Bukit-Bukit Cengkih

Hari Jumat di awal September ini sangat cerah. Matahari tak terhalang sedikit pun awan sehingga jalan-jalan di lereng-lereng perbukitan yang dipenuhi rerimbun cengkih sangatlah terang dan lapang. Bersama kawan sejawat menyusuri jalan-jalan di perbukitan itu menuju ibu kota kabupaten yang berjarak sekira kurang lebih satu jam perjalanan dengan kendaraan bermotor. Di sepanjang jalan aku menemui petani kebun yang cukup riuh mengemasi hasil panen langsat. Ternyata tahun ini, musim panen raya cengkih jatuhnya bersamaan dengan ranumnya buah langsat di kebun-kebun tumpangsari dengan cengkih.

Langsat dikemas dengan rapi dalam bilah-bilah bambu berbentuk segi empat yang siap dikirim ke kabupaten dan kota-kota terdekat. Sebagian akan dijual di lapak-lapak emperan sepanjang jalan kampung bukit-bukit cengkih itu.

“Pak, tidak mampir dulu membeli langsat sekantong dua kantong,” sapa pak Dody di belakang kemudi buyarkan renungku memandang hamparan bukit-bukit cengkih yang sangat luas di kejauhan nan indah dan memesonaku.

“Oh.. mungkin sekembalinya nanti dari kota kabupaten, pak. kita diburu waktu. Soalnya beberapa orang telah menunggu kita di kantornya dan hari ini hari jumat,  biasanya kantor cepat tutup.” “Oke baik pak balas pak Dody singkat.”

Setelah menempuh jalan berkelok, mendaki bukit  dan menuruni lembah, sampailah kami di ibu kota kabupaten yang baru empat tahun ini dimekarkan. Kotanya pun masih seukuran desa di kampung moyangku. Kantor-kantor dinas masih menyebar di mana-mana dalam bentuk rumah kontrakan. Satu-satunya yang menandakan bila kawasan ini adalah ibu kota kabupaten adalah kantor bupati yang baru saja usai diresmikan. Pun halamannya masih didandani di berbagai sudut.

Usai menemui beberapa orang yang sebelumnya telah janjian  di kota kecil ini, masjid-masjid telah mengalunkan shalawat, pertanda bahwa sebentar lagi salat jumat akan dilangsungkan. Lambungku mulai mencubit-cubit sebagai penanda bahwa ia mesti segera dijamah.

“Pak Dody, kita cari penganan ringan dulu ya, kampung tengahku sudah mulai meminta dibesuk, sebelum kita menyesap makanan berat seusai jumatan sebentar.” “Baik pak, ujar pak Dody.” Kami susuri jalan memanjang sekitar dua kilo meter ini. Namun tak menemui toko atau pun kedai kecil yang menjaja makanan. Satu-satunya warung yang buka adalah warung ikan bakar yang dijubeli pengunjung.

“Kok kota kecil ini laiknya kota-kota di timur tengah yang bila hari jumat tokonya pada tutup?” ujarku sembari tersenyum pada pak Dody sebagai penduduk lokal. “Mungkin, karena pemimpinnya memang beretnis Arab, Pak,” ujarnya sembari membalas senyumku dengan sedikit jenaka. “Oh.. ya, mungkin ya.. Oke bila demikian, kita sholat jumat saja dulu, setelahnya kita bersantap di rumah makan yang tadi.” “Baik pak kata pak Dody.”

Di dalam masjid hampir semua shaf telah terisi kecuali beberapa yang masih lowong di shaf pertama dan kedua. Aku dengan pak Dody memilih di shaf kedua searah dengan mimbar. Tak beberapa lama, hanya terhitung menit kami duduk di dalam masjid, seorang lelaki yang relatif nampak masih muda bertampang Arab dengan kumis dan janggut bersambung memasuki masjid dan langsung mengambil tempat duduk di shaf paling depan searah dengan tempat imam pemimpin sholat jumat.

“Itu pak bupati, Pak.” Bisik paka Dody di sampingku. “Oh.. sepertinya beliau memang beretnis Arab ya..” “Iya pak balas pak Dody singkat.”

