Pada Tempo Doeloe, Padoeka Toean Djuga Menenggak Minoeman Keras

Sudah hampir dua pekan saya menghabiskan waktu di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang beralamtakan di Jalan Perintis Kemerdekaan KM. 14. Musabab saya sering ke tempat tersebut tak lain dan tak bukan dikarenakan riset tesis, yah! Saya sedang menyusun tesis berjudul “Jaringan Pelayaran dan Perdagangan Komoditas Beras di Sulawesi Selatan pada Tahun 1946-1950” dan untuk mengungkap peristiwa sejarah di kisaran tersebut tak lain dan tak bukan saya harus “membongkar” arsip-arsip yang berkenaan dengan riset saya.Tapi, bukan masalah tesis saya yang ingin disinggung dalam tulisan ini, melainkan perjumpaan saya dengan Muhammad Awal.

Lalu, siapakah Muhammad Awal itu? Beliau adalah alumni Pendidikan Sejarah UNM Angkatan 2012 yang berkebetulan aktivis pada masanya (baca : Ketua MAPERWA FIS UNM). Kini, di tahun 2019 Muhammad Awal sedang melanjutkan studinya di Program Pascasarjana UNM.

Di ruang baca gedung arsip, saya banyak berbincang dengan Muhammad Awal, perbincangan kami seputaran gagasan awal mengenai penelitian tesisnya, beliau sedang mencoba mengungkap tentang satu narasi sejarah yang cukup jarang diungkap oleh sejarawan, yakni permasalahan minuman keras.

Ketika Muhammad Awal membincangkan tersebut, saya langsung saja tertarik, ia lantas mengungkapkan bahwa penelitian tersebut berangkat dari bacaannya atas laporan penelitian yang ditulis Kasjianto—sejarawan dan dosen di Universitas Indonesia—yang berjudul “Industri Rumah Tangga di Sekitaran Pabrik Penyulingan Arak di Beberapa Kota di Jawa Sekitar 1870-1925”. Muhammad Awal menyampaikan ke saya bahwa laporan tersebut ditulis sekitaran tahun 1993.[1]

Menurut Muhammad Awal yang ia kutip dari penelitian tersebut, kebiasaan orang Jawa dalam menyuling minuman keras sudah dapat ditelusuri dari zaman kejayaan Majapahit, hal tersebut dilihat dari naskah babon Negarakertagama, lebih lanjut disebutkan bahwa minuman keras pada masa tersebut merupakan bagian dari sajian dalam jamuan agung yang diselenggarakan oleh kerajaan.[2] Biasanya jamuan agung tersebut dilaksanakan pada saat panen raya.

Dalam pesta panen raya tersebut, raja akan membuka persamuan besar tersebut dengan menyuguhkan “tampo”, yaitu arak keras yang terbuat dari fermentasi beras jenis terbaik. Setelah itu, berbagai jenis minuman keras disajikan seperti tuak—yang terbuat dari fermentasi kelapa dan lontar, arak aren, kilang, dan brem.[3]

Muhammad Awal kemudian melanjutkan penuturannya, bahwa jenis minuman keras yang tergolong moderen seperti anggur, jenever, bir, dan wiski, baru masuk ke Nusantara bersamaan dengan kedatangan orang-orang Eropa. Bahkan konon katanya, kettika Mayor van Hogendrop, wakil V.O.C. bermaksud mengadakan perundingan dengan Pangeran Adipati Mangkunegara dalam perjanjian Gianti tahun 1755 menghadiahkan pada pangeran tersebut minuman anggur, konon katanya lagi, Mayor van Hogendrop sempat mengajak tost (baca : bersulang) kepada sang pangeran setelah mengucapkan kata-kata diplomasi.

Tidak sampai di situ, Muhammad Awal sempat juga menyingung satu fakta yang baru mengenai satu kelakuan unik dari Pangeran Diponegoro yang gandrung akan minuman anggur putih.[4] Di kesempatan yang sama, Muhammad Awal kemudian mengambil dan memperlihatkan saya katalog (daftar inventaris) arsip. Setidaknya ada dua daftar inventaris. Pertama, Inventaris Arsip Statis Pengadilan Negeri Luwu 1907-1967. Di dalam katalog tersebut terdapat dua dokumen yang mengisahkan tentang minuman keras, dokumen pertama mengenai proses verbal perkara tahun 1947-1948 tentang “kasus penjualan minuman keras dan barang-barang lainnya tanpa izin”. Dokumen kedua nampaknya menggelitik, yakni proses verbal perkara tahun 1947 tentang “kasus Tjan A Con yang mabuk-mabukan sehingga jalan macet”.[5]

Muhammad Awal juga sempat menunjukkan pada saya sebuah dokumen arsip berbahasa Belanda dan Indonesia, arsip itu tentang larangan membuat minuman keras di daerah Mallussettasi, Barru.[6] Di dalam arsip tersebut disebutkan tentang larangan seseorang membuat minuman keras, menyimpan alat pembuat minuman keras, dan bagi mereka yang melanggar akan dikenakan denda 100 gulden dan penjara maksimal tiga bulan sebagaimana yang tertera di bawah ini:

Fatsal 1 ; pada pendoedoek negeri jang berdiam didalam lingkoengan daerah keperintahan kita, dilarang memboeat arak (tjioe) ataoe mempenjai ataoe menjimpan perkakas2 dimana ia tahoe ataoe sangka bahwa perkakas2 itoe dipakai oentoek memboeat (memasak) arak (tjioe).

