Tahan Amarahmu, Maafkanlah

Jelang lebaran Idul Fitri 2017 ini, saya mampirkan motor ke bengkel langganan. Usia berlangganan saya dengan bengkel ini, sudah lebih sepuluh tahun, nyaris tidak pernah ke bengkel lain. Sudah  dua kali ganti motor, dengan merek yang sama, saya tetap menyatukan diri dengan bengkel ini. Para mekaniknya boleh berganti. Ini hanyalah sebentuk kesetiaan. Melatih diri untuk bersetia, padahal  memungkinkan pindah ke tempat lain. Soal ini mungkin remeh adanya, tapi kesetiaan, tidak mengenal  sepele dan mustahak.

Oleh kepala mekanik, disarankannya saya untuk menyervis secara total. Turun mesin. Soalnya, sudah  lama sekali tidak melakukannya. Bila abai, bisa saja menimbulkan kerusakan serius pada motor saya. Karena saya amat percaya pada sang mekanik, pun saya mengiyakannya. Sembari menanti pengerjaannya, saya pun melepskan imaji saya untuk mengembara, memaknai apa sebenarnya, maksud terpenting dari perlunya turun mesin bagi sebuah motor, pada siklus tertentu, agar motor tersebut awet dalam pemakaiannya.

Pada larutnya pengembaraan imaji saya, terpetiklah sejumput pahaman, bahwa ada kemiripan maksud Tuhan untuk memerintahkan hambanya yang muslim untuk berpuasa. Teringatlah saya pada berbagai ceramah para ustad, yang senantasa mengingatkan bahwa puasa itu menyehatkan jiwa dan raga. “Berpuasalah agar kamu sehat”, begitu sabda Nabi Muammad. Saya pun lalu mengilustrasikan, bulan Ramadan serupa bengkel jiwa dan raga, buat menyehatkan setiap insan yang berpuasa. Jadi, sesarinya, saya lagi masuk bengkel yang bernama bulan ramadan, buat menyervis diri, agar jiwa dan raga sehat.

Sambil mengamati bagaimana sang mekanik mengutak-atik mesin motor, saya pun merasa diutak-atik oleh puasa ramadan. Banyak yang dibersihkan oleh mekanik itu. Saya tidak terlalu paham nama-nama onderdil yang menyatu pada mesin itu. Namun, yang saya saksikan, betapa sang mekanik dengan tekun membongkar bongkahan mesin itu, mencuci satu persatu onderdil, sehingga bersih, sebersih-bersihnya. Bebarapa onderdil yang sebelumnya hitam berkarat, kini mengkilap, berkilau seperti baru. Nyaris saya tidak percaya. Sekotahnya seperti sediakala, kembali baru.

Puasa ramadan pun membongkar jiwa dan raga, bagi yang menunaikannya. Di dalam bengkel ramadan, Tuhan dengan segenap cinta pada hamba-Nya, mensucikannya. Suci sesuci-sucinya. Lewat paket puasa, yang tidak sekadar menahan lapar  dan haus, ibadah wajib dan sunnah yang dilipatkandakan ganjarannya, perintah untuk banyak berzakat-infak-sedekah, dan paket pendukung agar menahan amarah, menumbuh kembangkan kasih sayang, menyemaikan sifat pemaaf. Semuanya Tuhan dedahkan, bak mekanik mengkilapkan mesin jiwa dan raga hamba-Nya.

Ada pesan sang mekanik pada saya, setelah tuntas penyervisan. Sebab semua kondisi mesin kembali seperti baru, maka haruslah secara perlahan dalam menggunakannya. Pelan-pelanlah dalam mengendarainya. Nantilah normal sebagaimana adanya, baru boleh menggunakannya secara maksimal. “Maklumlah, motor bapak kembali baru. Semua yang baru digunakan, mestilah perlahan memakainya,” ujar sang mekanik, mengungatkan.

Tatkala lebaran tiba, saya mengendari motor yang telah diservis itu, amat nyaman.Laiknya motor baru, menuju lapangan, tempat Salat Idul Fitri diselenggarakan. Pada khutbah Idul Fitri, khatib bertutur lirih,”kita baru saja keluar dari bengkel ramadan. Tuhan dengan segenap cinta-Nya, telah mensucikan kita sesuci-sucinya. Karenanya, sebagai insan yang seolah terlahir kembali,mestilah kita perlahan tapi pasti, menjalani kehidupan sosial yang normal, dengan bekal kesucian dari bengkel ramadan”.

