Teras Kebaikan

Entah sudah berapa kali saya duduk di teras rumah seorang tetua kampung, Tata’ Syaifuddin Daeng Pare, ayahnya Dion Syaif Saen. Barulah kali ini saya menghamparkan segenap asa, melibatkan rasa yang khusyuk. Merenungkan nasib sebatang pohon mangga, yang usianya sudah puluhan tahun. Besaran batangnya, sepelukan orang dewasa, tingginya menjulang, melampau atap rumah. Tumbuhnya di halaman depan rumah, yang tidak begitu luas.

Mungkin karena usianya, yang sudah mulai uzur, sehingga kurang produktif. Dahan dan rantingnya, sisa beberapa, karena keseringan dipangkas, sebab menyerobot seng rumah. Akibatnya, daunnya pun tidak terlalu lebat. Meski kekar wujudnya, pengabdiannya sudah diakhiri, telah ditebang bersama beberapa tanaman kecil. Dan potongan-potongan batang mangga itu, kini telah menjadi properti, tempat duduk yang artistik di teras rumah. Pengorbanan pohon mangga, dari hidup yang dilakoninya, hingga menjadi dudukan para tetamu, tetaplah mengada adanya.

Apa pasal sehingga pengabdian pohon mangga, bermetamorfosis sedemikian rupa? Setia hingga akhir? Gegaranya, karena teras rumah itu diperluas, memanfaatkan halaman rumah yang tersisa, sebagai arena persamuhan berbagai pihak, baik dari segi usia, maupun latar belakang sosial. Saban waktu, anak-anak, remaja tanggung dan orang dewasa, berkumpul dan berbaur saling menghidukan diri. Ini semua terjadi, karena ada magnit di teras itu, yang dinamakan Teras Baca Lembang-Lembang, yang namanya dinisbahkan pada kampung ini. Letaknya di sadut perkampungan padat, pinggiran kota Bantaeng.

Awal mula hadirnya teras baca ini, sederhana saja. Sekali waktu, saya berbincang lepas dengan Dion, tentang kemungkinannya dibuat ruang baca di selasar rumahnya. Lalu, beberapa hari kemudian, perbincangan itu mendapatkan pemicunya, berupa kelapangan dada pemilik rumah, yang bersedia sepenuh hati, tanpa syarat merelakan teras itu difungsikan. Maka, pada pekan pertama bulan Ramadhan tahun 2016 ini, gong kebaikan mulai ditabuh. Dengan meminjam satu rak pajangan dan beberapa eksamplar buku, dari Boetta Ilmoe – Rumah Pengetahuan Bantaeng, teras baca ini mulai beroperasi.

Tanpa ada acara peresmian, apatah lagi pengguntingan pita dari pejabat, semuanya amat sederhana, Teras Baca Lembang-Lembang ditabalkan selaku arena ruang publik yang yata, sebagai upaya menerjemahkan ranah publik yang abstrak. Maka, dari titik mula inilah, anak-anak mulai berdatangan untuk membaca, mewarnai, menggambar, menulis, mendengar cerita, berlatih musik dan bercengkrama. Ibaratnya, segerombolan burung pipit yang mendapatkan ranting untuk bertengger, sembari menikmati buah, riuh rendah kicaunya.

Seiring berjalannya waktu, beberapa remaja mulai merapat. Apatah lagi, sesarinya, rumah ini menjadi salah satu markasnya anak-anak Komunitas Pakampong Tulen (Komplen), yang usianya juga sudah satu dekade, yang regenerasinya berjalan secara alamiah, sehingga stratanya pun sudah bertingkat menjadi Komplen Senior, Komplen Junior dan Komplen Cilik. Nampaknya di teras baca ini, mereka saling mengapresiasi, saling menguatkan, saling bahu-membahu dalam mengusung kebaikan. Dan, semuanya diikat dalam semangat kerelawanan, sari diri para altruis.

Lebih dari itu, pun orang-orang paruh baya, ibu-ibu sesekali datang bertandang. Ada yang ikut membaca, tentu adapula bincang-bincang khas ibu-ibu, mulai dari urusan apa yang dimasak, arisan, hajatan pesta perkawinan, layatan kematian, dan lainnya. Kelihatannya, teras baca ini menjadi tali pengikat akan sekaum komunitas, yang isi dalamnya amat beragam. Justru dari keragaman usia dan latar belakang sosial ini, menurut asumsi saya yang menguatkan keberadaannya, sekaligus berpotensi membubarkannya. Maka amat dibutuhkan pola-pola pengelolaan yang lentur, khas hidup berkomunitas.

Terbuktilah sudah, tatkala ruang publiknya teras baca ini diperluas, yang mengorbankan pohon mangga itu, semuanya dikelolah dengan semangat altruisme. Ada yang menyumbang buku bacaan yang sudah ratusan koleksinya, ada yang mengirim semen, pasir dan batu merah. Pun tak lupa, lembaran rupiah guna beli kopi dan rokok, buat para relawan pekerja, yang juga bagian dari komunitas ini. Benar-benarlah teras ini menjadi lahan menanam dan menumbuhkan kebaikan. Dan, kesemuanya dimulai dari kerelaan Tata’, merelakan terasnya, yang kesehariannya menjadi guru mengaji di kampung Lembang-Lembang ini, yang ditempatkan di rumahnya pula.

 

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…

  • —mengenang 3 tahun kepergian Sapardi Djoko Damono SEJAK baheula manusia dikepung puisi. Sekira tahun 1.700 Sebelum Masehi di India, puisi sudah tengger di naskah kuno Veda dan Gathas. Puisi adalah ekspresi artistik mengenai pesona diri dan hidup. Ibarat bakul puisi mewadahi “benak” penyair, yang diperah dari peng-alam-an: imajinatif, emosional, dan intelektual—peng-alam-an ini dipahat penyair pada…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221