Gerakan Mahasiswa, eh… Sekelompok Mahasiswa Kota Makasar Tolak Film Dilan 1991

Gerakan mahasiswa Kota Makassar kembali viral diberitakan oleh berbagai media beberapa hari yang lalu. Mungkin sangat berlebihan jika saya menyebutnya gerakan, lebih tepatnya sekelompok kecil mahasiswa yang mengaku memegang teguh falsafah Bugis-Makassar ini mengepung mal yang menayangkan sekuel film Dilan 1991. Alasannya begitu kritis, film tersebut katanya tidak sesuai dengan budaya timur yang santun dan bisa memicu kekerasan dalam dunia pendidikan.

Bisa jadi setelah mereka menganalisa situasi umum perkembangan kapitalisme internasional dan memadukannya dengan situasi khusus kondisi pendidikan di Indonesia, maka ditariklah sebuah kesimpulan yang lahir dari kondisi objektif. “Bahwa salah satu akar masalah dalam dunia pendidikan Indonesia adalah film-film yang melenceng dari konteks budaya Indonesia, dan Film Dilan 1991 pantas untuk ditolak pemutarannya”. Izinkan saya tertawa, sebelum melanjutkan tulisan ini. Hahahahaha.

Begitu progresifnya sekelompok mahasiswa ini, mereka juga kemudian memaksa masuk gedung bioskop di salah satu mal di Kota Makassar. Tujuannya, boikot film Dilan 1991! Waduh, lantas bagaimana dengan begitu banyaknya tayangan sinetron dan FTV bertebaran diberbagai stasiun televisi yang juga sering diadukan oleh masyarakat kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) karena dianggap meresahkan dan membahayakan pertumbuhan fisik dan psikologi anak?

Apa sekelompok mahasiswa ini juga melakukan aksi demonstrasi sebelum-sebelumnya? Kenapa mesti film Dilan 1991? Kan banyak juga film-film Indonesia yang bergenre horor tapi adegannya terkesan vulgar karena pemerannya lebih banyak mengekspos lekuk tubuhnya dibandingkan adegan seramnya. Itu pernah diprotes juga tidak? Pertanyaanku banyak juga yah. Hahahahaha.

Saya bukan pengamat film, saya hanya penikmat film dan film Dilan 1991 adalah film yang harus saya nonton. Alasannya sederhana, pertama film Dilan 1990 sudah saya nonton, jadi film Dilan 1991 adalah kelanjutannya jadi wajib saya nonton. Kedua saya menyukai tulisan-tulisan Papa Pidi Baiq sejak era Drunken Monster, Drunken Molen, Drunken Mama dan Drunken Marmut, yang terakhir ini belum saya baca. Dan tiga edisi Novel Dilan dan Milea semuanya sudah saya baca dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Lantas apakah mereka setelah membaca novel dan menonton film Dilan mayoritas dari mereka melakukan tindakan kekerasan?

Dan ingat juga, maraknya kasus kekerasan geng motor di Kota Makassar bukan karena pengaruh film Dilan tapi jauh sebelum film Dilan tayang, kekerasan geng motor sampai saat ini belum juga bisa teratasi. Syukur-syukur kalau sekelompok mahasiswa ini tahu siapa itu Papa Pidi Baiq, sosok penting dibalik film Dilan yang juga mendirikan Negara Kesatuan Republik The Panas Dalam. Seharusnya sekelompok mahasiswa ini juga melakukan protes keras kepada Pidi Baiq karena telah mendirikan negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cinta ini. Pidi Baiq, anti pancasila! Hahahahaha.

Saya makan durian dulu sebelum melanjutkan tulisan ini.

Tadi malam, di media sosial Facebook, teman saya Mujahidin Musa Al-Kafirun membagikan video aksi demonstrasi sekelompok mahasiswa yang sedang berjuang memboikot bioskop yang menayangkan Film Dilan 1991 dan menulis status lalu menandai akun Facebook saya. Kurang lebih tulisan statusnya seperti ini: adaji pas demo UKT ini mahasiswa kah?

Saya pun langsung berkomentar: Mungkin di kampusnya biaya kuliah gratis. Jadi teman-teman pembaca yang budiman sedikit penjelasan dulu. UKT ini merupakan Uang Kuliah Tunggal yang merupakan model pembayaran biaya kuliah di kampus-kampus negeri di Indonesia. UKT ini sejak tahun 2013 sudah diprotes oleh mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi negeri seantero negeri karena semakin memberatkan biaya kuliah mahasiswa.