Usai mengucapkan salam, kami saling berjabat tangan dengan jamaah lainnya, termasuk pak Bupati yang duduk tak jauh dariku. Beliau dikerubuti oleh warganya untuk sekedar berjabat tangan dan bertanya beberapa hal terkait dengan pembangunan yang sementara berlangsung dan rencana perhelatan Pemilukada tahun depan. Senyumnya tak pernah reda sepanjang proses jabat tangan dan menjawab pertanyaan yang ditanyakan warganya.

Seorang lelaki berumur paruh baya duduk sedikit jauh dariku sedang bersandar di tembok, juga banyak disapa oleh jamaah. Penampilannya sangat sederhana untuk ukuran seorang pejabat di kabupaten. Juga tak hentinya membagi-bagikan senyumnya pada segenap yang hadir di masjid itu. Menurut pak Dody, beliau adalah calon wakil bupati pada perhelatan pemilukada tahun depan, tahun 2018. Sosok sederhana yang saat ini menjabat sebagai pimpinan di salahsatu kantor di kabupaten ini.

Usai santap siang mengisi kampung tengah yang sedari tadi mencubit-cubit, kami beranjak hendak menemui beberapa kepala desa yang tengah mengerjakan beberapa program sharing yang kami gagas bersama.

Di ujung kampung yang tadi kami lewati berjejer lapak-lapak penjual langsat yang mulai rapi setelah ditata sedari pagi. Kami mampir sebagaimana janjiku pada pak Dody.

Menyesap langsat manis sembari rehat sejenak dan menikmati keindahan alam sejauh mata memandang. Bukit-bukit cengkih berpadu dengan barisan nyiur melambai-lambai, seakan menggodaku dan mempersaksikan dirinya. Inilah aku kekayaan negerimu yang tiada tara, bersyukurlah padaNya. Jangan utak-atik ketenangan kami dengan berbagai pikir culas atas nama politik dan demokrasi.

Di tengah asyiknya kami menikmati segala rupa kasih Tuhan di tepi kampung berbukit rerimbun pohon cengkih, seorang ibu tua menjelaskan bila hasil cengkih dan tumbuhan lainnya itulah yang menyekolahkan anaknya di kota. Anaknya lima orang. Empat perempuan satunya pria. Dua dari lima anaknya telah bekerja. Yang paling sulung bekerja sebagai perawat di salahsatu Puskesmas di kampung sebelah dan telah dipersunting oleh rekan sejawatnya di Puskesmas yang sama. Satunya lagi pegawai di kantor kecamatan di kota terdekat dan telah terangkat sebagai ASN (Aparat Sipil Negara).

Di kampung kami ini, sepanjang mata memandang yang topografinya berbukit-bukit dipenuhi dengan pepohonan cengkih dan kelapa, selebihnya buah langsat. Alhamdulillah tahun ini, hampir semuanya bersamaan berbuah. Inilah waktu yang kami sebut panen yang betul-betul raya, sebab kami mengupah orang-orang dari kampung-kampung nun jauh untuk memetik cengkih di panen raya ini.

Bukit-bukit cengkih itu adalah anugerah Tuhan yang kami sangat syukuri, ujar ibu tua itu lagi melanjutkan penjelasan singkatnya. kampung kami kampung damai. Seluruh perhatian kami hanya tertuju pada pengeleloaan kebun yang subur ini. Mudah-mudahan kondisinya tetap bertahan hingga anak-anak cucu kami kelak, imbuhnya menutup percakapan ringan kami. Di tengah-tengah cuaca terang benderang dan angin sepoi yang tak hentinya berhembus hingga ke relung-relung hati kami, menyejukkan dan mendamaikannya.

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…

  • —mengenang 3 tahun kepergian Sapardi Djoko Damono SEJAK baheula manusia dikepung puisi. Sekira tahun 1.700 Sebelum Masehi di India, puisi sudah tengger di naskah kuno Veda dan Gathas. Puisi adalah ekspresi artistik mengenai pesona diri dan hidup. Ibarat bakul puisi mewadahi “benak” penyair, yang diperah dari peng-alam-an: imajinatif, emosional, dan intelektual—peng-alam-an ini dipahat penyair pada…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221