Apa yang Anda temui jika sang Ramadan tiba? Stasiun-stasiun televisi ramai dengan iklan berbuka. Iklan Marjan, misalnya. Sebotol sirup yang dengan melihatnya saja sudah amat menggiurkan. Pun dengan para ustaz kondang mulai kebanjiran panggilan mengisi ceramah dari masjid ke masjid. Suara mereka menggema dari toa ke toa, menara ke menara. Juga terdengar sayup melodi dengan lirik “Ramadan tiba, Ramadan tiba” ilaa aakhirihi. Maraknya penjual cendol, es campur dan takjil lainnya yang bertebaran bak jamur di musim hujan. Ini sekelumit fenomena di dunia nyata dan maya sebagai tanda Ramadan telah datang.
Ramadan kita akrabi dengan bulan puasa. Puasa dalam terminologi Islam diuarkan sebagai salah satu aktivitas menahan diri untuk tidak mengonsumsi makanan, air dan segala ihwal yang membatalkannya. Bukan hanya menahan diri dari lapar dan haus, tetapi marah, nafsu dan sifat “kebinatangan” lainnya perlu dikontrol di bulan mulia ini.
Bulan puasa sendiri semacam magnet. Menarik si pemalas menjadi rajin, si kikir menjadi dermawan, si pendosa menjadi tobat. Lihat saja masjid-masjid kala Ramadan hadir, penuh hingga sudut. Jamaah bejibun, halaman masjid pun jadi hamparan sajadah. Tak kenal kiai, ustaz, preman, pemalak, semua datang bersimpuh menuju Tuhan bagai sang bayi menuju ibu.
Ramadan menjadi momen purifikasi diri. Salat serajin-rajinnya, mengaji sesering-seringnya, berdoa sebanyak-banyaknya dan jangan lupa puasa setuntas-tuntasnya, hingga ampunan tiba dan keluar sebagai pemenang meraih takwa. Tak dimungkiri dengan sederet keistimewaannya, Ramadan menjadi bulan yang paling dinanti kedatangannya, ditangisi kepergiannya dan dirindu jika berjarak dengannya.
Bulan ampunan, bulan kesabaran, bulan pertolongan, bulan keberkahan dan sayyid as-syuhur adalah sederet lakab dari Ramadan. Saya pun ingin mengimbuh lakab baru, syahr as-shihhah. Ramadan sebagai bulan sehat.
Dalam minda sebagian orang, Ramadan identik dengan lapar dan haus. Lalu mengapa ia (baca: Ramadan) disebut bulan sehat? Dalih dan dalilnya apa? Baik, mari kita bahas secara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Namun sebelum melangkah jauh, saya tegaskan, dalih di sini dimaksudkan pada pendapat para ilmuwan, ahli kesehatan serta hasil penelitian mereka terkait Ramadan. Kita mulai dari dalil sebelum ke dalih. Supaya terlihat lebih agamais sedikit. Ciaaah.
Dalil
Al-Qur’an secara langsung tidak menyebut bahwa Ramadan sebagai bulan sehat, pun dengan kanjeng Nabi saw dalam sabda-sabdanya. Namun ada dawuh Nabi yang sering dilontarkan oleh para ustaz kondang di dunia maya maupun nyata mengarah pada Ramadan adalah bulan sehat.
Kanjeng Nabi bersabda:“shuumuu tashihhuu” kira maknanya adalah “berpuasalah maka kalian akan sehat.” Nabi tidak menyebut Ramadan dalam dawuhnya itu. Namun jamak diketahui bahwa Ramadan adalah bulan di dalamnya diwajibkan berpuasa. Umat Islam di seluruh jagat raya pada bulan ini serentak berpuasa. Jika tidak berlebihan saya ingin mengatakan “di bulan Ramadan umat Muhammad sedang beramai-ramai menyehatkan dirinya.” Waima, dalil yang saya torehkan dalam sejumput esai ini statusnya dhaif, tapi renungkanlah bahwa ini tetaplah menjadi dalil. Pun para ulama tidak mempermasalahkan hadis dhaif untuk jadi rujukan, sebagai motivasi dalam beramal, itu tak menjadi persoalan. Amsalnya riwayat tentang berpuasa di atas.
Dalih
Saya pribadi percaya, segala syariat yang diberlakukan Islam kepada pemeluknya memiliki tujuan dan hikmah. Entah itu syariat yang bentuknya perintah maupun larangan. Judi, minum khamar, berzinah, makan babi pun dengan salat, zakat dan puasa tertuang hikmah di balik perintah dan larangannya. Semisal puasa, yang menjadi bahan diskursus kita dalam esai ini. Ada beberapa penelitian di era kiwari senada dengan sabda Nabi di atas.
