Arsip Kategori: Puisi

Kisah di Teluk Bone dan Puisi-puisi Lainnya

KISAH DI TELUK BONE

Bertahun berlari buang perih, merajam jiwa di September senja berlalu

Kenangan telah dituliskan di jalan berdebu, angin menghempasnya jauh

Jadi koloid menumpang pada keringnya daun- daun tulip tanah Cenrana menanti semi

Sisa- sisa kerinduan telah terbuang pada jurang yang dalam, di terjalnya lembah Bawakaraeng

Terhempas

Sisa darah dan udara mengisi ruang jiwa, hampa diguyur hujan malam

Meski perih bersisa di hantam percik gelombang Losari yang asin

tak kuratapi segalanya, kecuali takdirlah memahaminya read more

Kitab Suci yang Mendekam di Rahim Sapi dan Puisi-Puisi Lainnya

Kitab Suci yang Mendekam di Rahim Sapi

/1/

Seorang utusan, pendoa di kehidupan yang lain sedang menulis kitab suci pada daun lontar, setelah ia menulis ayat terakhir, ihwal paling intim penutup suratnya, seekor sapi betina datang memakannya.

/2/

Sesaat setelah kata-kata Tuhan dituliskan, ingatan akan hilang menuju entah, kini ayat itu ditemukan oleh seorang penyair, sesaat setelah ia umrah di pusara seorang kekasih, dan Ia menuliskannya jadi puisi.

/3/

Agama, remah-remah roti untuk burung-burung read more

Bumi Pembodohan dan Puisi-puisi Lainnya

BUMI PEMBODOHAN

/1/
Pada waktu yang paling bodoh kuminta hidupku ditarik kembali ke masa kecil. Menghitung jari dan langkah kaki tiap kali kembali dari bermain-main.

Di sore hari. Aku pulang dengan wajah yang basah: menangis. Menjadi tak peduli.

/2/
Kadang-kadang aku berlagak sebagai tamu untuk diri sendiri. Pengunjung dan yang dikunjungi adalah sosok yang sama. Dan aku tak lagi pernah membiarkan orang lain lewat di depan istanaku. Istana yang ditinggalkan akal sehatnya.

Jika sekadar memorak-porandakan taman dengan lampunya yang kedinginan, aku juga bisa. Tapi aku merasa rugi membuang waktu dalam sendiri seperti itu. read more

Terungku dan Puisi-puisi Lainnya

TERUNGKU

bila saja dirimu sudah tiba

pada ketetapan putusan

terhukumlah dirimu

maka bukan soal benar salah yang terpenting

menjalaninya jauh lebih penting

bincang benar salah batasnya ada di jeruji terungku

di balik jeruji dirimu bisa lebih merdeka

sebab dirimu hanya berurusan dengan dirimu

pada kala demikianlah

aku ingin menandangi dirimu

entah dengan cara apa saja

setidaknya, akan kubawakan pena dan kertas

torehkanlah segala kisah dirimu

tentang dirimu yang sejati-jatinya

soal dirimu yang sesari-sarinya read more

Hari Jumat dan Puisi-Puisi Lainnya

Rumah Jiwa

Aku tempat kau istirahat

Rawatlah aku dari segala debu-debu yang menempel

Jangan biarkan aku kotor, agar kau betah berteduh

Dari segenap kerisauan duniawi

Pintu rumahku selalu terbuka lebar

Tapi kau jarang sekali masuk untuk sekedar meneguk segelas air atau menyapu kamar tidurmu

Aku rumahmu yang sejuk, sesekali ingatlah

Siramilah rumput-rumput di halamanku

Supaya udara sejuk engkau hirup

Sucikanlah segala jenis najis yang ada di kursi, meja, ranjang, lantai

Jagalah aku, agar kau nyaman dan damai read more

Cahaya Malam dan Puisi-puisi Lainnya

Cahaya Malam

Seperti kunang-kunang di malam hari

perempuan itu berteman ajal kala anaknya tertidur sendiri

disibakkannya tirai labirin pembakar mimpi

Menjelma begitu abadi dalam sepi

Ia menggerutu akan pilu yang semakin menggebu

demi sekolah putrinya, ia menjadi mayat yang terasing bisu

Menguyupi jalanan, menderakkan cumbu satu persatu

Mengutuki kaum berdasi yang sedang riuh

Sesak seolah tak mau menepi dari tubuh

Perempuan itu seringkali mengeluh

mengobarkan luka sendiri lalu pulang sehabis subuh read more

Luruh dan Puisi-puisi Lainnya

Luruh

Telentang pada hamparan pasir

Teriakan ombak tak lagi sama

Kau lihat dia di bibir pantai

Rinduku dahulu

Seperti alunan hempasan air laut mencumbu tepian karang

Menjauh lalu mendekap lebih erat

Gelora ombak luruh saat air surut

Apa kau yakin air yang pergi meninggalkan

Serupa pada yang kembali?

Reyot

Ukirannya telah lapuk diterkam waktu

Terurai; lepas pada bentuknya

Pelitur kusam tampak usang

Bau dan noda; membuatnya tak menarik

Kubawa langkahku (lagi) menujunya

Lelah berdiri; Aku duduk bertumpu tungkainya read more

Riak Kemacetan Berpikir dan Puisi-puisi Lainnya

Riak Kemacetan Berpikir

Senja kini

Sebutir embun pun tak terlihat

Sapaan angin melangkah pergi

Mentari tenggelam ditelan kepulan asap

Menyambut bibir malam menyapa

*

Tuhan seakan merasa iba

Menyaksikan unjuk rasa mahasiswa

Seolah kebenaran seharga nasi bungkus

Menjadi sampah kala telah disantap

Ironisnya

mereka membela hak rakyat

mereka membenci penindasan

Seakan-akan haus pada harmonisasi dan keadilan

Namun anehnya

Menutup jalan adalah solusi, kata mereka.

Merampas hak pengguna jalan raya

Tak bisa maju, tak bisa mundur read more

Makassar, Jam 9 Pagi dan Puisi-puisi Lainnya

(Sebuah Catatan Perjalanan dari Makassar ke Enrekang)

Makassar, Jam 9 Pagi

Mataku masih buram saat melirik secarik absensi basa-basi

kusentuh layar ponsel, memotret kelakar pelepasan

boneka dan bantal tersisip paksa di celah tumpukan koper

aku akan kompromi dengan kantuk atau mengusirnya paksa

Seseorang membaca gegarisan gelimpang daun-daun di tanah

perjalanan ini akan lancar saja”, sabdanya kala menjauhi kemudi

Maros, Jam 10 Pagi

Sebutkan tempat-tempat kita berseteru dulu

aku masih hapal merek kacamata yang kupecahkan read more

Sepatu dan Puisi-puisi Lainnya

Sepatu

Kamu punya berapa sepatu?

Dua..

yang kumal dipakai di dalam rumah

yang bagus dan baru dipakai ke tempat kerja

Kamu punya berapa pakaian?

Dua..

daster longgar dan murah dipakai di rumah

gaun indah dan mahal dipakai ke pesta

Kamu punya berapa wajah?

Dua..

yang polos tanpa bedak dipakai di rumah

yang putih dan bergincu tebal dipakai bertemu banyak orang

Kamu sebenarnya ada berapa?

Kamu ini yang mana?

yang bersepatu kumal, berdaster murah, dan polos tanpa bedakkah?

atau yang bersepatu bagus, bergaun mahal, dan bergincu? read more