Beberapa kali di suatu waktu terbersit godaan ingin berhenti mengajak orang untuk jalan bersama, bergerak melakukan perubahan pada cara dan metode mereka mengasuh anak. Mengapa? Karena dalam beberapa kasus kerapkali saya menyaksikan pengulangan kesalahan dalam cara-cara mereka berinteraksi dengan anak-anak.
Misalnya, secara teori mereka sudah tahu, jika mendengarkan anak-anak ketika sedang berbicara itu sangat penting dan harus diberikan perhatian penuh, tetapi mereka masih juga mengabaikannya. Atau menakut-nakuti anak-anak kecil sosok hantu atau tokoh-tokoh dengan profesi tertentu itu tidak benar, namun cara itu masih juga diulangi. Sebagai ganti ketidakmampuan mereka memengaruhi anak dengan petuah-petuah. Dan masih banyak contoh kasus lainnya yang akan sangat panjang jika semuanya dituliskan dalam satu ruang terbatas.
Bersyukur saya dianugerahi kepribadian jenis pemikir (tapi kalau soalnya susah bisa nyerah juga), pengamat, dan tipe manusia solution oriented (fokus pada pemecahan masalah, red). Istilah asing kedengarannya lebih mengena dan mewakili makna yang dimaksud, juga lebih mudah untuk diingat. Maka saya pun mulai menjalankan misi, menelusuri akar masalah munculnya perilaku-perilaku seperti yang telah dicontohkan pada tulisan di atas.
Langkah pertama yang saya lakukan adalah melakukan pemetaan masalah. Mulai mengamati perilaku berulang yang dilakukan oleh orang yang sama dalam rentang waktu tertentu. Pengamatan berskala kecil secara individual ini tidak berdasarkan teori atau panduan dari buku akademik mana pun. Di samping saya bukan seorang akademisi jalur keilmuan tertentu. Juga bukan pakar yang bergelar. Tujuan saya menuang pemikiran saya dalam bentuk tulisan seperti ini semata-mata ingin berbagi pengalaman dan pengetahuan walaupun masih sangat sedikit dan dangkal. Semoga dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya serta bernilai pahala di sisi Allah Swt.
Saya seorang pemerhati dan praktisi pendidikan anak dan keluarga. Yang sering diistilahkan sebagai praktisi parenting. Saya menekuni dunia ini sejak tahun 1993, ketika mulai memutuskan untuk membangun rumah tangga. Saya pun memilih tidak melanjutkan kuliah kala itu, karena ingin benar-benar fokus memberikan perhatian pada keluarga baru saya.
Hal-hal yang paling saya syukuri pada masa-masa awal pernikahan kami ketika itu, bahwa ketertarikan saya untuk banyak mempelajari dan membaca buku-buku yang berkaitan dengan cara-cara membesarkan anak, baik secara konsep maupun teknis, benar-benar merupakan panggilan alamiah, tanpa arahan dan ajakan orangtua atau tuntutan dari siapa pun. Sehingga masa-masa belajar dan menerapkan pengetahuan tersebut benar-benar sebuah kenikmatan dan keseruan yang tiada tara.
Saat ini jika saya menemukan sebuah teori yang bertahun-tahun lalu dianggap benar dan menjadi rujukan banyak orang, ternyata telah berubah atau tidak lagi benar, maka saya pun mafhum. Karena dalam dunia ilmu pengetahuan, perubahan adalah sesuatu yang mutlak terjadi.
Sebagai contoh, dulu saya memahami bahwa seorang bayi tidak baik sering-sering digendong, karena nanti bisa “bau tangan”, nah, zaman now ternyata bertolak belakang. Seyogyanya bayi sesering mungkin digendong, agar ia dapat memiliki perasaan aman dan nyaman sebagai upaya adaptasi, berpindahnya ia dari alam rahim ibu ke alam dunia. Hal ini akan memberikan dampak positif pada kecerdasan, emosi, dan kesehatan fisiknya. Ini salah satu praktik dari teori parenting yang saya terapkan pada saat itu. Tak terhitung lagi teori lainnya, yang mengalami perubahan dan pergeseran dari waktu ke waktu.
