Demokrasi dan Jurus Lupa Ingatan

Sadar tak sadar, ingat tak ingat, dan benar-benar lupa, kalau kata demokrasi yang sering diungkapkan dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat benar adanya. Buktinya ada saat pemilihan legislatif, bupati, gubernur dan presiden. Tak lupa juga pemilihan kepala desa, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), ketua Himpunan Mahasiswa serta yang sama makna dengannya.

Begitu nyata demokrasi itu wujud di tengah-tengah rakyat Indonesia. Tak hanya itu. Demokrasi a la borjuasi ini setelah berhasil dilaksanakan seperti makna demokrasi seutuhnya, pasca pemilu maka otomatis kata demokrasi tadi diubah pula maknanya. Saya memilih dua kata demokrasi dan amnesia, atau bisa disingkat “demokramnesia” – demokrasi lupa ingatan.

“Demokramnesia”, menarik bukan? Istilah ini spontan muncul di akal saya saat berusaha menulis kalimat pelengkap pada paragraf penutup kedua.

Kembali ke poin pembahasan bahwa, demokrasi yang telah dilaksanakan saat ‘pemililihan raya’ tadi hanya berlaku saat memberikan suara saja. Percaya atau tidak? Coba saja ingat kembali. Bagi yang setia dengan bilik suara pasti bisa rasakan dengan baik penghianatan demokrasi yang berubah wujud tadi.

Lebih parah lagi, penguasa yang terpilih berkat demokrasi tadi, lebih suka amnesia. Lupa terhadap janji, lupa terhadap program prioritas yang gencar disebarluaskan saat kampanye. Lupa merupakan sifat dasar manusia. Saya maklum. Kurang tau bagaimana pendapat pembaca sekalian tentang memaknai kata lupa.

Jurus lupa ingatan penguasa semakin terang benderang digunakannya saat menaikkan tarif dasar listrik 200% menjelang akhir juli ini. Mereka lupa kalau mayoritas rakyatnya bukanlah orang yang memiliki kekayaan mentereng serta tidur menggunakan “bantal rupiah”, melainkan batu-bata merah hasil keringatnya yang belum laku terjual.

Naiknya biaya kuliah di perguruan tinggi negeri dan swasta tak terkendali dalam lima tahun terakhir, namun tidak dibuka lapangan pekerjaan yang layak untuk menjamin masa depan yang sejahtera. Bukankah ini praktek demokramnesia?

Tidak adanya kontrol atas harga barang di pasaran adalah bentuk lupa ingatan penguasa. Bagaimana tidak, saat keperluan dapur sangat dibutuhkan khususnya bulan ramadan dan lebaran kemarin harga sembako melonjak naik. Apakah penguasa lupa Inspeksi Mendadak (SIDAK) karena berpuasa saat ramadan, atau sedang istirahat efek pusing karena kolesterol sedang naik pasca lebaran Idul Fitri.

Upah layak yang diperjuangakan oleh buruh, pekerja, pekerja profesional dan lain sebagainya sering dilupakan. Walau puluhan ribu buruh melakukan aksi untuk menuntut upah layak untuk kesejahteraan hidupnya serta kebebasan berserikat, penguasa gampang lupa ingatan atas tuntutan buruh tininmbang kesepakatan penguasa dengan pengusaha yang merampas nilai lebih dari buruh.

Demokrasinya borjuis otomatis pula untuk para borjuis. Jadi masih berharap dengan demokrasinya para penguasa tersebut?  Saya cuma bertanya, ini bukan provokasi.

Selain jurus mabuk, saya amati penguasa saat ini lebih suka menggunakan jurus lupa ingatan. Karena lupa bisa juga diartikan khilaf dan manusia tempatnya salah dan lupa. Percaya atau tidak, demikianlah pengalaman saya pribadi. Jika ada kesamaan cerita, alhamdulillah. Jika tidak ada, istighfar sebanyak-banyaknya karena mungkin Anda mengalami “demokramnesia”

  • Elegi Daun Malam Putik gugur tepat di pagi yang indah. Daun-daun tak jatuh, sebab pohon kota telah tumbang—angin lewat membawa berita-berita kematian. Tabur aksara tak lekas dari luka.  Tubuhku adalah pemakaman yang tak pernah sunyi—pada sebuah tempat, harapan itu tak pernah mati.  Menulis kisah dalam bahasa tubuh tanpa ruh dengan pusaran waktu yang tak kunjung…

  • Bagaimana menjadi miskin dan hidup seperti gelandangan? Lupakan apapun semua tentang definisi miskin. Kemiskinan stuktural atau kultural, pada akhirnya hanya konsep, setidaknya bagi George Orwell, yang hidup di pertengahan abad XX. Hidup bersama mereka yang tidak punya makanan, dan tak punya tempat rebahan. Orwell paham lebih dalam bentuk-bentuk kemiskinan. Juga para gelandangan, dengan segala stereotype…

  • Lelaki itu tinggal di ujung gang, bermukim dalam rumah yang terbuat dari bahan semi permanen. Bagian atap rumahnya terbuat dari daun rumbia, adapun bagian dinding rumahnya terbuat dari anyaman rotan yang ditempeli koran bekas—sebagai penghalau udara yang dingin. Adapun lantainya beralaskan spanduk bekas kampanye gubernur. Umur lelaki itu telah mencapai enam dasawarsa lebih, menjadikan dirinya…

  • Jika ‘semangat’ menjadi alasan perubahan, maka ‘nawaitu’ menjadi kekuatan pemuda. Kira-kira seperti itu semangat pemuda 94 tahun lalu. Membawa nilai positif dan segudang gagasan dalam setiap perubahan yang ada. Jejak sejarah menjadi momentum bagi setiap perjalanan dan perkembangan bangsa, sejarah selalu menjadi saksi sekaligus pengalaman. Prosesi Sumpah Pemuda 94 Tahun lalu menjadi memoriam, pengingat bagi…

  • Pelangi Pada dentum meriamDan desir peluru yang bertaluPada ribuan tubuh yang boyakSeorang bocah SuriahSedang bermimpiMenjadi pelangi [2017] Kisah Mungkin hanya miliaranatau triliunan debuyang menyimpan kisah tentangorang-orang lahir maupun matidi balik tembok-tembok retak itu. Atau hanya ranting-ranting keringdi pepohonan ringkih, lekas menuayang bisa bertutur tentanghikayat ternak membusukdan tenggorokan berdebudi Gurun Dahar. Aku sempat memandangidi belakang mereka,ada…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221