Fatsal 2, ayat (1); pelanggaran dari larangan jang terseboet dalam fatsal 1 dihoekoem dengan denda wang setinggi-tingginja f. 100.- atau dengan hoekoem pendjara setinggi-tingginja 3 boelan; (2) Arak (Tjioe) dan lain2 minoeman keras jang diperoleh dari pelanggaran terseboet diatas, demikianpoen perkakas2 jang goenanja oentoek pelanggaran itoe beserta dengan bahan jang lain2 jang ada kedapatan kepoenjaan orang jang memboet pelanggaran itoe, akan dirampas.

Teken het Zelfbestuur van Soeppa, Parepare 31 Mei 1939.

Gagasan awal Muhammad Awal dalam rencananya menulis tesis begitu menarik, karena selama ini pemahaman awam seseorang mengenai sejarah selalu berkutat pada hal-hal serius, sehingga kadang menimbulkan citra bahwa sejarah itu membahas orang-orang besar, padahal sejarah itu juga membahas [miliknya] orang-orang kecil, sebagaimana pada narasi tentang : Sejarah Menenggak Minuman Keras.

Sungguminasa, 15 Februari 2019-02-15

21.15-22.15

Sumber :

Kasjianto, Industri Rumah Tangga di Sekitaran Pabrik Penyulingan Arak di Beberapa Kota di Jawa Sekitar 1870-1925. Laporan Penelitian (Jakarta : Universitas Indonesia, 1992-1993).

Baca karya Peter Carey berjudul Kuasa Ramalan, baca pula historia.id dengan tajuk artikel tujuh kebiasaan pangeran diponegoro yang belum diketahui banyak orang.

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Propinsi Sulawesi Selatan. Arsip Statis Pengadilan Negeri Luwu 1907-1967. No. Reg. 64

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Propinsi Sulawesi Selatan. Arsip Statis Pengadilan Negeri Luwu 1907-1967. No. Reg. 68

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Propinsi Sulawesi Selatan. Arsip Pemda Barru, No. Reg. 11

 

Catatan Kaki:

[1] Kasjianto, Industri Rumah Tangga di Sekitaran Pabrik Penyulingan Arak di Beberapa Kota di Jawa Sekitar 1870-1925. Laporan Penelitian (Jakarta : Universitas Indonesia, 1992-1993).

[2] Ibid. Hlm. 1

[3] Ibid.

[4] Baca karya Peter Carey berjudul Kuasa Ramalan, baca pula historia.id dengan tajuk artikel tujuh kebiasaan pangeran diponegoro yang belum diketahui banyak orang.

[5] Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Propinsi Sulawesi Selatan. Arsip Statis Pengadilan Negeri Luwu 1907-1967. No. Reg. 64 dan 68

[6] Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Propinsi Sulawesi Selatan. Arsip Pemda Barru, No. Reg. 11

 

Sumber gambar: http://rumahcemara.or.id/oplosan-buah-pelarangan-minuman-beralkohol-ala-zaman-penjajahan/

  • Malam telah larut, para jamaah masjid telah mengambil posisi duduk berderet, bersandar pada dinding masjid. Tepat ba’da sholat Isya Daeng Situju telah menanggalkan pecinya sambil mengelus-elus kepala sembari melihat panitia lalu lalang di hadapannya. Mereka tengah sibuk menyetel sound system, menggeser mimbar, menggulung sajadah guna mempersiapkan acara “Malam Sambut Ramadan”. Acara dimulai dengan tadarrusan beriringan…

  • Gedung itu telah rata dengan tanah, seolah-olah sekompi pengemudi truk mabuk baru saja menabraknya dengan kecepatan tinggi. Bioskop itu tinggal nama, dan sekarang hanya menyisakan sisa reruntuhan bebatuan semen berwarna kusam abu-abu. Dari bawahnya bermunculan rumput-rumput hijau, bayam, atau kelihatannya, kemangi yang tumbuh dengan mudah setelah ditinggalkan bertahun-tahun. Sudah lewat tiga dekade, pasca kejayaan bioskop…

  • Kata Sapardi mencintai itu sederhana. Kau mencintai orang itu, senang berada di dekatnya, dan ingin merasakan kebahagiaan itu selamanya. Tapi kata Jokpin, justru mencintai dengan sederhana adalah mencintai paling tidak sederhana. Sangat sukar mencintai orang, sulit pula selalu berada di sisinya, dan lebih susah lagi merawat cinta itu selamanya. Rasanya kedua pujangga itu benar. Cinta…

  • Saya masih mengingat peristiwa tempo itu, kala usiaku baru menginjak dua dasawarsa. Tepat di tahun 1859 Besse Kajuara—seorang perempuan pemberani yang kukenal sekaligus Mangkau Raja Bone—diungsikan oleh Ade’ Pitue—Dewan Adat Kerajaan Bone—untuk meninggalkan Saoraja—istana kerajaan—dan Kota Watampone, ibu negeri Kerajaan Bone tuk menghindar dari kejaran pasukan De Vierde Bonische Expeditie, ikut pula bersamanya Arajang—benda pusaka—Kerajaan…

  • Setiap orang menyukai cerita, dan seringkali berpikir melaluinya dengan mengabaikan fakta-fakta. Begitu pendakuan Yuval Noah Harari, sehingga manusia terkadang menemukan apa yang dia inginkan sebagai kebenaran tidak berkesesuaian dengan kenyataan sebenarnya. Firaun di masa lalu, menyukai cerita tentang kekayaan abadi yang bisa ia bawa pasca kematian. Caranya, di sekitar tubuhnya yang menjadi mumi, dikuburkan pula…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221