Selonjoran Bersama Guru Han

Selepas membaca buku Bekisar Merah, karangan Ahmad Tohari, saya menghela napas panjang. Buku ini kurang sesuai dengan ekspektasi saya saat ini, walaupun diakhiri dengan happy ending, salah satu kesukaan saya ketika membaca buku. Kekurangpuasan saya berlanjut, pada buku setipis catatan belanja Ibu, Dekat Nyaring dari Sabda Armandio. Walau di awal terasa menyenangkan, namun ditutup dengan perasaan gantung, dan akhir cerita pun tidak berakhir happy ending.

Saya pun kembali mencari buku dengan harapan mendapatkan rasa senang, serta kepuasan setelah membacanya. Sembari memikirkan buku harapan itu, saya melihat quotes di salah satu instastory seorang kawan, “Cukuplah rayap saja yang menghancurkan buku.” (Guru Han). Sepertinya kalimat ini tidak asing. Benar saja, setelah berupaya mengingat sosok Guru Han, hal pertama terlintas di kepala saya, ia botak licin layaknya lampu taman.

Lalu semesta bekerja pada garis semestinya, seseorang menghubungi saya, mengirimkan rancangan bukunya, yang akan terbit di akhir bulan dalam bentuk format e-book. Tak lain adalah si Guru Han, panggilan yang sering disematkan pada Sulhan Yusuf. Ia menginginkan saya untuk menikmati bukunya. Harapan saya cukup tinggi, mengingat buku ini adalah merupakan kumpulan esai, yang telah terbit di beberapa media, dan di antaranya menjadi tulisan favorit saya.

Bukunya berjudul Pesona Sari diri, namun hingga e-book ini terbit menjadi buku setebal 529 halaman, saya belum benar-benar menuntaskannya. Layaknya menikmati segelas kopi hitam sebelum memulai hari. Sesap demi sesap saya nikmati, hingga menyisakan ampas. Walau pahit, tetap  saya sukai, menjadi suatu kebiasaan yang menyenangkan. Kebetulan pula si penulis buku ini, selain mengidolakan klub sepak bola Arsenal dan pecandu berat tembang-tembang Koes Plus, ia memiliki kebiasaan membawa kopi hitam tanpa gula ke mana saja. Si kopi hitam ini juga, menghiasi beberapa esai, di dalam buku Pesona Sari Diri.

Cara lain menikmati buku ini, dapat pula diumpamakan layaknya memakan nasi setiap hari. Menjadi kebutuhan dasar. Ketergantungan manusia akan hidup nyaman dan menyenangkan, dapat dilalui dengan membaca tulisan-tulisan ini. Akan ada berjuta cara menyelesaikan buku ini, selain saya sebutkan di atas, tergantung dari pembaca itu sendiri. Saya secara pribadi menikmatinya seperti meminum kopi. Tentu saja dengan gaya terbaik, berselonjoran di sore hari.

Buku bersampul hijau dengan gambar burung mirip Sun Conure ini, dapat dibaca dari berbagai pilihan bab sesuai selera. Saya memilih dengan memulai dari tulisan-tulisan di bab “Sari Diri”. Selain menjadi bab pertama di buku ini, ada tulisan dengan judul “Bahagia itu Mudah”, sangat menarik untuk dibaca. Selanjutnya ada tulian “Why not Share”, entah mengapa menjadi tulisan kedua. Seolah-olah hasil dari bacaan pertama patut untuk di-share.

Ada pula kosa kata tertentu menjadi judul tulisan, seperti kata “Tidur”, “Botak”, “Al-Ma’idah”, “Natal”, “Koprofilia”, dan terakhir “Uli”. Tentu saja pilihan kata ini tidak hanya mendatangkan rasa penasaran, namun memiliki kaitan erat dengan pengalaman ataupun pemikiran si penulis.