Salah satu kenangan yang masih sangat kuat dalam ingatan, pada jelang pertengahan tahun 90-an, anak pertama kami lahir, kami mengasuhnya dalam naungan asimilasi pengetahuan yang bersumber dari pencarian kami orangtuanya dan dari kakek-neneknya. Salah satu praktik pengasuhan yang kami terapkan di antaranya adalah, aturan membiarkan anak bayi menangis hingga berhenti sendiri pada bulan-bulan awal kelahirannya. Sementara semua kebutuhannya sudah tercukupi, seperti ia dalam kondisi kenyang, tidak sementara ngompol, ataupun buang air besar. Maka langkah yang tepat untuk dilakukan, yakni membiarkannya menangis, walau sampai banjir air mata sekalipun. Pembiaran ini perlu dilakukan untuk mengajarinya mandiri sejak masih bayi. Juga supaya tidak cengeng atau manja.
Belakangan berkembang penelitian bahwa bayi yang mendapat tanggapan atau respons segera justru akan membantunya tumbuh dan berkembang lebih optimal, baik dari segi emosi maupun kecerdasan lainnya. Dan pada akhirnya semua berpulang ke tangan kita masing-masing. Teori mana yang akan kita gunakan. Serta sejauh mana manfaat yang mampu kita rasakan dalam keseharian kita.
Antara teori dan praktik
Pada tahun-tahun awal kami menjadi orangtua, selain menerima masukan atau referensi dari orangtua sendiri, saya juga membaca buku-buku panduan bagaimana membesarkan dan menghadapi perilaku-perilaku anak yang tidak sesuai dengan aturan yang dianggap benar. Oleh karena kami masih terbilang awam dan baru saja memasuki dunia keayahbundaan, maka tentu saja buku dan majalahlah yang menjadi rujukan kami. Sesekali talkshow dari televisi juga sangat membantu.
Sehingga pada saat menemukan hal-hal yang tidak mampu kami tangani, maka pelariannya adalah baca buku, dengarkan apa kata ahlinya. Apalagi tipe kepribadian saya yang menurut pakar kepribadian masuk dalam kategori melankolis sempurna dengan struktur otak kanan dan kiri yang seimbang. Maka ketika menemukan masalah di lapangan, tempat rujukan pertama kali adalah “apa kata buku?”
Pada masa-masa itu media pengetahuan hanya terbatas pada buku dan seminar saja. Belajar otodidak lewat ruang-ruang maya belum sepopuler dan semudah sekarang. Sehingga rentang waktu antara munculnya kasus dan solusi yang ditemukan terkadang cukup lama. Bahkan bisa jadi kasus pertama belum terpecahkan sudah muncul lagi kasus-kasus berikutnya.
Akan tetapi lambat-laun kami akhirnya mampu menyeimbangkan antara sebuah teori dengan penerapannya di lapangan. Bahkan saya pribadi lebih senang bereksperimen sendiri. Mempraktikkan metode pengasuhan yang satu, lalu melihat dampaknya. Jika hasilnya memuaskan maka metode tersebut akan terus digunakan. Jika tidak efektif, maka kami hentikan, dan sebagai gantinya akan mencoba cara lain.
Namun dengan catatan penting, bahwa suara anak-anak dan respons yang mereka berikan harus benar-benar diperhatikan. Karena tolok ukur keberhasilan sebuah metode akan tampak pada pola komunikasi yang hangat, serta interaksi yang humanis dan saling mendukung antara anggota keluarga yang satu dengan lainnya.
Mengapa kita masih perlu sebuah teori atau acuan dalam belajar? Karena kita masih awam atau minim pengetahuan dalam bidang tersebut. Sementara teori itu sendiri adalah hasil rancangan para ahli yang telah melakukan penelitian dalam satu periode tertentu. Nah, daripada belajar sendiri selama bertahun-tahun, tentunya akan jauh lebih menghemat waktu dan tenaga jika kita mempraktikkan hasil uji coba para ahli yang telah melakukan penelitian sebelumnya.
Namun pada akhirnya semua kembali pada diri masing-masing, bagaimana menerapkan teori tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Yang tentu saja perlu pula disesuaikan dengan konteks lingkungan di mana ilmu tersebut dipraktikkan.