Preman Pelayan Masyarakat

Di persamuhan desa saya beruntung bertemu dengan seorang pamong negara, namannya Zainuddin, orang kebanyakan memanggil Pak Cambang, sosoknya sederhana, peranggainya bersahaja dan tentunya berparas cambang. Setelah persamuhan usai, saya mendekati beliau, hendak mengenalnya lebih dekat lagi. Saat duduk di sampingnya , sekadar basa basi saya melempar senyum sumringah, beliau pun membalas senyum, “Siniki duduk” ucapnya.

Di awal diskusi kecil, saya menanyakan asal usul beliau. Pak Cambang pun menceritakan bahwa beliau seorang pengawai negeri di antor Kecamatan Gantarangkeke. Kecamatan yang berjarak kurang lebih 15 kilometer dari kota Bantaeng. Saat bercerita, beliau sangat bergairah menceritakan ihwal pengalaman hidupnya, makin panjang beliau bercerita, makin khusyuk saya mendengarkannya.

Lebih lanjut, beliu membeberkan jejak perjalanan hidupnya di dunia birokasi. Semenjak diangkat menjadi pamong negara, jauh-jauh sebelumnya, di dalam diri Pak Cambang telah tertanam sifat pengabdiannya untuk masyarakat, inilah yang menjadi prinsip hidupnya mengarungi belantara kehidupan  birokrasi. Prinsip-prinsip apa apa lagi yang beliau tanamkan?

Pertama, kepedulian. Sebelum menjadi pamong negara (PNS), Pak Cambang adalah seorang warga biasa, namun, di sisi kehidupannya sebagian masyarakat mendapuknya sebagai preman kampung, sebab pergaulannya yang luas hingga semua kalangan mengenalnya, mulai bocah sampai orang dewasa. Pribadinya yang dekat dengan warga membuat Pak Cambang sangat care terhadap setiap orang, kebiasaan inilah yang  beliau bawa hingga menjadi pemimpin di suatu wilayah di Kecamatan Gantarangkeke. Menurut beliau pemimpin adalah pelayan masyarakat, maka tak heran bila dalam tugasnya Pak Cambang sering mengunjungi rumah warga untuk sekadar menyapa dan membantu warga yang membutuhkannya. Definitnya pelayanan yang dilakukanya bukan sebatas administrasi, namun juga menyangkut hajat orang banyak.

Kedua, perkhidmatan. Dalam sistem pemerintahan istilah perkhidmatan jarang ditemukan dalam literatur pemerintahan, biasanya istilah tersebut banyak ditemukan dalam literatur pengembangan diri atau penyucian jiwa (tasawuf). Perkhidmatan yang dilakukan Pak Cambang yaitu melayani dengan sepenuh hati tanpa mengharap sesuatu, apalagi yang sifatnya materi, beliau menyakini melayani merupakan tujuan dari seorang pamong negara. Melayani orang sudah menjadi bagian dirinya , apata lagi  Pak Cambang saat ini berstatus pamong negara, maka makin bertambahlah laku pelayanannya. Sekaitan dengan pelayanan ada baiknya saya tabalkan saja tulisan Arvan Pradiansyah di dalam bukunya berjudul I Love Monday, bung Arvan menabalkan “ketika kita melayani orang lain akan muncullah sebuah perasaan yang tak bisa dibeli dengan harga berapa pun: rasa bermakna, rasa berguna, rasa menjadi orang penting. Perasaan-perasaan seperti ini tidak akan pernah kita dapatkan apabila kita hanya melayani diri kita sendiri”

Ketiga, integritas . Untuk menjalankan pemerintahan dan memaksimalkan pelayanan  masyarakat, sikap yang harus dimiliki yaitu integritas. Integritas yang dimaksud di sini ialah teguh menjalankan amanah. “Amanah itu mesti dijalankan dengan teguh pendirian, tidak mudah di pengaruhi oleh godaan-godaan jangka pendek, tutur Pak Cambang. Lagi- lagi menurut Arvan Pradiansyah di dalam bukunya I love Monday, menabalkan integritas adalah melakukan apa yang dikatakan (dijanjikan).” Lebih lanjut Arvan mengklasifikasikan integritas menjadi dua tahap. Integritas tahap pertama: satunya kata dan perbuatan. Seorang disebut memiliki integritas apabila: yang dikatakan = yang dilakukan. integritas tahap kedua: satunya pikiran dan kata-kata. Yang saya pikirkan = yang saya kataka = yang saya lakukan .

