Narasi Cinta dan Puisi-puisi Lainnya

Narasi Cinta (1)

Aku menikmati cinta yang sunyi
Tanpa kata
tanpa kalimat

Aku menikmati cinta
yang hening
tanpa suara
tanpa nada

Cinta kubiarkan tumbuh di selasar ruang sepi

Mengamati setiap inci dirimu
Memikatmu dengan laku

Etah engkau bagaimana
Tapi tatapmu punya isyarat
Senyummu mengandung sajak-sajak rindu

Ataukah ini hanya tafsirku
Yang pasti
di sini ada cinta yang memilihmu
sedang beranjak
bergegas menujuhmu

Narasi Cinta (2)

Aku tahu mencintaimu memiliki konsekuensi begitu berat

Ada terjal
Ada pengasiangan
Ada kutuk tak berakhir

Tapi

Aku telah memilihmu
Cinta mengajakku menerima segalanya
Cinta memintaku bersabar
Menuntun langkahku setapak demi setapak
menelusuri lorong-lorong setapak
Di ujung
Di tepi
Ada lampion-lampion nirwana menanti

Yang Tak Kukenali

Bagaimana mungkin aku mengahalau wajahmu

Tidakkah engkau telah memenuhi ruas jiwaku

Bagaimana mungkin aku hilang ingatan
Tidakkah engkau telah memenuhi kesadaranku

Bagaiamana mungkin aku tak berjalan menujuhmu

Tidakkah jalan telah engkau  buka

Melintasi Semesta

Ada ingatan merdu tentang dirimu
Ia tak dapat ditepis

tawamu selalu melekat pada relung jiwa

Suaramu tak henti menggema pada dinding-dinding kerinduan

Tubuhmu meluluhkan dimensi maskulinitasku

Akalmu mematahkan nalarku

Hatimu membuatku tenggelam dalam samudra kepasrahan

Hadirmu meruntuhkan segala keakuanku

Adamu mengajakku melintasi semesta
mengarungi stasiun-stasiun perindu dan memungut jejaknya

Bayang-bayang yang Mencekam

Ada gumpalan magma yang tertahan
Entah dengan cara apa ia menyembur

Ada hati yang lembap di lembah penantian
Menanti kapan ia menyatakan diri

Ada siksa begitu memikat di hati
Dilema menyertai
antara menyata atau tidak

Ketakutan menjadi bayang-bayang mencekam
Takut semua menodai
walau ini suatu murni
tanpa rekayasa
tanpa paksaan
Ia muncul begitu saja
tak punya sejarah
selain karena perjumpaan

Aku harus bagaimana?
Gelora ini semakin lama menyiksaku
Wahai dikau ingin menampunnya
Walau di sekitar tak banyak restu
Tak ada kata iya
Mungkin juga kamu
Tapi entahlah aku hanya menduga

Engakau harus tahu aku sakit menahan gumpalan ini
Bisakah kau membisiku cara menyatakannya tanpa luka.

Kata

Ada kata tak berpihak
Ia seperti dosa
Tak layak kita ucapkan
Juga digunakan

Ia seperti tembok
menjulang tinggi
kita tak mampu melewatinya

Kata-kata itu seperti aib
Bila dituturkan
Menyisahkan pedih

Aku sungguh ingin menuturkannya
menerima segala apa yang terjadi
menikmati setiap lukanya

Sungguh aku ingin mengatakan kata memilikimu

Sumber Gambar: https://wallpapercave.com/a-quiet-place-wallpapers

  • Semuanya bermula dari kesepakatan. Sepakat untuk menamakan media Kelas Literasi Paradigma Institute, yang bentuknya berupa lembaran, dengan nama Kala. Sejak kelas literasi ini dibuka untuk gelombang kedua, di pertemuan perdana pun sepakat untuk melahirkan media Kala ini. Banyak nama yang diusulkan, tetapi yang disepakati adalah Kala. Sepenggal kata yang diusulkan oleh Rahmat Zainal. Kala, bisa…

  • Pada akhirnya, hanya dua hal; disiplin dan sikap gigih. Biar bagaimanapun jadi penulis harus disiplin. Ini berarti di situ perlu pola, suatu rencana. Agak susah mau sebut disiplin, kalau di situ tidak ada suatu rencana. Penulis, saya kira orang yang punya agenda; dia menghitung, merancang, menetapkan. Dia mengklasifikasi bacaannya. Menulis catatannya. Dan, menyusun tulisannya. Sikap…

  • Pekan ke tujuh, kelas menulis PI agak molor. Hampir dua jam. Kesepakatannya, kelas harus dibuka pukul satu siang. Minggu lalu masih menumpuk beberapa tulisan, makanya perlu tambah waktu. Tapi, kelas dimulai sekira pukul tiga. Kawankawan satu persatu datang. Kelas mulai ramai. Yang buka kelas Heri. Saya, yang diplot jadi ketua kelas memilih bagi tugas. Kebiasaan…

  • Ini pekan yang panjang, terutama Kelas Menulis PI. Sudah jauhjauh hari tulisan diposting, sudah jauh sebelumnya kritik diajukan. FB jadi media, untuk tulisan dapat masukan. Sebelumnya tidak ada macam begitu. Ini hal yang baru. Sudah dua pekan hujan urung berhenti. Langit jadi basah, hitam. Tak sering malah bikin waswas. Apakah kawankawan mau datang, biar pun…

  • Awalnya agak ragu kelas menulis PI tidak jadi digelar. Tibatiba hujan datang. Deras. Tapi, selama berlangsung, kelas PI tidak pernah bolong. Sudah hampir tujuh bulan kelas dibuka. Sekarang, yang diuji konsisten. Juga disiplin. Semangat bisa datang, bisa lapuk, bahkan hilang. Kali ini biar bagaimana pun kelas tak boleh gagal. Pasca hujan reda, gegas berangkat. Semangat…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221