Sang Khatib kemudian mengutip firman Allah, dalm Al-Quran, Surah Ali Imran, ayat 134: “Yaitu: orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan”. Menurutnya, ayat ini bisa menadi jembatan amaliah, yang selama di bengkel ramadan banyak dianjurkan, dan telah berhasil mengkilapkan insan yang mengamalkannnya, sehingga menjadi suci di hari lebaran. Dan, sepatutnya, amalan ini mewarnai kehidupan kemasyarakatan kita, sebelas bulan berikutnya.  Maka, “senantiasalah berinfak. Tahanlah amarah, dan maafkanlah sesama. Sebab, ketiganya adalah perbuatan baik, yang memancing menubuhnya cinta Tuhan pada hamba-Nya”.

Laju motor membawa saya balik ke mukim dengan sepenuh bahagia. Motor tua rasa baru, karena telah masuk bengkel, turun mesin, dibersihkan sebersih-bersihnya, sehingga, rasanya seperti memilki kendaraan baru. Pun, saya yang dimuatnya, baru saja keluar dari bengkel ramadan. Telah berpuasa sebulan penuh. Berbagai amaliah ramadan saya jalani. Pun, paket-paket tambahan saya uarkan. Aura jiwa dan raga serasa ringan seperti kapas yang ditarikan angin. Setiba di mukim, tindakan nyata yang sunyata saya nyatakan, memaafkan semua penghuni mukim, lalu sekotah penghuni jagat.

  • Kadang kala, kita dituntut untuk sukses oleh orang-orang sekitar. Harus punya ini, bisa beli itu, jadi ini, dll. Padahal, bukankah definisi sukses antara saya, kamu, dan dia itu berbeda? Hal ini seringkali menjadi problematika di masyarakat, menyebabkan seseorang tidak mampu menjadi apa yang ia inginkan. Sebagai generasi Z, saat ini sedang dihadapkan oleh suatu tantangan.…

  • Purnama lalu, 18 Oktober 2022 kita memperingati Hari Perpustakaan Sekolah Internasional. Tak ada twibbon bertebaran, tidak ada ajakan membaca dari presiden, Mas Menteri pun sepertinya enggan berpidato, paling tidak mengajak sekolah memikirkan ulang perpustakaannya masing-masing. Kita juga sepertinya sama saja. Perpustakaan sekolah seolah hidup segan, mati tak mau. Antara ada dan tiada. Fisiknya kokoh berdiri,…

  • A’baribbasa’ berasal dari Bahasa Makassar baribbassa yang artinya pagi. Pagi yang dimaksud di sini adalah sebelum terbitnya matahari. A’baribbasa’ adalah tradisi sarapan bersama di pagi hari jelang panen padi. Jika melihat ke belakang dari sejarah peradaban Bugis-Makassar, a’baribbasa’ adalah bagian dari penghormatan kepada Sangiang atau Sangeng Serri yang merupakan Dewi Padi yang dipercaya sebagai seorang…

  • Seorang lelaki yang telah lama hidup sendiri sangat gemar memakan labu kuning. Aneka jenis hidangan selalu ada unsur labu yang ia masukkan. Seperti sayur, sup, jus, kue maupun roti. Suatu waktu ia harus meninggalkan rumahnya di desa dan memulai hidup baru di kota seberang. Harta yang ia miliki hanyalah rumah dan labu-labunya. Rumahnya pun sudah…

  • Malam sedang pekat-pekatnya, mata ini tak kunjung terlelap. Di luar, rintik hujan sedang malu-malu menyapa tanah. Saya lalu menyalakan televisi, tapi seperti kita ketahui, tak ada tontonan menarik saat tengah malam. Ya, paling hanya berita tadi pagi, disajikan kembali. Atau sinetron, tapi tak amat seru untuk ditonton. Saya lalu beralih, membuka gawai. Membuka YouTube, sementara earphone telah…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221