Keempat, keberanian. Sejak didapuk menjadi kepala pasar hingga menjadi kepala kelurahan, begitu banyak godaan yang menghampirinya, seolah-olah beliau sedang diuji oleh semesta, seberapa kuat Pak Cambang menggenggam prinsip hidupnya. Silih berganti godaan pun menghapirinya, namun godaan  itu tak mampu menggoyahkan prinsip hidupnya. Untuk meruntuhkan semua godaan itu, dibutuhkan sikap keberanian. Beberapa kali Pak Cambang menolak melakukan sesuatu yang beliau anggap tidak pantas untuk dilakukan, bila saja dia lakukan, bisa saja beliau mendapatkan sesuatu yang menggiurkan, namun beliau berani menolak karena tidak sesuai dengan prinsip yang dianutnya. Dalam sejarah kehidupan manusia, titah kebaranian telah ditorehkan oleh sosok manusia di zaman nabi, ialah sosok Abu Dzar. Sosok Abu Dzar dilukiskan oleh Ali Syariati di dalam bukunya yang diterjemahkan di dalam bahasa indonesia berjudul “Abu Dzar Suara Parau Menentang Penindasan”

Kelima, berserah diri kepada Tuhan. Ibarat sebuah perjalanan, manusia secara alamiah akan berjalan menuju keabadian, setiap mahluk akan menemuai takdir kematiannya, begitupun manusia akan punah dan selanjutnya akan lahir generasi manusia lainya. Mengutip sabda Rasulullah, “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad). Inipula yang menjadi prinsip Pak Cambang, setiap manusia diperintahkan untuk menjadikan dirinya bermanfaat bagi mahluk yang lain, manfaat itu kelak akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri. Kata para bijak di dalam buku berjudul Menafsir Kembali Indonesia, angitan Abdul Rasyid Idris menabalkan, sesungguhnya perjalanan pulang menuju keabadian, itu tereprentasi dari jejak-jejak yang kita torehkan dalam gumul kehidupan di semesta alam ini. Seberapa indah catatan-catatan yang kita lukis di kanvas kehidupan akan berbanding lurus dengan keindahan yang kita akan tuai dalam kehidupan setelahnya di keabadian.

  • Dalam satu dasawarsa terakhir, Kabupaten Bantaeng telah tampil sebagai barometer gerakan literasi, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Ketika kata “literasi” belum sepopuler hari-hari ini, pegiat literasi di Bantaeng sudah bergerilya menyebar benih gerakan literasi yang kini sudah tumbuh subur. Langkah-langkah gerilyanya ketika itu berupa pelatihan kepenulisan, diskusi buku, dan lapak-lapak baca. Di kemudian hari, langkah…

  • Adelio membuka mata ketika menyadari ombak Perairan Cempedak mengombang-ambing tubuhnya. Ia melihat ke bawah dan mendapati kedalaman laut yang tak terhingga. Ia mendongak ke langit, semburat cahaya matahari baru saja hendak menyapanya dari ufuk timur. Ia baru saja menyadari bahwa dirinya telah mengapung semalaman di tengah laut setelah mendapati sebagian kulitnya yang mulai mengeriput. Ia…

  • Buku terbaru Sulhan Yusuf, Gemuruh Literasi: Sederet Narasi dari Butta Toa boleh dibilang sebagai pembuktian, jika usia bukanlah aral melintang bagi seseorang untuk produktif dalam berkarya. Tapi, insight yang diwedarkan Gemuruh Literasi sebenarnya lebih dari itu. Buku ini adalah jawaban bagi rasa penasaran sebagian orang yang hendak mengetahui gerakan literasi Sulhan di Bantaeng. Kerja-kerja kultural yang…

  • Judul tulisan ini saya pinjam dari ungkapan Profesor Cecep Darmawan—dosen saya ketika studi magister beberapa waktu lalu. Beliau guru besar yang egaliter dan seringkali tampil di publik (media dan forum) untuk berbagi gagasan dan pencerahan. Seingat saya ungkapan itu beliau sampaikan saat kami kuliah “Pendidikan Politik Generasi Muda”. Saya terkesan dengan ungkapan itu, selain indah…

  • Membicarakan suatu topik, dalam hal ini filsafat Islam, maka rasa-rasanya kurang afdal apabila tidak memasukkan nama al-Ghazali di dalamnya. Akan tetapi bila seseorang mau menempatkan al-Ghazali dalam sejarah filsafat Islam, tentu ia harus membuat beberapa catatan. Poin utamanya bahwa al-Ghazali tidak menganggap dirinya filosof dan tidak suka dianggap sebagai seorang filosof. Ini tak hanya menjelaskan…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221