Salah seorang Maha Guru Ilmu Gizi di Universitas Hasanuddin, Prof. dr. Veni Hadju, M.Sc.,Ph.D dalam buku anggitannya Pesan Dakwah Seorang Profesor menuturkan bahwa, Andreq Wider, ahli gizi Amerika, masuk Islam setelah meneliti tentang puasa Ramadan. Lebih lanjut Prof. Veni mewartakan penemuan Andreq Wider bahwa, “berpuasa pada sepuluh hari pertama, dapat memperbarui 10% sel-sel tubuh. Sepuluh hari kedua, dapat memperbarui 66% sel-sel tubuh. Dan sepuluh hari ketiga, dapat memperbarui 100% sel-sel tubuh.” Dengan ini kekebalan tubuh jadi meningkat sepuluh kali lipat di samping manfaat lainnya.
Syahdan, masih dalam buku yang sama, Prof. Veni menabalkan ada seorang ilmuwan berkebangsaan Rusia, Nivolaf Pilve dalam bukunya Lapar Demi Kesehatan menganjurkan setiap orang berpuasa 3-4 pekan setiap tahun agar memiliki kesehatan yang prima. Dari Negeri Beruang Merah Prof. Veni bertolak ke Negeri Para Samurai, Dr. Hiromi Shinya penulis best seller dalam buku ciamiknya Revolusi Makan mewedarkan bahwa ”sering berpuasa akan memberikan kondisi usus yang terbaik.” Lebih lanjut, Shinya menganjurkan agar tidak makan dari jam sepuluh malam hingga jam dua belas siang. Jika dihitung dengan cermat, rentang waktu yang dipaparkan Shinya sama dengan jarak waktu antara sahur (pukul 04:00) sampai berbuka (pukul 18:00).
Saya dedahkan satu kisah dari seorang perempuan Hadhrami, Sofiah Balfas yang berjibaku melawan penyakitnya. Sejak alaf 2008, Sofiah Balfas mengalami gangguan pada hemoglobin hingga divonis autoimun dan anemia zat besi. Lebih lanjut, ia menerangkan zat besi yang bermukim dalam tubuhnya hanya 10% dari orang normal. Aware akan kesehatannya sedang terancam, Sofiah mulai merawat diri dengan menginfus zat besi tiga kali dalam sepekan selama sebulan, namun hasilnya sia-sia. Mencoba peruntungan lain, wanita pebisnis ini terbang ke Singapura, tak sampai di situ saja, ia melanjutkan pengembaraannya ke benua seberang (Eropa), lagi-lagi hasilnya tidak maksimal, kadar hemoglobin masih rendah. Para dokter yang menjadi rujukan dari lokal hingga global pun ikut kelimpungan. Hingga sampailah wanita Hadhrami ini pada titik kepasrahannya. Inilah saatnya ia bertawakal kepada Allah, ikhtiar sudah sampai pada titik kulminasi. Sofiah takarub pada Tuhannya dengan meningkatkan intensitas berpuasa, dari puasa senin kamis menjadi puasa Nabi Daud. Pada sepuluh hari pertama, tubuhnya begitu menderita. Namun ketika masuk sepuluh hari kedua badannya mulai terbiasa. Sofiah mendaku setelah merutinkan puasa Daud, hemoglobinnya naik drastis, awalnya hanya 9 kemudian naik menjadi 14. Juga dengan suaminya, yang menderita diabetes akut, sembuh tanpa obat dengan merutinkan diri berpuasa, “saya merasakan keajaiban puasa” tutur Sofiah. Kisah getir happy ending ini beliau tumpah-ruahkan dalam buku anggitannya Solusinya Puasa.
Tanpa sadar, dibalik lapar dan hausnya dahaga. Allah mencurahkan nikmat dan hikmah berupa kesehatan. Di era teranyar ini, ketika manusia diterungku oleh pandemi global, terpapar korona hingga tak bernyawa, kita masih tetap bertahan dengan kekebalan tubuh yang tetap terjaga nan prima. Bukan tidak mungkin, adanya sistem kekebalan tubuh yang menjadi pertahanan utama dari virus ini karena rutinnya kita berpuasa setiap tahun di bulan Ramadan.
Ramadan hampir tiba kawan, mari menyehatkan badan dengan berpuasa. Kuatkan imun sekaligus iman melawan korona dan kroni-kroninya. Wal akhir, Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “wa antashuumu khairullakum inkuntum ta’lamuun” (QS Al-Baqarah: 184).
Artinya, “ Dan berpuasa itu sehat bagimu bila kamu mengetahui.”