Bab pertama juga lebih banyak membahas pengalaman penulis. Jika diri ini sedang menginginkan tulisan ringan, tidak menggurui dan tentu saja membuat diri tentram. Bab ini sangat cocok dibaca terlebih dahulu. Bab kedua bertemakan “Teras Religiusitas”, sesuai dengan tema, kumpulan tulisan ini sangat berkaitan dengan hal-hal spiritual dan religius. Sangat cocok dibaca, jika hati dan jiwa sedang membutuhkan pelepas dahaga.

Bagian ketiga bertema “Beranda Publik”. Dua kata yang dapat menggambarkan apa yang sedang terjadi di masyarakat, semisal masalah sosial, politik, dan budaya. Terakhir bab “Pesona Persona”, belum saya sesapi sama sekali, kecuali judul “Uli”, karena mengenal pribadi tersebut.

Kumpulan tulisan di keempat bab ini, tidak terlepas dari kegemaran penulis dalam membaca karya Cak Nun, Ali Syariati, Jalaluddin Rakhmat dan penulis lainnya. Karenanya, jangan heran, jika tulisan ini bersifat jenaka seperti judul “Botak”. Dari bentuk kepala itu terciptalah tulisan kaya akan kebijaksanaan, ketika menyikapi suatu peristiwa yang dialami oleh penulis. Tepatnya, si penulis tersindir oleh kepalanya sendiri. Ada pula peristiwa viral, yang ia tuliskan secara gamblang, dengan mengelola konteks permasalahan itu, tanpa mengecam salah satu pihak, berjudul “Al-Ma’idah”.

Sebagian besar tulisan ini, dapat dinikmati dengan mudah melalui analogi sederhana. Tanpa menyederhanakan konteks. Tulisan-tulisan itu dapat pula menjadi cerminan keadaan manusia, dalam menghadapi masalah sehari-hari. Dapat dikatakan secara tidak langsung, tulisan di dalam buku ini menjadi ‘how to’ atau ‘bagaimana cara’. Namun jangan harap, jika buku ini dapat dihabiskan tanpa kendala. Salah satunya, penulis banyak menggunakan kosa kata unik, cukup asing dalam perbendaharaan kata di buku-buku. Maka, kamus KBBI menjadi teman dalam memecahkan kendala ini.

Berita baiknya, perbendaharaan kosa kata kita akan lebih kaya, terutama jika pembaca malas seperti saya untuk membuka kamus. Latar belakang penulis  yang akrab dengan hal-hal abstrak, pengandaian, dan filsafat, kadang kala menjadi kebingungan bagi pembaca yang menyukai kalimat-kalimat eksplisit, lantang, dan tidak bertele-tele. Bagi pembaca penyuka serba instan, buku ini cukup sulit, dibutuhkan kontemplasi dalam memahami maksud dari penulis. Sadar atau tidak, hal ini menjadi latihan kesabaran dalam menerima sesuatu.

Sebelum menutup perjumpaan saya dengan buku ini, terlebih dahulu saya bertanya ke diri sendiri, apakah harapan saya telah terpenuhi? Sepertinya saya belum bisa menjawabnya dan menyuruh diri ini untuk lebih bersabar. Selamat menikmati sajian di buku Pesona Sari Diri. Dan, bagian yang cukup penting saya sampaikan, buku ini tidak hanya menjadi rekomendasi dalam menemani hidup. Namun ada banyak hal baik yang akan hadir, jika buku ini dimiliki oleh segenap pembaca.

 

Kredit foto: Abby Pasker Bantaeng.

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…

  • —mengenang 3 tahun kepergian Sapardi Djoko Damono SEJAK baheula manusia dikepung puisi. Sekira tahun 1.700 Sebelum Masehi di India, puisi sudah tengger di naskah kuno Veda dan Gathas. Puisi adalah ekspresi artistik mengenai pesona diri dan hidup. Ibarat bakul puisi mewadahi “benak” penyair, yang diperah dari peng-alam-an: imajinatif, emosional, dan intelektual—peng-alam-an ini dipahat penyair pada…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221