Satpol PP Dibelenggu di Bulan Ramadan

Sudah beberapa tahun ini, di setiap awal Ramadan, Kota Serang, khususnya para personel Satpol PP di sana, akan selalu menjadi sorotan warganet terkait Perda yang mereka jalankan tentang penutupan warung-warung makan di siang hari saat bulan Ramadan. Hal ini jugalah yang membuat kami di Satpol PP di kota lain, meskipun bukan anggota Satpol PP Kota Serang, akan ikut menanggung “kutukan digital” yang sama dengan yang mereka rasakan. Maka dari itu, mari sedikit melihat sudut pandang saya sebagai seorang anggota Satpol PP yang pada bulan Ramadan mulia ini, kadang ikut-ikutan merasa seperti setan yang terbelenggu, tapi kami terbelenggu dengan stigma dan prasangka yang nggak ketulungan.

Meski telah direvisi beberapa kali, pada dasarnya Peraturan Pemerintah terkait tugas Satpol tidak pernah berubah banyak. Satpol PP masih berstatus sebagai satu-satunya instansi penegak Perda dan Perkada. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 yang terbaru, terang benderang disampaikan bahwa Satpol PP memang ditugaskan untuk meng-handle tiga hal. Pertama penegakan Perda dan Perkada. kedua penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman, dan terakhir perlindungan masyarakat. Kalau mau dibikin simple, maksudnya seperti ini loh. Kami di Satpol memang kerjaannya adalah penegakan alias eksekutor to’. Mau lari kemana juga, Satpol tidak akan pernah bisa memaksa masuk ke semua ranah teknis apalagi ujug-ujug mengkritik isu-isu pragmatis dan ideologis.

Kasus penutupan warung di Serang pekan kemarin sudah jelas sekali adalah bagian dari tugas Satpol PP. Ya, menegakkan perda dan perkada, alias memastikan masyarakat menjalankan peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Masalah kemudian aturan ini terkesan old fashioned, katro’ dan tidak masuk akal, ya itu dimensinya sudah lain lagi. Bola panas semestinya sudah bergulir ke pihak yang menyusun dan menerbitkan aturan. Ingat, Satpol PP berada pada ranah penegakan dan pengawasan, bukan pada ranah penyusunan apalagi pengesahan. Camkan itu kisanak! Hehehehe.

Tapi terkadang, meskipun sudah dijelaskan berputar-putar sambil bersalto-salto, Satpol memang sudah terstigma sebagai the one and only alias satu-satunya pelaku antagonis oleh sebagian netizen. Padahal, tugas yang kami laksanakan di lapangan ya memang kerjaan kolektif. Ceritanya tidak seperti yang anda bayangkan seperti anggota Satpol yang sedang ngabuburit lewat di bawah jembatan, lalu karena mager lantas mengatakan “Eh teman-teman, ada PKL tuh, gusur yuk!”

Penertiban dan eksekusi lainnya itu adalah jalan terakhir setelah teguran lisan dan tulisan yang disampaikan berminggu-minggu sebelumnya, lalu diperkuat dengan berbagai rekomendasi dan pertimbangan yang diberikan dari berbagai instansi lain yang berhubungan. Kita di Satpol tidak pernah jalan sendiri kayak jomblo broow.

Dari sisi saya pribadi, meskipun juga bekerja sebagai anggota Satpol PP, polemik di Serang itu tidak lebih sebagai urusan rumah tangga daerah lain. Kami para anggota Satpol mungkin bernaung dalam satu institusi yang sama di bawah komando Kemendagri, tapi kalau sudah terkait produk hukum daerah, ya secara formalitas urusannya sudah sangat pribadi. Persis seperti saya yang tidak berhak mencampuri urusan ketika anda diomeli istri gara-gara tidak sengaja menjatuhkan puntung rokok di atas taplak meja. Lagipula produk-produk hukum seperti ini sudah pasti telah melalui diskusi dan pembahasan kolektif dengan Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah).

Lebih dalam lagi, Perda dan Perkada yang dibuat di setiap daerah sudah pasti merupakan turunan dari aturan yang lebih tinggi, tapi Perda dan Perkada ini juga akan disesuaikan dengan kebutuhan dan ciri khas masing-masing daerah (puja… otonomi daerah). Bisa jadi, karena Pemerintah Kota Serang memang ter-branding sebagai daerah yang relijiyes, ya turunan-turunan aturan di sana bisa jadi mengarah ke penguatan keagamaan. Anda boleh saja tidak setuju, tapi begitulah pola-pola pemerintahan dan (mungkin) hitung-hitungan politis itu bekerja. Ya, koentji penerbitan aturan ini adalah keunikan dan kebutuhan daerah. Tidak mungkinlah Pemkot Manado akan ikut-ikutan bikin peraturan Ramadan seperti ini.

