Bara di Dada Pertiwi dan Puisi-puisi Lainnya

Bara di Dada Pertiwi

Di tepian pantai kusaksikan anak-anak angin dengan riangnya berdansa memainkan alismu.

Kau tertidur di atas bangkai perahu reyot. Kebayamu yang lusuh, koyak. Payudaramu yang memabukan iman, tampak oleh mataku.

Pertiwi. Rupanya, kau baru saja ditindih dagingmu sendiri. Daging yang kau pangku selama tujuh puluh satu tahun tanpa Ayah. Entah, siapa ayahnya?

Pertiwi. Sepertinya kau tak lagi merasakan sebilah belati menyerupai angin menikam wajahmu. Lalu, turun ke dadamu yang lebih dahulu dingin.

Mungkin dagingmu merasa telah berhasil menyimpan bara di hatimu? Padahal yang terbakar adalah sepi dan lukamu. Tidak dengan cintamu.

Ritus Jalan Raya

Di jalan raya. Aku melihat orang berpelukkan saling mempertegas makna nun rupa-rupa

Begitu sepi dan sunyi tuhan membisik dari tahta langit. Nafsu dikultus, cinta diusik.

Mataku khusyuk menjamah sepasang payudara lenggak-lenggok yang melintas. Kejahatan bersumber darinya, tetapi imanku bergumam serupa: dialah inti sajak dan puisi yang kutulis pada daun-daun yang berseliweran di ritus jalan, kotor dan berdebu.

Kupastikan diriku bukan nabi. Lamat-lamat kulempar pandanganku melanglang buana di sembir gubuk reyot yang senyap didatangi malaikat. Di sana aku melihat perempuan bernyanyi, ia menghibur hatiku yang lebih dingin.

Dan, di jalan pula. Diam-diam maut memasang perangkapnya. Sebab, si pengandara mengejar kecepatan. Ia melunasi hidup dengan kematian.

 

Tatkala Jelata Bertahta

Tatkala jelata bertahta akan kuasa

Di sana, di teater legeslatif

Kepastian cerita moleknya Dewi Adil

Sembari meneguk kopi yang ditanam sendiri. Pun, dari tanah sendiri

Di ruang sadar gema kebebasan dinyanyikan Sang penyair

Konstitusi tak lagi diperkosa rupa-rupa kulit ideologi

Jejak-jejak kuasa menjadi milik bersama

Lalu, topeng politisi senyap dari panggung perang tanding

  • Sair wa suluk. Lorong khusus bagi pelancong rohani. Ramadan sebagai sair wa suluk adalah wahana khusus bagi manusia yang mengkhususkan diri untuk melancong menuju Tuhannya. Bagi mereka Ramadan bukan Ramadan biasa, Ramadan adalah hamparan jalan sutra cahaya yang dengan jalan ini Tuhan memperjalankan hamba-Nya untuk hadir di haribaan-Nya. Ramadan bukan jalan untuk mereka lalui dengan…

  • Konon dunia olah raga mesti dipisahkan dari politik, termasuk sepak bola, permainan kolektif paling banyak digandrungi di muka bumi saat ini. Pernyataan ini nampak aneh untuk tidak mengatakannya naif. Kiwari, sepak bola modern bukan lagi sekadar olah raga, tapi sudah menjadi industri, budaya, dan bahkan identitas, yang karena itu ketiga dimensi ini bertalian pula dengan…

  • Kurang lebih sepekan lalu kami kedatangan tamu yang telah dinanti berhari-hari sebelumnya. Beberapa buah kardus berisi buku “Gemuruh Literasi” beriring-iringan masuk ke tengah ruangan toko, mencari tempat ternyaman untuk mengaso. Rupanya lantai yang berposisi di bawah kipas angin menjadi tempat aman untuk beristirahat. Sembari menanti tangan-tangan pembeli datang meminangnya. Senyum paling lebar tentu saja datang…

  • pamer harta itu adalah hal yang tak baik, dari sudut pandang apapun, tapi sebagai pejabat publik bukan disitu pangkal persoalannya. Pemerintah semestinya berfokus pada ketakwajaran harta kekayaan pejabat dan pegawainya, bukan pada sikap pamernya.

  • Menurut hadis, di ujung puasa, dua kenikmatan menanti: santap berbuka dan bertemu Tuhan. Ini keren sekali. Dapat dua sekaligus. Sekali rengkuh puasa langsung dapat dua, kenikmatan lahir dan kenikmatan batin. Makan yang enak cita-cita tinggi manusia materi bumi. Bertemu Tuhan cita-cita tertinggi manusia cahaya langit. Melalui puasa dua jenis manusia yang menyatu dalam satu tubuh…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221