk buku Don Quixote karya Miguel de Cervantes, Les Miserables karya Victor Hugo, dan Das Capital karya Marx dan Engels.

Kesukaan  Chaves membaca buku, termasuk karya sastra, khususnya Les Mirables, membuat saya membatin, mengingatkan kembali pada seorang tokoh yang amat revolusioner, Ali Syariati, yang juga suka membaca, bahkan tenggelam dalam perpustakaan pribadi ayahnya, yang juga telah membaca Les Mirables, saat Syariati masih duduk di Sekolah Menengah.

Syariati dan Chaves telah mendaras buku Les Mirables dan buku lainnya. Kedua sosok ini telah berkontribusi bagi negeri yang dipijaknya. Syariati menjadi salah seorang ideolog Revolusi Islam Iran, yang menyebabkan Iran kemudian terbebas dari rezim  monarkhi Syah Reza Pahlevi yang berkiblat ke Amerika. Dan hingga di masa kiwari ini, membuat Iran tetap menjadi negara yang disegani, sebab tidak mau didikte oleh Amerika, terlebih lagi ketika dipimpin oleh presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang juga  sahabat karib Chaves.

Adapun Chaves, membuat negerinya Venezuela menjadi negera yang berani melawan Amerika. Amerika dengan sekutunya, yang mengusung ideologi Neolib, berusaha sekuat tenaga menghancurkan Chaves, namun ia tak gentar. Sebab Chaves adalah malaikat pemberontak yang tak pernah rela jika manusia harus hidup tertindas.

Dunia yang timpang seperti sekarang ini, setidaknya pernah memiliki dua manusia  yang berwajah malaikat, sebagai malaikat pemberontak, meski dengan sayapnya yang berbeda. Ahamadinejad dengan sayap kanan malaikat dan Chaves dengan sayap kiri malaikat, kedua sayap ini pernah bersatu, terbang bersama membawa bendera pembebasan melawan tirani Neolib. Ahmadinejad harus “berhenti” melawan Amerika disebabkan masa jabatan kepresidenannnya sudah selesai selama dua periode, sedangkan Chaves harus “mengakhiri” perlawanannya  dikarenakan jatah usianya telah habis, direnggut oleh penyakit kanker yang dideritanya.

Pertanyaanya kemudian adalah bagaimana dengan pemimpin-pemimpin negeri ini di berbagai bidang dan levelnya? Adakah mereka sosok-sosok yang suka baca buku? Lalu menjadikan buku sebagai santapan ruhaninya sehingga mereka layak memandu negeri ini, agar terbebas dari berbagai macam jenis tirani? Sederhannya, sudahkah kita membaca Les Mirables, buku-novel yang telah dibaca oleh Syariati dan Chaves itu? Kalau belum, marilah mendarasnya dan juga buku-buku yang menggelorakan ruhani lainnya.

 

 

  • Dalam satu dasawarsa terakhir, Kabupaten Bantaeng telah tampil sebagai barometer gerakan literasi, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Ketika kata “literasi” belum sepopuler hari-hari ini, pegiat literasi di Bantaeng sudah bergerilya menyebar benih gerakan literasi yang kini sudah tumbuh subur. Langkah-langkah gerilyanya ketika itu berupa pelatihan kepenulisan, diskusi buku, dan lapak-lapak baca. Di kemudian hari, langkah…

  • Adelio membuka mata ketika menyadari ombak Perairan Cempedak mengombang-ambing tubuhnya. Ia melihat ke bawah dan mendapati kedalaman laut yang tak terhingga. Ia mendongak ke langit, semburat cahaya matahari baru saja hendak menyapanya dari ufuk timur. Ia baru saja menyadari bahwa dirinya telah mengapung semalaman di tengah laut setelah mendapati sebagian kulitnya yang mulai mengeriput. Ia…

  • Buku terbaru Sulhan Yusuf, Gemuruh Literasi: Sederet Narasi dari Butta Toa boleh dibilang sebagai pembuktian, jika usia bukanlah aral melintang bagi seseorang untuk produktif dalam berkarya. Tapi, insight yang diwedarkan Gemuruh Literasi sebenarnya lebih dari itu. Buku ini adalah jawaban bagi rasa penasaran sebagian orang yang hendak mengetahui gerakan literasi Sulhan di Bantaeng. Kerja-kerja kultural yang…

  • Judul tulisan ini saya pinjam dari ungkapan Profesor Cecep Darmawan—dosen saya ketika studi magister beberapa waktu lalu. Beliau guru besar yang egaliter dan seringkali tampil di publik (media dan forum) untuk berbagi gagasan dan pencerahan. Seingat saya ungkapan itu beliau sampaikan saat kami kuliah “Pendidikan Politik Generasi Muda”. Saya terkesan dengan ungkapan itu, selain indah…

  • Membicarakan suatu topik, dalam hal ini filsafat Islam, maka rasa-rasanya kurang afdal apabila tidak memasukkan nama al-Ghazali di dalamnya. Akan tetapi bila seseorang mau menempatkan al-Ghazali dalam sejarah filsafat Islam, tentu ia harus membuat beberapa catatan. Poin utamanya bahwa al-Ghazali tidak menganggap dirinya filosof dan tidak suka dianggap sebagai seorang filosof. Ini tak hanya menjelaskan…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221