Banyak riset dari organisasi mahasiswa yang menyebutkan bahwa sejak sistem pembayaran UKT ini diterapkan terjadi kenaikan dua sampai tiga kali lipat biaya kuliah di kampus-kampus negeri. Menurut Andi Alauddin nama bekennya AL, salah seorang aktivis mahasiswa di kampus menara 17 lantai Makassar, “UKT merupakan buktinya nyata Neo-Liberalisasi dalam dunia pendidikan karena negara kita masuk dalam skema World Trade Organisation dan telah menjadikan sektor pendidikan sebagai salah sektor publik yang bisa dijadikan komoditas”.

Semacam education for profit. Kajiannya berat deh. Bisa jadi sekelompok mahasiswa anti Film Dilan ini tidak paham kalau dunia pendidikan semakin diskriminatif dan masyarakat yang dikategorikan miskin begitu susah mengenyam pendidikan formal yang berkualitas kalau tidak punya uang akibat dari kebijakan sistem pendidikan kita yang terjebak dalam skema pasar bebas global.

Tapi kita harus tetap berpikir positif, bisa jadi di kampus tempat sekelompok mahasiswa ini kuliah, biaya kuliah gratis atau murah sehingga tidak ada lagi isu pokok yang berkaitan dengan hak-hak mahasiswa yang bisa diadvokasi di kampus mereka. Punna Upa’.

Mereka kemudian keluar kampus dan menganalisa isu-isu yang berkaitan dengan hak-hak rakyat, salah satunya tolak pemutaran film Dilan karena telah melenceng dari budaya Siri’ na Pacce! Sekelompok mahasiswa ini betul-betul memegang teguh filosofi: perjuangan sesungguhnya adalah ketika berjuang bersama rakyat, pendidikan yang sesungguhnya adalah hidup ditengah-tengah rakyat. Alam raya sekolahku!

Terkhusus kepada para warganet  fansnya Iqbal dan Vanesha berhentilah menghujat sekelompok mahasiswa ini dan menuduhnya jomblo. Kalau pun seandainya mereka jomblo, setidaknya mereka adalah jomblo-jomblo terhormat yang sedang memperjuangkan kualitas pendidikan Indonesia menjadi lebih baik. Hahahahaha.

Dan sebelum saya tutup tulisan ini, kepada pembaca yang budiman jangan lupa nonton Film Dilan 1991, ajak gebetannmu, bayarkan tiketnya. Setidaknya itu adalah modus terbaik dan setelah menonton film ini ungkapkan langsung perasaanmu kepadanya “Aku Mencintaimu, biarlah, ini urusanku. Bagaimana engkau kepadaku, terserah, itu urusanmu!”.

 

  • Entah pendengarannya seorang kisanak kurang jelas, atau kata-kata saya tak tangkas, sehingga ajakan saya ke satu hajatan disalah-pahami. Betapa tidak, Gusdurian menghelat haul Gus Dur, dia tangkap sebagai acara makan durian, terlebih lagi bakal minum jus durian. Mungkin kata Gusdurian menjadi biangnya. Apalagi sudah masuk musim durian. Sesarinya, hajatan haul Gus Dur (K.H. Abdurrahman Wahid,…

  • (Suatu Tinjauan Sosiologi Kekerasan) Kawasan Timur Tengah kembali memanas pasca kelompok Hamas Palestina menggencarkan serangan mendadak ke Israel tidak jauh di perbatasan Gaza, Sabtu (7/10/23) dini hari waktu setempat. Akhir pekan yang berubah mencekam, karena serangan ribuan nuklir itu tepat ditujukan ke Tel Aviv dan Yerusalem, menembus sistem pertahanan Iron Dome menghancurkan banyak bangunan. Frank…

  • Aktivitas manusia di era sosial media adalah produksi dan distribusi konten. Konten quote-quote adalah konten yang paling banyak berseliweran. Quotation adalah sebuah kalimat atau syair pendek yang disampaikan dalam rangka memberi makna ataupun mengobati perasaan derita dalam hidup. Penderitaan divisualisasikan dan didistribusikan melalui quote pada jejaring sosial media dalam upaya agar setiap orang diharapkan dapat…

  • “Saya tidak memikirkan representasi kecantikan yang lebih baik daripada seseorang yang tidak takut menjadi dirinya sendiri.” Pernyataan Emma Stone ini memberi sugesti pada saya betapa cantiknya seorang perempuan yang dikisahkan oleh dosen-dosen filsafat, dan yang digambarkan dalam film Agora yang pernah saya tonton. Sekitar 8 Maret 415 Masehi, kota Alexandria (Mesir) telah menjadi saksi bisu…

  • “Cita-cita kamu apa?” Ini adalah sepenggal pertanyaan yang begitu membosankan bagiku. Aku masih, dan selalu ingat. Betapa orang-orang sering mengajukannya kala aku masih di Taman Kanak-Kanak. Mulai bapak dan ibu. Tante dan om. Nenek dan kakek. Juga sepupu yang usianya terlampau jauh di atasku. Di sekolah pun demikian. Para guru kerap melontarkan deretan kalimat ini.…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221