Jadi tulisan ini memang bukan untuk mengkritisi aturan yang dibuat. Saya sih mungkin banyak akal, tapi masih sedikit kurang nakal seperti yang anda harapkan untuk berkomentar lebih jauh terkait kasus ini. Lagipula, saat ini kan saya menulisnya sebagai seorang Satpol. Kalau menulisnya sebagai seorang Social Justice Warrior (SJW), atau aktifis literasi, wah bisa liar sekali saya.   

Jadi poin utamanya adalah, kami para Satpol, memang diperintahkan negara untuk menegakkan aturan-aturan yang dibuat oleh lingkaran eksekutif dan legislatif, yang notabenenya juga adalah hasil pilihan terbaik dari proses berdemokrasi masyarakat setempat. Kami para anggota Satpol secara pribadi boleh setuju atau tidak dengan keputusan pemerintah, tapi sayangnya, dalam menjalankan tugas, jawaban kami hanya, “Siap laksanakan !!!” Jalur komando itu tetap satu bung.

Jujur yah, kadang kita ngiri juga sih waktu melihat adik-adik mahasiswi ngasih bunga ke personel TNI-Polri yang dulu mengamankan demo Omnibus Law sambil mengatakan “Kita tahu bapak sekalian hanya menjalankan perintah”. Hufftt ya Allah ya Rabb… kapan yah kami bisa menertibkan bangunan liar trus pemilik bangunan menghidangkan sepiring bakwan gratis sambil menyampaikan “Bapak ngerti dek, kamu cuman jalanin tugas”. Halahhhh ngimpi.

Gambar: qureta.com

  • Merdekalah jiwa pada sakit yang mengoyak, pada perih yang kian mengerikan, pada rintih yang memeluk ringkih!  Jendela mendongak di hadapanku. Namun, aku tak punya daya untuk melompat keluar. Tubuhku meronta tapi tetiba aku harus duduk manis karena tancapan jarum yang dari kawanan berbaju putih. Sebenarnya aku sudah merasa sangat kuat. Aku pun merasa baik-baik saja.…

  • Pernah baca buku kedokteran? Kalau belum, luangkan waktumu. Banyak hal menarik di dalam sana. Di sana diceritakan bagaimana jantungmu bekerja memompa darah ke seluruh tubuh. Ada juga cerita bagaimana kamu bisa lari dengan kerja sistem otot. Bahkan, paru-parumu yang kembang kempis itu diceritakan dengan lugas. Iya, organ itu di dadamu. Kiri dan kanan menggelantung di…

  • Buah jatuh dari pohon diterpa barangkali angin mungkin Akibat beratnya sendiri Newton tercenung diam, apa yang membuat bintang Menggelantung Tapi buah jatuh tanpa disuruh Di suatu pagi matahari masih kilatan emas Burungburung terbang melintas Di atas atapatap daundaun bergesekan Karsen jatuh tanpa disuruh Menerpa kursi bambu Namun tak ada yang tercenung Mengapa bintang masih di…

  • Sebagaimana janji pada tulisan sebelumnya, untuk dapat melanjutkan tulisan bagian kedua ini, besar harapan saya untuk dapat menyampaikannya dalam bahasa sederhana, berusaha agar tidak terkesan abstrak dan rumit, seperti penulisan filsafat pada umumnya. Dengan bermodalkan referensi yang terbatas, serta memetik pelajaran dari hasil pengalaman-pengalaman mengajar ataupun diajar. Dari semua itu, bagian kedua tulisan ini, banyak…

  • Terkadang kita sepakat perihal pembunuhan, demi kebahagiaan orang lain. Dan, kita rela mati—mengubur segala impian, demi sebuah kepatuhan terhadap orang terkasih. *** Saking cinta pada dunia petualangan, ayahku menamaiku dari nama sebuah gunung di kota tempat aku dilahirkan, Gunung Binaya. Jika Shakespeare, dramawan Inggris, risih menyoal what is a name—apalah arti sebuah nama, hal berbeda…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221