Rahasia Buruk dan Puisi-puisi Lainnya

Serupa Kemarau

Seperti menyaksikan burung burung melintas di udara

Sudah lama semenjak kita tak lagi bersua

Pada malam malam yang panjang

Dan doa yang tak lagi kita rapal

Diantara hari yang buruk

Aku sibuk mengulang percakapan kita

Menanti nanti lonceng berbunyi

Dalam ruangan yang menjemputmu pergi

Serupa kemarau membunuh dengan hati hati sekali

Menaruh dendam sembari diam diam

Membakar hangus beberapa dahan

Mematahkan ranting dalam dialog lebam

Mengapa pergi sebelum musim menanggalkan daun?

Ketika bunga bunga belum usai rekah

Ketika pelupuk mawar belum juga berkaca

Apa karena menurutmu seluruhnya adalah fana?

Juli; Dua Dua, Dua Delapan

Pada suatu malam, lampu lampu belum juga padam

Orang orang sibuk berdoa sembari menengadah

Menarik nafas panjang di tengah ramainya jalan

Namun ruang tetap kosong nyatanya

Selepas hujan, ada yang sibuk melangkah

menembus dingin yang Ia tak pernah tahu kenapa, lalu bertemu seseorang adalah sakral yang lupa ia sebut namanya

Barangkali cinta melulu gagal menuju tempat tinggalnya

Pukul tujuh malam dan minuman taro dingin adalah wajah wajah yang sama

Melambai seolah berpisah adalah ujungnya

Dari setiap drama yang bermain nantinya

Mengapa menerima adalah cemas yang tak kunjung berakhir?

Seperti barisan panjang yang rumit untuk menyediakan sesuatu yang manis

Ngeri menawarkan sesuatu, menolak lalu menaruh kedua sepatu

Berulang kali selamat malam

Berulang kali selamat berpisah

Namun entah kepada siapa.

(2021)

Hujan Tanpa Angin

Mengapa kita membahas hujan?

Pulanglah dengan payung di tangan

Jalanan basah dan mimpi yang meringkuk di balik meja

Barangkali tak akan ada artinya

Masih ada ?

Tenang ini tak panjang

Seluruhnya singkat kecuali kenangan.

(2021)

Rahasia Buruk

Kusebut namamu baik baik

Yang terbayang hanya surat surat kecilmu

Memanggil dari sebuah alamat kosong

Berlari menghendaki sisa sisa yang mati

Masih juga bercakap dalam diam

Sepi tiba tiba menyekap ribuan kata

Dari waktu yang begitu gelap

Dari langkah yang begitu tanda tanya

Kita berdua benar hanyalah rahasia

Diantara pesan pesan buruk

dan dunia yang maya

Tamu

Daun daun mulai basah

Ricik air turun di selokan

Lampu jalan padam

Anak anak berlari menuju rumahnya

Adakah kau bayangkan sebuah rahasia?

Dari dekat jendela

Yang basah oleh uap kopi pahitmu

Pada sore hari saat ibumu sibuk menyapu

Ah kalau saja sepatumu tak sobek saat main bola

Atau nasimu tak basi saat malam hari

Bisa jadi cemasmu tak kunjung berlebih

Membayangkan temanmu tak lagi menuju rumahmu

Di beranda, sekawanan kupu kupu tiba

Kau katakan akan ada tamu yang singgah

Sembari duduk ngobrol bercerita

Nyatanya, hujan terlebih dahulu menyapa

  • Semua berawal dari nelayan pencari telur ikan terbang (Patorani) yang merasa diperlakukan tidak adil. Ya, nelayan itu menceritakan kekesalannya kepada saya di salah satu pos ronda dekat rumah. Dia menceritakan kepada saya betapa tidak adil upah yang ia dapat dari majikan kapalnya (Pinggawanya). Menurut dia,  seharusnya dia dapat memperoleh lebih dari itu, karna kerja-kerja yang…

  • Bagi seorang pemula seperti saya, ternyata menulis itu gampang-gampang susah. Sebab, menulis tidak hanya menyusun huruf demi huruf. Merangkai kata demi kata. Menyusun kalimat demi kalimat. Akan tetapi, menulis lebih dari kegiatan semacam itu. Menulis adalah sebuah aktivitas yang menuntut seperangkat kecerdasan. Disebut seperti itu, karena menulis mengharuskan ketepatan logika, kerunutan akal pikir, kesesuaian antara…

  • L’Etat C’es Moi (Negara adalah saya). Kalimat ini pernah diungkapkan oleh Raja Lois XIV di hadapan Parlemen Perancis. Konstitusi yang berlaku adalah pengejawantahan dari titah dan perintah Sang Raja. Ucapan Sang Raja akan menjadi undang-undang. Kehendak Sang Raja wajib dilaksanakan untuk mengisyaratkan kepatuhan dan ketaatan. Rakyat dinilai taat dan patuh kepada konstitusi jika melaksanakan titah…

  • Setiap kali hujan turun, itu akan cepat menarik perhatian Banu sama seperti saat ia kegirangan melihat ayam, atau sapi, yang sering berjalan-jalan tanpa tuan, tanpa arah di sekitar perkampungan tempat kami tinggal. Dengan segera ia bakal meninggalkan apapun yang sedang ia lakukan saat itu, dan secepat mungkin berdiri memagu di balik jendela. Atau di waktu…

  • Kau duduk di kursi belakang dengan gelisah. Suasana terlihat begitu ramai karena musyawarah akan segera dimulai. Tempat itu menjadi cerita, di mana hanya kau dan aku saling bertukar kasih dan harapan.  Kau seorang diri di depan mereka yang enggan duduk berdekatan denganmu. Tak ingin diusik dengan keberadaanmu. Mereka memandang kau hidup pada kekosongan, pada kehampaan,…


Kala Literasi

Jl. Pa’ Bentengang No.6, RT.01/RW.08, Mangasa Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90221