Pejuang Pangan dan Puisi-puisi Lainnya

Pejuang Pangan

Siapa paling pantas digelari pahlawan di negeriku

Bukan para tentara penyandang senjata

Bukan pula polisi penyandang lencana

Pahlawan itu adalah dia..

Yang memanggang punggungnya

Untuk menyuapi mulut rewel majikan kota

Untuk menyediakan makanan bagi perut lapar

Anakanak bangsa

Walau perut sendiri nelangsa

Sebab tiga bulan tak pernah cukup makan

 

Pahlawan itu adalah dia..

Yang bercaping di tengah sawah

Saban hari bergumul dengan tanah

Membelaibelai bulir padinya sambil berdoa

Semoga tikustikus berhenti menggerogoti padinya

Sebab bila demikian, anakanak tak dapat makan

Masa depan bangsa bakal terancam

Alihalih tentara sempat berangkat perang

Memanggul senjata saja sudah kepayahan

Alihalih polisi sempat angkat senjata

Memanggul lencana saja sudah keberatan

 

Siapa paling pantas digelari pahlawan di negeriku ?

Adalah dia!

Para pejuang pangan.

[Di Beranda Rumah, 01 November 2014]

 

Indonesia, Lautmu Kini

Rindu,

Ingin kusalami pasir kelabumu

Yang saban pagi kugali untuk menghangatkan kaki

 

Rindu,

Ingin kusaksikan jingga memeluk

Menelikung setiap sudut pandang dengan kemegahan

 

Rindu,

Ingin kusapa wajah-wajah hitam berkilat

Bersimbah peluh, terpapar terik

Dari jauh nampak serupa kilau

 

Dulu,

Saban sore, ketika bulat mentari tinggal setengah

Para nelayan sudah kembali dari pelayaran

Masih kusaksikan jingga merajai langit barat

Masih kudengar gumaman syukur atas tangkapan hari ini

 

Kini,

Di negeri rantau, jauh dari pangkuan Ibu

Kudengar Kau membeli garam dari tetangga

Ada apa?

Sudah tawarkah seluruh penjuru lautmu?

[Makassar, 07 Agustus 2014]

Ini puisi lama yang ditulis setelah tidak sengaja membaca kutipan milik Soekarno di salah satu website (saya lupa websitenya apa)

#kutipan: Usahakan agar kita menjadi bangsa pelaut kembali, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya, bukan sekadar jongos di kapal, tetapi mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang.” (Soekarno, 1953)

 

Tanah

Lihatlah ia masih berputar

Bersama jutaan makna hidup di setiap senti luasnya

Sesekali tundukkan wajahmu

Dan tataplah kesahajaannya

 

Ia tak menuntut untuk dikatakan hidup

Walau sebenarnya ia sangat hidup

Hidupnya hanya bisa dimengerti oleh segelintir mereka yang belajar padanya

 

Lihatlah ia masih menjadi alas yang kokoh

Meski bebannya bertambah-tambah setiap hari

Tetapi manfaatnya tetap terbentang

Bagai hamparan permadani bagi para jelata

 

Lihatlah ia tetap bersabar

Meski para kaum aristokrat enggan mengakui keberadaan

sari hina dalam darahnya

Padahal ia dijadikan hidup

Dari onggokan tanah liat

[Bontorea, 01 Oktober 2014]

Ilustrasi: deviantart

  • Ramadan, bulan berkah guna mendekat pada Khalik. Bahkan Rasulullah di sepuluh akhir Ramadan mengkhususkan dan mengkhusyukkan diri pada Allah semata. Citra bulan Ramadan menggambarkan momentum terbaik untuk safar rohani menuju sedekat-dekatnya pada Allah. Pesafar ruhani sejati mengikis diri profan tiada henti untuk tiba pada Ketunggalan Wujud, diri sirna sejati, yang maujud hanya Allah semata. Adalah…

  • “Teringat sekali bagaimana di awal-awal saya melakukan kegiatan puasa belasan tahun yang lalu, saya yang biasanya tidak pernah bangun di dini hari memaksakan diri untuk bangun sahur. Dengan kata lain saya termotivasi oleh ketakutan saya yaitu kelaparan di siang hari.” “Pernah ada masa hampir sebulan penuh di bulan Ramadan saya tidak tidur dan ngobrol sampai…

  • Di era kekinian akan ganjil apabila bercita-cita menjadi petani. Petani dipandang sebagai jalan hidup yang tidak ideal. Dalam sebuah kegiatan pengabdian yang pernah saya lakukan di SDN 82  Barammamase Kec. Galesong Selatan Kab. Takalar, kepada siswa kelas empat dan lima saya pernah menanyakan ihwal apa cita-cita yang mereka inginkan ketika besar nanti. Dokter, guru, polisi,…

  • Sejak pertama kali menyentuh tanah air ini, Islam sebagai sebuah ajaran membawa perubahan yang sangat signifikan pada masyarakat Nusantara. Pada beberapa waktu dan tempat, Islam bahkan menjadi landasan bagi progresivitas masyarakat Indonesia. Ia menjadi semacam alasan bagi terjadinya perubahan di bumi yang gemah ripah loh jinawi ini. Pada masa-masa mempersiapkan dan menyambut kemerdekaan, sisi Islam…

  • Apa yang Anda temui jika sang Ramadan tiba? Stasiun-stasiun televisi ramai dengan iklan berbuka. Iklan Marjan, misalnya. Sebotol sirup yang dengan melihatnya saja sudah amat menggiurkan. Pun dengan para ustaz kondang mulai kebanjiran panggilan mengisi ceramah dari masjid ke masjid. Suara mereka menggema dari toa ke toa, menara ke menara. Juga terdengar sayup melodi dengan…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221