Sains dan Agama: Dunia Manusia & Tatanan Hidup Manusiawi

Berkata Murtadha Muthahhari; “Ilmu Pengetahuan (sains) menjadikan dunia ini sebagai dunia manusia. Keimanan  menjadikan kehidupan ini sebagai kehidupan manusiawi”.

Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan ilmiah duniawi (empirik). Yaitu, pengetahuan yang dalam hemat Descartes, hanya memiliki nilai praktis.

Adalah fakta yang benderang, bahwa dengan sains dan teknologi, spesies manusia mampu melampaui spesies lain, baik spesies yang segenus dengan manusia dalam kehewanan, maupun yang berbeda genus. Semuanya tunduk tak berdaya, di bawah kontrol manusia. Manusia menjadi raja di alam ini.

Itulah mengapa Muthahhari mengatakan; Ilmu pengetahuan menjadikan dunia ini sebagai dunia manusia. Yakni, diantara spesies-spesies lain, spesies manusia adalah penguasa dunia, adalah spesies yang membuat spesies lain bertekuk lutut di hadapannya. Semua itu berkat sains, satu hal yang dimiliki oleh manusia dan mustahil dimiliki spesies-spesies lain.

Namun demikian, ilmu pengetahuan tidak serta-merta melahirkan tatanan dunia yang harmonis. Yakni, berkat ilmu pengetahuan (IP), boleh jadi (dan memang telah terjadi), manusia menjadi penguasa dan pengontrol dunia.

Lihat saja, berkat IP, manusia mampu menyelam ke dasar laut lebih dalam dari seekor ikan, dan mampu terbang ke angkasa lebih tinggi dari seekor burung. Akan tetapi, seperti yang digalaukan Jean Paul Sarte, semua itu tidak meniscayakan manusia mampu berjalan di bumi sebagai manusia.

Teknologi menawarkan kemudahan, sekaligus juga memberikan kegalauan-kegalauan baru bagi yang belum memilikinya. Teknologi menjadi alat penjajahan model baru, pada manusia dan pada alam. Alam dikuras tanpa diisi. Deru teknologi menenggelamkan suara “protes” alam dalam bentuk bencana-bencana. Inilah dunia manusia dengan tatanan hewani.

Menurut Muthahhari, iman akan mewujudkan tatanan hidup insani. Yaitu tatanan harmonis antara sesama ciptaan, dan pada Tuhan. Iman yang dimaksud adalah sistem keyakinan terhadap adanya nilai-nilai transenden- metafisik, disamping nilai-nilai imanen-praktis. Keyakinan terhadap eksistensi Tuhan sebagai wujud indefenden mutlak, dan menjadi tujuan gerak. Iman ini mesti merasuk ke jiwa, hingga tak mudah tergadaikan demi kenyamanan.

Iman akan mengarahkan IP menuju arah transendensi. Iman bukan hanya menjadikan teknologi sebagai alat pengkhidmatan pada manusia, tapi juga menjadikan pengkhidmatan pada manusia SEBAGAI [salah satu] bentuk penghambaan pada Tuhan. Sehingga, IP bukan hanya bermanfaat bagi entitas lain, tapi juga bagi perfeksi jiwa pemiliknya.

Walhasil, masih kata Muthahhari, “IP di tangan ilmuwan tanpa iman seperti sebilah pedang tajam di tangan pemabuk yang kejam”. Tentu, pedang tersebut tidak hanya melukai yang lain, tetapi juga melukai diri sendiri.

Dengan iman, tersingkaplah arah transenden yang mesti dituju para ilmuan. Dengan iman pula, terbedakanlah ‘alim robbani dengan ‘alim duniawi. Antara yang berkhidmat pada manusia dengan dasar ketuhanan, dan dengan yang berkhidmat pada manusia tanpa dasar ketuhanan. Antara yang meyakini kemendasaran Tuhan (asholatulhaq) dengan yang meyakini kemendasaran manusia (asholatunnas).

Pijakan tindakan praktis, bukan hal yang remeh. Melalaikannya akan mengurangi (jika tidak menghilangkan) nilai perbuatan.

Kata Ayatullah Fayyazi (yang buku “ma’refat syenasi” nya telah saya terjemahkan dengan judul “Buku Daras Epistemologi Islam”); perbuatan sia-sia adalah perbuatan yang disertai kelalaian pada Tuhan.

Sementara kata Muthahhari; Mereka yang melakukan aksi-aksi praktis lahiriah, namun melalaikan dimensi batiniah (jiwa, iman dan hal-hal transenden lainnya), sembari berkata, “semua perkara transenden itu tidak penting dan mitos semata, kita mesti dekat dengan realitas dan bla, bla, bla”, sesungguhnya adalah orang-orang yang tidak mengetahui apa itu jihad, apa itu amal sholeh, dan apa itu hijrah.


Sumber gambar: www.umc.org/en/content/ask-the-umc-what-is-meant-by-the-term-image-of-god

  • Malam telah larut, para jamaah masjid telah mengambil posisi duduk berderet, bersandar pada dinding masjid. Tepat ba’da sholat Isya Daeng Situju telah menanggalkan pecinya sambil mengelus-elus kepala sembari melihat panitia lalu lalang di hadapannya. Mereka tengah sibuk menyetel sound system, menggeser mimbar, menggulung sajadah guna mempersiapkan acara “Malam Sambut Ramadan”. Acara dimulai dengan tadarrusan beriringan…

  • Gedung itu telah rata dengan tanah, seolah-olah sekompi pengemudi truk mabuk baru saja menabraknya dengan kecepatan tinggi. Bioskop itu tinggal nama, dan sekarang hanya menyisakan sisa reruntuhan bebatuan semen berwarna kusam abu-abu. Dari bawahnya bermunculan rumput-rumput hijau, bayam, atau kelihatannya, kemangi yang tumbuh dengan mudah setelah ditinggalkan bertahun-tahun. Sudah lewat tiga dekade, pasca kejayaan bioskop…

  • Kata Sapardi mencintai itu sederhana. Kau mencintai orang itu, senang berada di dekatnya, dan ingin merasakan kebahagiaan itu selamanya. Tapi kata Jokpin, justru mencintai dengan sederhana adalah mencintai paling tidak sederhana. Sangat sukar mencintai orang, sulit pula selalu berada di sisinya, dan lebih susah lagi merawat cinta itu selamanya. Rasanya kedua pujangga itu benar. Cinta…

  • Saya masih mengingat peristiwa tempo itu, kala usiaku baru menginjak dua dasawarsa. Tepat di tahun 1859 Besse Kajuara—seorang perempuan pemberani yang kukenal sekaligus Mangkau Raja Bone—diungsikan oleh Ade’ Pitue—Dewan Adat Kerajaan Bone—untuk meninggalkan Saoraja—istana kerajaan—dan Kota Watampone, ibu negeri Kerajaan Bone tuk menghindar dari kejaran pasukan De Vierde Bonische Expeditie, ikut pula bersamanya Arajang—benda pusaka—Kerajaan…

  • Setiap orang menyukai cerita, dan seringkali berpikir melaluinya dengan mengabaikan fakta-fakta. Begitu pendakuan Yuval Noah Harari, sehingga manusia terkadang menemukan apa yang dia inginkan sebagai kebenaran tidak berkesesuaian dengan kenyataan sebenarnya. Firaun di masa lalu, menyukai cerita tentang kekayaan abadi yang bisa ia bawa pasca kematian. Caranya, di sekitar tubuhnya yang menjadi mumi, dikuburkan pula…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221