Menggugat, Menggugah dan Mengubah

Sesudah saya melempar  mata pancing pikiran, lewat judul tulisan, “ Dari Gugatan ke Gugahan”, yang dimuat pada lembaran Kala, Ahad, 21 Agustus 2016, yang kemudian saya posting di akun facebook saya, langsung saja seorang  kisanak, menyambar umpannya,  menyodok saya lewat  inbox, berisi sederet pesan, agar lebih mengkonkritkan perbedaan antara gugatan dan gugahan, waima keduanya berujung pada perubahan. Sebab, sahabat saya itu menyapa lewat kotak pribadi, maka namanya pun saya rahasiakan saja. Bukankah perbincangan lewat kamar pribadi, mesti menyisakan rahasia? Dan, nama itu, biarlah tersimpan sebagai misteri.

Bertolak dari sodokan itu, saya kemudian berinisiatif, untuk mempertajam gagasan akan dua soal tersebut, baik dari segi arti kata maupun pengertian yang dilahirkannya. Termasuk, pilihan judul tulisan, yang tidak merekomendasikan pilihan sikap antara keduanya, gugatan-menggugat atau gugahan-menggugah untuk melakukan tindakan ubahan- mengubah. Melainkan, saya menekankan sebagai pilihan tindakan, seolah berjenjang, serupa hirarki akan kematangan jiwa dari sosok yang ingin melakukan perubahan.

Baiklah, saya langsung saja merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) IV Daring, yang mengkasadkan arti  kata gugat: dakwa, adukan,tuntut. Penjelasan lainnya, menurut KBBI Lurin, gugat berarti: 1. mendakwa; mengadukan (perkara). 2. menuntut (janji dan sebagainya); membangkit-bangkitkan perkara yang sudah-sudah. 3. mencela dengan keras; menyanggah. Adapun kata gugah dimaksudkan dengan arti: bangkit, bangun.  Penjelasan di KBBI Lurin: 1. menjagakan; membangunkan orang tidur. 2. membangkitkan; menyentuh hati; menimbulkan perasaan dalam hati.

Selaku pegiat literasi, mungkin lebih elok, saya  memberikan contoh kongkrit, berdasarkan pengalaman akan tindakan menggugat dan menggugah ini. Bahwasanya, sebelum tahun 2010, di kota kecil kelahiran saya, Kabupaten Bantaeng, sering melakukan gugatan ke Pemerintah Daerah akan pentingnya membenahi Perpustakaan Daerah sebagai ujung tombak gerakan literasi, peningkatan minat baca-tulis. Karenanya, tidak sedikit peristiwa yang terjadi berbuntut salah paham. Di berbagai forum persilatan pikiran, entah itu bernama seminar, lokakarya atau bimbingan teknik, yang diselenggarakan oleh Pemda, saya lebih banyak menggugat. Ada hasilnya, meski belum seperti yang diharapkan, namun buntut soalnya, juga tidak sedikit. Jadilah saya serupa tukang kritik.

Memasuki  tahun 2010, tepatnya tanggal 1 Maret 2010, saya mendirikan Boetta Ilmoe – Rumah Pengetahuan, sejenis komunitas literasi, yang agendanya adalah melahirkan rumah baca, memprovokasi hadirnya ruang-ruang baca, baik yang dikelola secara pribadi, berkelompok, dan berkomunitas. Saya menganggap ini sejenis perubahan strategi, mencoba menggugah berbagai pihak, dengan tindakan langsung berbuat, mewujudkan contoh, dan tidak memperdulikan lagi apa yang dilakukan oleh pemerintah. Kasadnya, saya mengubah pola gerakan, dari strategi menggugat ke menggugah. Bagi saya, strategi ini lebih efektif hasilnya. Sehingga, banyak komponen masyarakat yang melibatkan diri, dalam proses perubahan, akibat tergugah. Dan bukan karena tergugat.

Praktisnya, jalan juang semisal ini, bisa dipahami sebagai tindakan metamorfosis dari pergulatan pikiran,yang melibatkan pertikaian, ada amarah padanya, berubah ke pengungkapan kebeningan hati, mengajak turun tangan terlibat, memupuk kerelawanan untuk berbagi bahagia yang menyata. Bila pada gugat-menggugat melengket padanya muara kemenangan, yang melahirkan kesenangan, maka gugah-menggugah melekat padanya ujung kegemilangan, yang membuahkan kebahagiaan. Mungkin tidak banyak persona yang mampu membedakan antara kesenangan dan kebahagiaan, tapi bagi saya amat jelas porsinya.

Kesenangan asalnya dari luar diri, sementara kebahagiaan muasalnya dari dalam diri. Kesenangan biayanya terkadang amat mahal untuk meraihnya, namun kebahagiaan ongkosnya sangat murah untuk mendapatkannya. Menggugat, demi kemenangan akan kesenangan, amat sulit menggapainya, bisa mengeluarkan tenaga yang mahal harganya. Sementara, menggugah buat kegemilangan akan kebahagiaan, mampu menghasilkan energi yang murah nilainya. Singkatnya, menggugat menghasilkan kesenangan, menggugah melahirkan kebahagiaan, waima keduanya, menggugat dan menggugah, serona upaya tindakan mengubah.

  • Sair wa suluk. Lorong khusus bagi pelancong rohani. Ramadan sebagai sair wa suluk adalah wahana khusus bagi manusia yang mengkhususkan diri untuk melancong menuju Tuhannya. Bagi mereka Ramadan bukan Ramadan biasa, Ramadan adalah hamparan jalan sutra cahaya yang dengan jalan ini Tuhan memperjalankan hamba-Nya untuk hadir di haribaan-Nya. Ramadan bukan jalan untuk mereka lalui dengan…

  • Konon dunia olah raga mesti dipisahkan dari politik, termasuk sepak bola, permainan kolektif paling banyak digandrungi di muka bumi saat ini. Pernyataan ini nampak aneh untuk tidak mengatakannya naif. Kiwari, sepak bola modern bukan lagi sekadar olah raga, tapi sudah menjadi industri, budaya, dan bahkan identitas, yang karena itu ketiga dimensi ini bertalian pula dengan…

  • Kurang lebih sepekan lalu kami kedatangan tamu yang telah dinanti berhari-hari sebelumnya. Beberapa buah kardus berisi buku “Gemuruh Literasi” beriring-iringan masuk ke tengah ruangan toko, mencari tempat ternyaman untuk mengaso. Rupanya lantai yang berposisi di bawah kipas angin menjadi tempat aman untuk beristirahat. Sembari menanti tangan-tangan pembeli datang meminangnya. Senyum paling lebar tentu saja datang…

  • pamer harta itu adalah hal yang tak baik, dari sudut pandang apapun, tapi sebagai pejabat publik bukan disitu pangkal persoalannya. Pemerintah semestinya berfokus pada ketakwajaran harta kekayaan pejabat dan pegawainya, bukan pada sikap pamernya.

  • Menurut hadis, di ujung puasa, dua kenikmatan menanti: santap berbuka dan bertemu Tuhan. Ini keren sekali. Dapat dua sekaligus. Sekali rengkuh puasa langsung dapat dua, kenikmatan lahir dan kenikmatan batin. Makan yang enak cita-cita tinggi manusia materi bumi. Bertemu Tuhan cita-cita tertinggi manusia cahaya langit. Melalui puasa dua jenis manusia yang menyatu dalam satu tubuh…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221